TRIBUNWOW.COM - Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno dikenal sebagai singa di podium.
Julukan itu bukan diberikan secara cuma-cuma, namun terbukti dari orasi-orasi Soekarno yang menggugah semangat juang.
Dikisahkan, saat masih belajar di kediaman Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto, Soekarno muda kerap berlatih orasi di kamar tidurnya.
Karena terlalu semangat berlatih, Soekarno jadi lupa waktu.
Ia masih saja berorasi di dalam kamarnya hingga larut malam tiba.
5 Fakta Isu Kebangkitan PKI Menurut Survei SMRC, Sebut Jokowi-Prabowo hingga Mobilisasi Politik
Hal ini sontak membuat teman-teman Soekarno yang ikut berguru di kediaman HOS Tjokro menjadi terbangun.
Mereka kemudian tertawa kocak melihat tingkah laku Soekarno yang berorasi di kamar pada malam hari.
Murid-murid HOS Tjokro
Soekarno memang bukan murid semata wayang HOS Tjokro.
HOS Tjokro juga memiliki murid lain, yakni, Semaoen, Alimin, Muso, dan Kartosuwiryo.
Bahkan Tan Malaka juga pernah menimba ilmu di kediaman HOS Tjokro.
Nama-nama tersebutlah yang dimasanya menjadi tokoh sentral perebut kemerdekaan.
Gagasan Soekarno yang Belum Terwujud Direalisasikan Jokowi Dalam Bentuk Bangunan Ini
Raja Jawa tanpa Mahkota
Guru mereka, HOS Tjokro juga dikenal sebagai tokoh yang konsisten dalam pergerakan kemerdekaan.
Pengaruhnya tersebar hingga berbagai penjuru dan memicu munculnya semangat anti kolonialisme.
Karena melihat sepak terjang HOS Tjokro, pihak Belanda tak pernah luput memata-mamai dan berhati-hati terhadap sosok HOS Tjokro.
Namun, Belanda juga terang-terangan memuji kepiawaian dan wawasan HOS Tjokro.
Belanda bahkan memberi gelar, "De Ongekroonde van Java" atau "Raja Jawa Tanpa Mahkota" untuk HOS Tjokro.
Maka wajar saja jika Semaun, Alimin, Muso, Soekarno, Kartosuwiryo dan Tan Malaka berguru pada sosok HOS Tjokro.
Tak hanya jago orasi
Saat berguru di kediaman HOS Tjokro, Soekarno tak hanya dikenal sebagai sosok yang cerdas dan jago orasi.
Soekarno juga diketahui merupakan sosok pria yang tampan dan kerap membuat lawan jenisnya terpukau.
Maka tak heran jika dikemudian hari, ia dojodohkan dengan anak dari HOS Tjokro, Siti Oetari.
Tak Banyak yang Tahu, Istri Pertama Soekarno Adalah Nenek Maia Estianty
Soekarno menangis
Setelah menjadi Presiden RI, Soekarno masih keras menyuarakan orasinya.
Bahkan pada hari perayaan ulang tahun Kemerdekaan Indonesia, para pejabat dan jurnalis baik dari dalam maupun luar negeri semuanya berdiri dari kursinya hanya untuk mendengarkan pidato dari Soekarno.
Padahal saat itu, Soekarno tengah sakit dan harus mengambil jeda lima menit untuk beristirahat ditengah-tengah pidato kenegaraannya.
Meski dikenal garang dan berapi-api saat di podium, namun Soekarno juga memiliki sisi sentimentil yang membuatnya meneteskan air mata.
Di media sosial, pembahasan momentum Soekarno menangis ini pun menjadi viral.
Saat Jepang kalah perang dari Sekutu
Soekarno diketahui menangis di depan publik saat mengetahui Jepang kalah dari Sekutu dalam Perang Dunia II.
Kabar tersebut membuatnya bahagia hingga tak kuasa menetekan air mata.
Karena pada hari itulah, Indonesia bisa merebut kemerdekaannya.
Beberapa hari kemudian, Soekarno juga menangis dan bergetar ketika membacakan isi dari Pancasila pada pembukaan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Saat mengeksekusi Kartosuwiryo
Soekarno kembali meneteskan air matanya saat ia harus mengeksekusi mati temannya sendiri, Kartosuwiryo.
Kartosuwiryo diketahui merupakan teman Soekarno saat berguru di kediaman HOS Tjokro.
Namun karena mereka berjuang di jalan yang berbeda, Soekarno harus bertegar hati mengambil keputusan untuk mengeksekusi temanntya sendiri.
Kartosuwiryo diketahui memilih jalan agama dalam perjuangannya.
Ia bersama Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) kemudian dianggap melakukan upaya pemberontakan terhadap Indonesia dan berhasil ditumpas oleh militer.
Di depan makam Achmad Yani
Soekarno juga menangis ketika berada di makam Jendral Achmad Yani.
Achmad Yani diketahui merupakan seorang jenderal yang menjadi korban keganasan G30S/PKI.
Ia bersama 6 aparat militer lainnya diketahui telah dieksekusi dan mayatnya dibuang di kawasan Lubang Buaya.
Untuk memperingati jasa Achmad Yani dan keenam jenderal lainnya, pada tanggal 1 Oktober ditetapkan oleh pemerintah sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
(TribunWow.com/Fachri Sakti Nugroho)