HUT 72 RI

Peserta dan Petugas Lakukan Upacara dengan Mata Tertutup, Alasannya Tak Terduga!

Editor: Galih Pangestu Jati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petugas upacara bendera di Ndalem Pojok, Desa Pojok, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Rabu (17/8/2017), menutup mata dengan kain sebagai protes sejarah.

TRIBUNWOW.COM - Upacara bendera dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, Rabu (17/8/2017), di Desa Pojok, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, berlangsung dengan cara berbeda.

Mereka yang terlibat dalam upacara itu memakai sehelai kain yang diikatkan ke kepala untuk menutup matanya.

Aksi tersebut sebagai sebuah ungkapan protes perihal sejarah.

Bagi peserta upacara, tentu kondisi itu tidak begitu susah karena mereka hanya berdiri dan dan berdiam mengikuti komando sepanjang upacara.

Namun, lain cerita bagi petugas upacara.

Bagi petugas pengibar bendera misalnya, tentu hal ini akan cukup rumit.

Serahkan Remisi, Bupati Kotawaringin Barat Berjoget bersama Napi

Sebab, mereka harus bergerak beberapa langkah dan dituntut serasi untuk menjemput bendera Merah Putih, hingga bekerja sama dalam pengibarannya.

Robi, salah seorang petugas pengibar bendera, mengaku cukup kewalahan dalam menjalankan tugas itu dengan kondisi mata tertutup.

"Pas melangkah, kemungkinan bisa salah tempat berhentinya. Juga saat melangkah, gerakan petugas yang bagian belakang bisa tidak serempak," ujar pemilik nama lengkap Robi Dadung Ramadhan itu.

Namun, pelajar sebuah SMA di Kabupaten Kediri ini merasa cukup puas.

Buah kerja samanya dengan Pipit Agus Susanto serta Finsa Alvi Yanti itu dapat berjalan dengan baik tanpa ada kendala.

Padahal, Finsa mengatakan, untuk menjalankan tugasnya itu, mereka hanya mempunyai waktu latihan yang minim sekali, yaitu cuma sehari.

"Ditambah tadi sebelum mulai upacara kami ada gladi bersih," ujarnya.

Peserta upacara bendera di Ndalem Pojok, Desa Pojok, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Rabu (17/8/2017), menutup mata dengan kain sebagai protes sejarah. (KOMPAS.com/M.Agus Fauzul Hakim)

Sebelumnya diberitakan, upacara itu berlangsung di Ndalem Pojok, suatu komplek di mana terdapat sebuah rumah yang diyakini mantan Presiden Soekarno pernah menetap di situ pada masa kecilnya.

Penggantian nama dari Kusno ke Soekarno juga diyakini berlangsung di rumah milik RM Soemosewojo, ayah angkat Bung Karno itu.

Kushartono selaku pengelola Ndalem Pojok menyebut, upacara itu sebagai bentuk protes adanya pembelokan sejarah. Hal itu terkait penggunaan frasa "Kemerdekaan Republik Indonesia" yang kerap digunakan saat ini.

"Seharusnya yang benar adalah 'Kemerdekaan Bangsa Indonesia'," ujar laki-laki yang juga berperan sebagai pemimpin upacara itu.

Wow! Indonesia Raya Berkumandang di Dalam Pesawat Jemaah Haji

Dua frasa itu menurutnya mempunyai perbedaan makna yang berbeda karena ada peristiwa penting yang melatarinya.

Peristiwa itu adalah Indonesia sebagai bangsa yang merdeka pada 17 Agustus 1945 dan peristiwa berdirinya Indonesia sebagai negara Republik pada 18 Agustus 1945.

Dia mendasari pemikirannya itu dari beberapa dokumen sejarah, salah satunya adalah naskah teks Proklamasi.

"Dalam teks proklamasi disebut dengan jelas 'Kami Bangsa Indonesia' bukan 'Kami Republik Indonesia'. Lalu 'Dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia', bukan, 'Dengan ini menyatakan kemerdekaan Republik Indonesia'," ujar dia. (Kompas.com/M Agus Fauzul Hakim)

Berita ini telah diterbitkan Kompas.com dengan judul "Kisah Pengibar Bendera dengan Mata Tertutup untuk Ungkapkan Protes"