Fakta Miris Pembunuhan Sadis Dosen Undip Semarang! Nomor 4 Bikin Berdecak Heran!

Penulis: Natalia Bulan Retno Palupi
Editor: Tinwarotul Fatonah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pembunuhan Dosen Kedokteran Undip

TRIBUNWOW.COM - Warga Kecamatan Rakit Banjarnegara sempat dihebohkan dengan penemuan mayat perempuan di Jalan Raya Lengkong, Rakit Banjarnegara, Sabtu siang (29/4/2017).

Mayat perempuan berusia sekitar 70 tahun tersebut ditemukan oleh tim gabungan dari Polrestabes Semarang yang dipimpin Kasat Reskrim, AKBP Wiyino Eko Prasetyo bersama dengan Unit Resmob Satreskrim Polres Banjarnegara.

Mayat ditemukan di dalam saluran air di tepi jalan raya Lengkong, Dukuh Siaul, Desa Lengkong, Rakit Banjarnegara.

Pembunuhan Sadis, Dicekik Lalu Dibuang ke Selokan, Jasad Dosen Kedokteran Undip Gegerkan Warga

Korban merupakan dosen Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ternyata tewas dibunuh.

Ia adalah Nanik Tri Mulyani (72) warga Jalan Plampitan Semarang Tengah, Jateng.

Berikut fakta-fakta mencengangkan yang berhasil dihimpun oleh tim TribunWow.com terkait penemuan mayat dosen Kedokteran Undip tersebut!

1. Kondisi mayat saat ditemukan

Dilansir dari Tribun Jateng, kondisi mayat saat ditemukan, posisinya tengkurap di selokan kecil dengan lebar sekitar setengah meter.

Saat itu korban masih menggunakan pakaian utuh, wajah korban dalam kondisi dilakban dan tangan serta kakinya diikat.

Jasad tidak terlihat tenggelam karena air selokan yang dangkal.

Tempat penemuan mayat tersebut berada di sebuah lokasi yang sepi dan jauh dari pemukiman warga. Perlu menempuh jarak sekitar 100 meter untuk mencapai ke pemukiman tersebut.

Kondisi saluran air pun juga dipenuhi oleh semak-semak yang rimbun.

Polisi mengevakuasi jenazah korban (DOKUMEN POLSEK SEMARANG TENGAH)

Mayat tersebut diperkirakan sudah meninggal empat hari yang lalu dilihat dari kondisi baunya.

Setelah penemuan mayat tersebut, polisi kemudian langsung memasang garis polisi di lokasi penemuan mayat.

Seketika mayat dibawa ke RSUD Banjarnegara, kemudian menggunakan ambulans RSUD, mayat perempuan itu dibawa ke Semarang untuk penanganan selanjutnya.

Mayat yang merupakan seorang dosen kedokteran Undip tersebut dilaporkan hilang sejak Minggu (23/4/2017) lalu.

2. Niat awal pembunuh dosen kedokteran Undip ini

Dalam kasus ini telah ditetapkan dua tersangka.

Hal ini disampaikan oleh Kapolsek Semarang Tengah, Kompol Kemas Indra Natanegara melalui telepon, pada Sabtu (29/4/2017).

Dua tersangka tersebut adalah Parman (22) dan Supardi), keduanya merupakan warga Dusun Banyu Kembar, Desa Krangen Wetan, Watu Malang, Wonosobo.

Kemas mengatakan bahwa tersangka Supardi sudah ditangkap, namun Parman masih menjadi daftar pencarian orang (DPO).

Pembunuhan ini bermula dari Parman yang memasuki kamar korban di rumahnya melalui jendela dapur yang terbuka pada, Minggu (23/4/2017) sekitar pukul 12.00 WIB.

Kemas mengatakan niat awal para tersangka tersebut adalah untuk mencuri.

Berselang dua jam, korban yang baru pulang dari Jakarta dan pulang ke rumah, Parman langsung mencekik leher korban hingga meninggal.

Nanik Tri Mulyani (72), dosen Fakultas Kedokteran Undip semasa hidup. (ISTIMEWA)

3. Hal yang dilakukan tersangka setelah mencekik korban

Parman kemudian langsung menceritakan kejadian dirinya membunuh korban tersebut.

Lalu keduanya langsung pergi menuju ke parkiran Rumah Sakit Telogorejo Semarang untuk mengambil mobil Honda Freed B 1704 NME milik korban.

