Sangkaan Bunuh Indria Kameswari, sang Suami Bisa Bebas Gara-gara Hal Ini?

Penulis: Tinwarotul Fatonah
Editor: Tinwarotul Fatonah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Indria Kameswari

TRIBUNWOW.COM - "Sayangnya, kita acap tidak cukup jauh berpikir bahwa kekerasan fisik lelaki bisa dilatarbelakangi oleh kekerasan verbal perempuan," sepenggal tulis Reza Indragiri Amriel, Pakar Psikologi Forensik.

Ia pun melanjutkan bahwa seorang laki-laki yang terbukti berbuat Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) bahkan sampai membunuh, bisa mendapatkan vonis bebas atau diringankan hukumannya.

Hal itu karena dalam hukum seharusnya seorang laki-laki juga bisa menggunakan "battered man/husband syndrome" sebagai pembelaan diri di persidangan.

Layaknya "battered woman/wife syndrome" sebagai pembelaan diri pada terdakwa perempuan yang biasa digunakan.

Diduga Cemburu, Seorang Suami di Bali Tega Potong Kaki Istrinya hingga Putus! Begini Kronologinya!

Alasan itu bisa digunakan jika terdakwa melakukan perbuatan kejinya karena benar-benar terpaksa untuk menyelamatkan nyawanya.

Kondisinya jika terdakwa telah mengalami penghinaan, penistaan, dan penganiayaan yang sedemikian buruknya dari pasangan hingga tidak lagi mampu berpikir secara rasional.

Sebagai pembelaan, terdakwa terpaksa menghabisi nyawa pasangannya.

Pemikiran tersebut dituliskan Reza yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Pemenuhan Hak Anak Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), dengan judul 'Jeritan Hati Lelaki'.

Indria Kameswari pegawai BNN yang tewas diduga dibunuh suaminya. (IST/KOLASE TRIBUNWOW.COM)

Berikut ini tulisan lengkapnya!

"JERITAN HATI LELAKI

"Setiap pembunuh, siapa pun dia, harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.

Sisi nyata, dalam sekian banyak persidangan, terdakwa perempuan menggunakan "battered woman/wife syndrome" sebagai pembelaan diri.

Para terdakwa tersebut menyebut telah mengalami penghinaan, penistaan, dan penganiayaan yg sedemikian buruknya dari pasangan hingga tidak lagi mampu berpikir secara rasional.

Dalam kondisi sedemikian terpuruk, tiada lain yg terpikir oleh para perempuan tersebut untuk membela diri dan keluar dari situasi pedih itu kecuali dengan menghabisi pasangannya.

Hakim bisa menjatuhkan vonis tak bersalah atau meringankan hukuman atas diri terdakwa, jika teryakinkan bahwa terdakwa betul-betul menderita battered woman/wife syndrome.

Itu terdakwa perempuan!

Bagaimana jika yang teraniaya sedemikian rupa adalah laki-laki?

Saya kerap risau kalau dikatakan bahwa laki-laki adalah mayoritas pelaku KDRT.

Boleh jadi banyak laki-laki atau suami yang menjadi korban KDRT.

Tapi mereka tidak melapor karena aib.

Melapor malah membuka risiko mengalami secondary victimization, di-bully oleh penegak hukum maupun lembaga advokasi.

Anggaplah lelaki melakukan kekerasan fisik.

Tapi seberapa besar kemungkinan lelaki bangun tidur sekonyong2 lgsg menempeleng isteri, kcli jk si suami mabuk atau gila.

Sayangnya, kita acap tidak cukup jauh berpikir bahwa kekerasan fisik lelaki bisa dilatarbelakangi oleh kekerasan verbal perempuan.

Nah, jd bisakah terdakwa lelaki yg menghabisi pasangannya menggunakan "battered man/husband syndrome" sebagai pembelaan diri di persidangan?

Semestinya bisa saja.

Toh hukum tdk diskriminatif.

Toh para lelaki juga bisa terzalimi.

Namun, siapakah kaum lanang yg bernyali membela diri dengan klaim tersebut?

Reza Indragiri Amriel Pakar Psikologi Forensik yang juga Ketua Bidang Pemenuhan Hak Anak Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI)."

Setelah Heboh Identitasnya Terkuak, Kapten Timnas Posting Tentang sang Mama, Ini yang Dikatakannya

Reza menuliskan itu seiring hebohnya pemberitaan soal seorang suami yang tega membunuh istrinya.

Pria itu berinisial AM dan istrinya adalah Indria Kameswari, seorang PNS rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN).

Simpang siur soal motif pembunuhan pun beredar, bahkan yang terbaru rekaman pertengkaran keduanya menjadi bukti.

Kesaksian orang-orang terdekat AM pun kebanyakan mengatakan jika selama ini korban sering berkata kasar pada pelaku, yakni ibu kandung AM, Asyah (67).

Menurutnya, anaknya memang sering mendapat perlakuan kasar dari istrinya.

"Iya, kelihatan kalau depan Emak ya baik, awalnya, tetapi belakangan pernah juga di depan Emak teriak-teriak minta cerai-cerai. Sudah tidak dihargai Akbar. Iya emak bilang kalau kamu deman ya banyak sabar," ungkap Asyah sambil terisak-isak histeris, dilansir dari Tribunnews.com.

Bukan Ashanty! Nikahi Duda, Perlakuan Artis Cantik Ini ke Anak Tirinya Benar-benar Tak Terduga

Dua tahun belakangan bahkan AM mengalami gangguan psikis yang disinyalir karena KDRT.

Asyah pun sempat menemukan surat keterangan yang menyatakan anaknya pernah berobat ke ahli jiwa. 

Menurut Reza jika semua ini benar terjadi dan pihak pelaku melakukan kekejian itu karena terpaksa.

Dan juga hukum di Indonesia yang katanya tidak diskriminatif dalam memberlakukan keadilan, maka mungkin AM bisa divonis bebas atau minimal diringankan hukumannya.

Tapi hal ini tentu hanya sebuah catatan Reza mewakili hati para laki-laki yang mengalami KDRT oleh istri, yang terkadang abai dari pandangan masyarakat. (TribunWow.com/Tinwarotul Fatonah)