TRIBUNWOW.COM - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh sejumlah organisasi pegiat anti korupsi.
Mereka di antaranya adalah Indonesia Corruption Watch (ICW), Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas, Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Koalisi Pemantau Legislatif (Kopel), dan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi).
Sejumlah organisasi tersebut bergabung dan menamai dirinya sebagai Koalisi Masyarakat Sipil Menolak Hak Angket KPK.
Gabungan organisasi ini melaporkan politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut pada hari Selasa (2/5/2017).
Dua Rumah Terseret Banjir Bandang, Bandung Masih akan Diguyur Hujan Dua Hari ke Depan
Fahri dilaporkan atas dugaan tindak pidana menghalang-halangi proses hukum penyidikan tindak pidana korupsi e-KTP yang tengah ditangani KPK.
"Kami melaporkan saudara Fahri Hamzah ke KPK dengan dugaan tindak pidana menghalang-menghalangi penyidikan atau yang dikenal obstruction of justice. Pasal yang kami laporkan diduga melanggar Pasal 21 UU Tipikor," ujar Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz dalam jumpa pers di kantor ICW, di Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Rabu (3/5/2017), dikutip dari Kompas.com
Oce Madril, selaku Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi UGM menyatakan, ada beberapa hal yang mendasari koalisi melaporkan Fahri.
Pertama, dugaan adanya tindakan obstruction of justice atau menghalang-halangi proses hukum yang dilakukan Fahri dalam kasus e-KTP.
Atas tindakan tersebut, Fahri diduga melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Bekasi, Lokasi yang Paling Tidak Diminati
Pasal itu mengatur tentang "setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000 paling banyak Rp 600.000.000".
"Kami menilai tindakan saudara Fahri Hamzah dalam pemimpin rapat hak angket waktu itu bagian dari baik langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi, mencegah, merintangi proses perkara e-KTP yang dilakukan KPK," kata Oce, dikutip dari Kompas.com.
Menurut Oce, tindakan Fahri mengganggu proses penyelidikan e-KTP dan berdampak pada proses penyelidikan kasus korupsi lain yang ditangani KPK.
"Karena upaya hak angket mau tidak mau mempengaruhi KPK," ujar Oce.
Oce menambahkan jika hak angket yang digulirkan juga sudah keliru dan bertentangan dengan Pasal 79 Undang-Undang MD3.
Pro-Kontra Kartu Jakarta Jomblo Anies-Sandi, Mahasiswa: Jodoh Kan Nggak Bisa Difasilitasi
Menurutnya, pengambilan hak angket ini cacat prosedural.
"Tindakan pengambilan keputusan ketok palu yang tiba-tiba bertentangan dengan UU MD3 dan tatib (Tata Tertib) DPR. Ini yang kami laporkan ke KPK," ujar Oce.
Lebih lanjut, keputusan Fahri yang menyetujui hak angket secara sepihak rentan adanya konflik kepentingan.
Menurut Oce, hal ini karena ada pimpinan DPR yang namanya disebut pada kasus e-KTP.
"Jadi tidak bisa konteks ini dilepaskan dengan apa yang dilakukan saudara wakil ketua DPR saudara FH ketika dia buru-buru melanggar prosedur, melanggar UU MD3," ujar Oce.
"Kami minta KPK menindaklanjuti laporan yang sudah kami sampaikan kemarin," imbuhnya.
Kenapa hanya Fahri yang dilaporkan?
Dosen Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan bahwa hanya Fahri yang dilaporkan karena ia merupakan pimpinan sidang soal hak angket.
Feri mengacu pada ketentuan Pasal 279 Peraturan DPR RI tentang Tata Tertib ayat 1 yang berbunyi pengambilan keputusan dalam rapat DPR dilakukan dengan cara musyawarah untuk mufakat.
Nggak Nyangka! Nama-nama Artis Ini Tenar Banget, Tapi Ternyata Nama Aslinyaaa
Jika musyawarah tak tercapai maka akan dilakukan voting, sesuai yang tercantum pada ayat 2 pasal tersebut, dan Fahri dianggap melanggar ketentuan ini pada pengambilan keputusan soal hak angket KPK.
"Dua mekanisme itu tanpa adanya mufakat dan voting tiba-tiba Fahri mengetuk palu, lalu seakan-akan resmi hak angket. Ini ada semacam yang kita duga upaya memanipulasi kewenangan DPR yaitu hak angket, untuk ganggu kinerja KPK," kata Feri, dalam jumpa pers di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Rabu (3/5/2017) dikutip dari Kompas.com.
Selain itu, pihaknya juga mempermasalahkan sah atau tidaknya DPR melakukan hak angket ke KPK karena kasus e-KTP tengah berlangsung di pengadilan.
Menurutnya, DPR tidak bisa atau tidak sah melakukan hak angket untuk perkara yang sedang berlangsung di pengadilan.
"Kami menduga ini cara baru DPR untuk mengganggu kinerja KPK. Dia menggunakan kewenangan, (untuk) memanipulasi kewenangan DPR dengan berbagai cara, menggunakan logika hukum yang sesat, membolehkan hak angket kepada proses hukum yang dijalankan KPK," ujar Feri.
Kicauan Ahmad Dhani Kritik Kenaikan Tarif Listrik Berujung Hinaan
Selanjutnya, Feri juga mempertanyakan terkait keinginan DPR untuk membuka informasi soal penyelidikan KPK.
Menurutnya, yang berwenang melakukan hal tersebut ialah lembaga peradilan.
"Lembaga peradilan akan meminta KPK membongkar hasil rekaman proses penyelidikan. Ini bukan kewenangan DPR," ujar Feri. (TribunWow.com/Fachri Sakti Nugroho)