TRIBUNWOW.COM - Mantan Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Antonius Tonny Budiono mengaku memberikan uang senilai ratusan juta rupiah kepada Paspampres.
Pengakuan tersebut disampaikan oleh Tonny Budiono saat memberikan kesaksian atas terdakwa Komisaris PT Adhiguna Keruktama Adi Putra Kurniawan.
Dilansir Tribunnews.com, menanggapi hal tersebut Koordinator Investigasi Center for Budget Analysis (CBA), Jajang Nurjaman, mendukung KPK mengembangkan dugaan aliran dana yang masuk ke Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) terkait seluruh kegiatan yang dihadiri Presiden Jokowi.
"Sebagai catatan, sejak 2015 Jokowi sudah melakukan blusukan alias kunjungan sedikitnya 306 kali, bisa dibayangkan jika benar terbukti oknum Paspampres selalu meminta jatah ke panitia di setiap kunjungan Jokowi," tutur Jajang, Selasa (19/12/2017).
Menurut Jajang, aliran uang hasil korupsi bisa mengalir kemana saja.
Dugaan aliran uang hasil korupsi ke Paspampres menjadi tamparan bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Setidaknya dari nyanyian Tonny terkait aliran uang ke Paspampres, sebagai bahan Jokowi mengevaluasi “orang-orang di dekatnya”.
Selain itu, CBA mendorong KPK membuka penyelidikan terkait proyek-proyek yang dilaksanakan Paspampres.
Menurut dia, publik berharap besar, Paspampres yang begitu dekat dengan orang nomor satu negeri ini bersih dari segala tindakan koruptif.
Baca: Pasangan Ini Lakukan Prewedding Saat Gunung Agung Erupsi, Petugas BNPB: Status Cinta Level Awas
CBA melihat beberapa proyek yang dijalankan Paspampres selama ini terkesan ditutup-tutupi. Contohnya mulai dari proyek pengadaan pakaian operasional hitam dengan anggaran sebesar Rp 1.248.984.000.
Sampai proyek besar terkait pekerjaan rusun grup C yang berlokasi di lawang gintung kota Bogor menghabiskan anggaran sebesar Rp 26,2 miliar lebih.
"Rata-rata proyek yang dijalankan satuan kerja Paspampres termasuk dua proyek di atas tidak dijalankan dengan proses lelang elektronik, meskipun nilainya mencapai miliaran bahkan puluhan miliar," katanya.
"Hal tersebut selain terkesan tertutup alias tidak transparan, sangat beresiko terjadinya penyimpangan karena tidak bisa diawasi langsung oleh publik bagaimana jalannya proses proyek tersebut," tambah Jajang.
Sebelumnya Antonius Budiono mengaku menyediakan uang kepada Paspamres setiap presiden melakukan peresmian.
"Ada kegiatan yang tidak ada dana operasionalnya termasuk untuk Paspampres. Setiap peresmian oleh presiden harus dikawal oleh Paspampres dan kita berkewajiban menyediakan dana operasioanl untuk Paspampres," kata Antonius Tonny saat bersaksi untuk terdakwa Adi Putra Kurniawan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (18/12/2017).
Antonius mengakui uang itu sebenarnya diperoleh dari hasil pengumpulan pihak swasta atau kontraktor alias uang suap terkait pengurusan izin pengerukan.
"Tadi yang saya kumpul-kumpul dari kontraktor," kata dia.
Uang itu diberikan pada tahun 2017 dan diserahkan kepada Direktur Kepelabuhan dan Pengerukan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Mauritz H M Sibarani.
Keterangan tersebut juga tertuang di BAP milik Antonius saat di penyidikan.
Selain mengaku memberi uang suap kepada Paspamres, Antonius Budiono juga mengaku menerima barang-barang seperti berikut.
Terima Pulpen Mewah
Tonny Budiono mengaku menerima hadiah satu buah bolpoin mahal Montblanc dari Ignasius Jonan saat menjabat sebagai menteri perhubungan.
Pemberian hadiah itu karena keberhasilan menemukan kotak hitam (black box) milik pesawat AirAsia QZ8501 yang jatuh di perairan dekat Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah pada 28 Desember 2014.
"Kalau pulpen Montblanc saya terima dari mantan menteri Ignasius Jonan saat saya berhasil menemukan black box AirAsia," kata Antonius saat bersaksi untuk terdakwa Adi Putra Kurniawan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (18/12/2017) .
Selain dari Jonan, Antonius juga menerima hadiah berupa jam tangan dari anak buahnya dan emas.
Namun tidak dijelaskan terkait pemberian hadiah-hadiah tersebut apakah terkait proyek atau bukan.
Diberi Handphone oleh Adik Nazarudin
Antonius Tonny Budiono mengakui pernah menerima telepon seluler atau handhone merk Nokia warna hitam model RM-1134 dari Muhajidin Nur Hasyim.
Hasyim adalah adik dari bekas Bendaraha Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) miliknya yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi, pemberian handphone tersebut adalah untuk berkomunikasi dengan Hasyim terkait proyek di Kementerian Perhubungan pada tahun 2015.
Saat itu, Antonius masih menjabat sebagai direktur pelabuhan.
"Iya handphone kecil," kata Antonius
Antonius mengaku berkenalan dengan Nur Hasyim saat dirinya menjabat sebagai direktur navigasi.
Hasyim datang bertandang ke kantor Antonius.
Terkait handphone itu, Antonius mengaku tidak pernah mengaktifkannya.
Ketika ditanya apakah menerima duit dari Hasyim, Antonius membantahnya.
Dia mengaku takut karena tahu Hasyim adalah adiknya Muhammad Nazaruddin.
"Karena saya tahu karena Hasyim adiknya Nazarudin saya tidak berani menerima satu rupiah pun," kata dia.
Terima ATM Berisi Rp 2,3 Miliar
Antonius Tonny Budiono mengakui diberikan fasilitas ATM Bank Mandiri berisi ratusan juta oleh terdakwa Komisaris PT Adhiguna Keruktama Adi Putra Kurniawan.
Antonius Tonny Budiono mengakui diberikan fasilitas ATM Bank Mandiri berisi ratusan juta oleh terdakwa Komisaris PT Adhiguna Keruktama Adi Putra Kurniawan.
"Beliau sampaikan ini ada uang tiga ratus juta untuk operasional," kata Antonius saat bersaksi untuk terdakwa Adi Putra di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (18/12/2017).
Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibacakan hakim, Adiputra mengatakan uang itu sebagai ucapan terima kasih karena sudah mengajari dia untuk memenangkan tender.
"Iya, betul," jawab Antonius saat dikonfirmasi hakim.
Antonius total merima uang di ATM tersebut sebesar Rp 2,3 miliar.
Dia menerima transfer uang Rp 300 juta sebanyak 7 kali dan satu kali sejumlah Rp 200 juta.
Karena telah digunakan untuk berbagai keperluan, uang di ATM atas nama Joko Prabowo itu tersisa Rp 1,17 miliar.
Sementara itu, Adi Putra Kurniawan didakwa memberikan uang sejumlah Rp 2.3 miliar kepada Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono.
Suap tersebut diberikan terkait Proyek Pekerjaan Pengerukan Alur Pelayaran Pelabuhan Pulau Pisau Klaimantan Tengah tahun anggaran 2016 dan Pekerjaan Pengerukan Alur Pelayaran Pelabuhan Samarinda Kalimantan Timur tahun anggaran 2016. (*)