TRIBUNWOW.COM - Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar Akbar Tandjung menilai berbeda situasi partai di masa kepemimpinannya dan saat ini, di mana Setya Novanto menjabat Ketua Umum Partai Golkar.
Pada awal reformasi Akbar pernah menjabat Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Ketua DPR RI.
Saat itu, ia juga tersangkut kasus korupsi yang dikenal dengan sebutan 'Bulog Gate'.
Meski terkena kasus, namun saat itu Golkar justru meraih posisi pertama di pemilu legislatif.
Situasi Golkar saat itu kemudian kerap dijadikan contoh oleh pengurus Golkar saat ini.
"Kalau dilihat dari segi kasusnya, tentu berbeda. Sangat berbeda," kata Akbar di kediamannya di Jalan Purnawarman, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (23/7/2017).
Jika dilihat dari besaran dana yang diduga disalahgunakan, menurutnya, sangat berbeda.
Gagal Lolos Piala Asia U-23! Fakta-fakta Kegagalan Timnas U-22 Atasi Batu Sandungan Thailand
Novanto diduga ikut mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun dari nilai proyek pengadaan e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun.
Sedangkan dirinya diduga terlibat dalam penyalahgunaan dana APBN sebesar Rp 40 miliar terkait program pemberian sembako.
Meski begitu, pemberian sembako tersebut dilakukan oleh pihak yayasan. Berbeda dengan kasus Novanto yang disebut berperan langsung.
"Di situ secara pribadi saya tidak ada kaitannya soal Rp 40 miliar itu karena yang melaksanakan pembagian sembako itu adalah yayasan. Jadi ya sangat berbeda lah," ucap mantan Ketua DPR RI itu.
Dipuji Jokowi, Ini Foto-foto Penampakan Rumah dengan Angsuran Rp900 Ribu per Bulan di Riau
Terhadap proses hukum, kata dia, memang dikedepankan asas praduga tak bersalah.
Meski begitu, Golkar, kata Akbar, tetap harus menyerap aspirasi publik antara lain melihat hasil survei.