TRIBUNWOW.COM - Beberapa waktu yang lalu, pendiri MNC Group Hary Tanoesoedibjo memenuhi panggilan Direktorat Tindak Pidana Siber (Tipidsiber) Bareskrim Polri.
Saat itu, Hary Tanoe diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan pesan singkat bernada ancaman kepada Kepala Sudirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Yulianto pada Senin (12/6/2017).
Melansir dari Tribunnews.com, Jaksa Agung HM Prasetyo menyebutkan Hary Tanoe telah menjadi tersangka atas kasus dugaan ancaman melalui pesan singkat atau SMS kepada jaksa Yulianto pada Rabu (14/6/2017).
Kembali melansir dari Tribunnews.com, Kasubdit Penyidik pada Jampidsus Kejaksaan Agung, Yulianto menegaskan, tidak ada yang salah dengan pernyataan Jaksa Agung HM Prasetyo yang menyebut status Hary Tanoe adalah tersangka.
Pengakuan hingga Kecurigaan Hary Tanoe Terkait Kasus SMS Kaleng yang Menyeretnya
Hal tersebut dikarenakan penyidik Bareskrim yang menangani kasus tersebut telah mengirimkan surat berisi Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) perkara dugaan ancaman jaksa Yulianto yang berisikan perkembangan penanganan kasusnya telah naik ke tahap penyidikan pada Kamis (15/6/2017).
Hal ini disampaikan oleh jaksa Yulianto di Kejaksaan Agung Jakarta, Rabu (21/6/2017).
Yulianto kembali menjelaskan, setelah menerima surat tersebut, dirinya melapor ke Jaksa Agung tentang adanya SPDP kasus Hary Tanoe tersebut.
Karena itulah, Jaksa Agung sudah bisa menyampaikan ke awak media massa bahwa Hary Tanoe kini sudah berstatus sebagai tersangka.
"Jadi begini. Tidak ada yang salah komentar dari Jaksa Agung itu. Karena saya selaku pelapor kasus tersebut pada tanggal 15 Juni, artinya sebelum Jaksa Agung mengeluarkan statement hari Jumat tanggal 16 Juni itu, saya memang melaporkan ke beliau bahwa saya sudah mendapatkan SPDP, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan, yang di mana di dalam SPDP itu sudah ditetapkan Hary Tanoe sebagai tersangka," ungkap Yulianto.
Saat itu jugalah, Yulianto menunjukkan surat SPDP yang diterima dari pihak Bareskrim Polri ke awak media. Surat itu juga memuat beberapa pasal pidana dengan tersangka Hary Tanoesoedibjo.
"Ini ada bukti. Jadi, Jaksa Agung menyampaikan itu enggak ujug-ujug. Doorstop (wawancara dengan wartawan) juga kan. Iya, beliau menyampaikan, saya dapat informasi ..., Begitu kan. Yah memang sudah tersangka kok," ucap Yulianto.
Jaksa Agung Harus Menerima Akibat Ini Karena Sebut Hary Tanoe Sebagai Tersangka
Karena diberitakan sebelumnya, Hary Tanoe pun mempolisikan Jaksa Agung HM Prasetyo ke Bareskrim Polri lantaran menyebut dirinya telah berstatus sebagai tersangka dalam kasus dugaan pengancaman melalui SMS kepada jaksa Yulianto.
Malahan, menurut Yulianto, Hary Tanoe bisa dilaporkan balik dan dipidana karena membuat pelaporan ke polisi yang tidak akurat.
Meski ada dugaan pelanggaran pidana dilakukan, Yulianto menyerahkan kepada Jaksa Agung perihal haknya untuk melaporkan balik Hary Tanoe kepolisian.
"Jadi, yang disampaikan Jaksa Agung itu sudah benar semua. Bahkan, sekarang justru sebaliknya, pelapor ini justru bisa diancam pidana dengan Pasal 220 atau setidak-tidaknya Pasal 317 KUHP, karena pelaporanya yang tidak akurat," tandasnya.
Kasus ini bermula sejak satu tahun yang lalu, tepatnya ketika Yulianto mendapat pesan singkat dari orang tak dikenal pada 5 Januari 2016 sekitar pukul 16.30 WIB.
Berikut isi pesan tersebut.
"Mas Yulianto, kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman. Anda harus ingat kekuasaan itu tidak akan langgeng. Saya masuk ke politik antara lain salah satu penyebabnya mau memberantas oknum-oknum penegak hukum yang semena-mena, yang transaksional yang suka abuse of power. Catat kata-kata saya di sini, saya pasti jadi pimpinan negeri ini. Di situlah saatnya Indonesia dibersihkan."
Pesan tersebut mulanya diabaikan oleh Yulianto.
Namun pada 7 Januari dan 9 Januari 2016, Yulianto kembali mendapat pesan serupa.
Kali ini melalui aplikasi chat WhatsApp, dan menggunakan nomor yang sama.
Isi pesannya sama, hanya ditambahkan, "Kasihan rakyat yang miskin makin banyak, sementara negara lain berkembang dan semakin maju."
Yulianto lantas mengecek siapa pengirim pesan tersebut. Setelah itu ia meyakini jika yang mengirim pesan singkat itu adalah Hary Tanoesoedibjo.
Atas dasar itu, Yulianto melaporkan Hary Tanoe ke Siaga Bareskrim Polri atas dugaan melanggar Pasal 29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).
Laporan Polisi (LP) Yulianto terdaftar dengan Nomor LP/100/I/2016/Bareskrim pada 27 Januari 2016.
Kuasa Hukum Hary Tanoe Sebut Ada Tendensi Politik dalam Ucapan Jaksa Agung
Melansir dari Tribunnews.com, Yulianto diketahui adalah jaksa yang menyidik kasus korupsi pembayaran restitusi pajak PT Mobile-8 Telecom (PT Smartfren) tahun 2007-2009.
Tim jaksa penyidik yang dipimpin oleh Yulianto sempat menetapkan Hary Djaja dan Anthony Chandra Kartawiria sebagai tersangka serta melakukan pemeriksaan terhadap Hary Tanoe sebagai saksi untuk kasus tersebut.
Saat penanganan kasus itulah, Yulianto menerima tiga SMS dan pesan WhatsApp dari nomor telepon Hary Tanoe.
Kasus dugaan korupsi pembayaran restitusi pajak PT Mobile-8 Telecom (PT Smartfren) tahun 2007-2009 yang ditangani Kejaksaan Agung di bawah penanganan tim jaksa Yulianto memasuki babak baru.
Setelah kalah dalam praperadilan dan kasus tersebut dihentikan pada tahun 2016, Kejaksaan Agung kembali membuka kasus tersebut karena adanya temuan tindak pidana korupsi dengan menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) pada 26 Januari 2017.
Kejaksaan Agung berpegangan, perkara menyangkut pembayaran restitusi pajak PT Mobile8 Telecom bukanlah kasus pajak, melainkan murni tindak pidana korupsi.
Diduga PT Mobile8 Telecom telah melakukan manipulasi atas transaksi penjualan produk telekomunikasi, di antaranya telepon seluler dan pulsa kepada distributor di Surabaya PT DNK senilai Rp86 miliar selama 2007-2009. (TribunWow.com/Natalia Bulan Retno Palupi)