Lalu setelah mengambil mobil, keduanya kembali ke rumah korban pada sekitar pukul 18.00 WIB, kemudian selanjutnya mengangkat mayat korban dalam kondisi kaki dan tangan terikat, serta mulut dilakban.

Penuh Perlawanan! 4 Fakta Penangkapan Andi Lala, Otak Pembunuhan Satu Keluarga

Mayat korban dimasukkan para tersangka dalam bagasi mobil tersebut.

Setelahnya mereka langsung tancap gas menuju Wonosobo dengan membawa barang hasil jarahan seperti satu unit televisi, dua ponsel, satu kamera, satu CCTV, dan uang tunai 2 juta.

Mayat korban dibuang para pelaku pada Senin (24/4/2017) sekitar pukul 02.00 WIB.

Para pelaku selanjutnya berupaya untuk menjual mobil milik korban namun belum laku.

4. Pelaku ternyata sering tidur di lantai dua rumah korban

Keluarga Nanik Tri Mulyani terlihat tabah saat menunggu kehadiran jenazah di RSUP Kariadi Semarang, Sabtu (29/4/2017).

Jenazah sampai di RSUP Kariadi sekiyar pukul 18.00 WIB, diantar menggunakan mobil ambulans RSUD HJ Anna Lasmanah Banjarnegara.

Budi Raharjo Legowo, anak Nanik Tri Mulyani menceritakan perjumpaan terakhir dirinya dengan saat ibu pada saat Nanik mengunjunginya di Jakarta, Sabtu (22/4/2017) setelah pulang dari luar negeri.

Keesokan harinya ia mengantarkan ibunya ke Bandara Soekarno Hatta karena akan pulang ke Semarang.

Budi mengatakan bahwa ibunya tinggal di Jalan Plampitan nomer 58 bersama tujuh anak kos, namun ia tidak mengetahui secara detail siapa saja yang mengekos di rumah orangtuanya tersebut.

Namun, menurut Sebastian B Soediono, keponakan Nanik, ia mengatakan pada saat korban kembali ke Semarang pada hari Minggu (23/4/2017), korban sempat dihampiri oleh rekan kerjanya, Dr Dion yang mengembalikan kunci mobil dan rumah ke rumah korban.

Supardi, pelaku pembunuhan dosen Undip. (DOKUMEN POLSEK SEMARANG TENGAH)

Saat itu seorang pelaku bernama Pardi sudah menunggu korban di depan rumah.

Kunci-kunci tersebut langsung diterima korban sedangkan pelaku memasukkan koper korban ke dalam rumah.

Setelah memasukkan koper, korban tidak diketahui menghilang ke mana.

Kecurigaan itu muncul ketika anak korban tak bisa menghubungi untuk mencari tahu keberadaan ibunya.

"Karena dihubungi anaknya dari Minggu hingga Rabu kok tidak nyambung. Rabu malam sekitar pukul 10 malam saya cek rumahnya. Saya masuk dari lorong rumahnya," ujarnya.

Saat meninjau keberadaan rumah korban, Sebastian menemukan bekas congkelan pintu yang merupakan akses menuju ruang utama.

7 Fakta Tragedi Pembunuhan Satu Keluarga di Medan

Pelaku juga merusak besi nako yang menghubungkan dapur.

"Dari dapur, pelaku masuk pintu tembus ke ruang makan dan masuk ke ruang tidur. Padahal pelaku tidurnya di lantai dua yang terpisah dari ruang utama korban. Di rumah korban tidak ditemukan bercak darah. Saya curiga korban dieksekusi di ruang praktiknya," ujarnya.

Pada Kamis (26/4) dini hari, Sebastian menghubungi putra Nanik agar segera kembali ke Semarang untuk membuat laporan ke Polsek Semarang Tengah.

Laporan tersebut berdasarkan data awal yang dimilikinya.

"Waktu itu Pardi pamit dengan penghuni kos akan pulang kampung. Selanjutnya alamat pelaku didapatkan dari data pengganti KTP," ujarnya.

Misteri di Balik Pembunuhan Satu Keluarga di Medan Mulai Terkuak

5. Kejanggalan yang ada di kasus pembunuhan ini

Sebastian juga mengatakan, bahwa kecurigaan anak Nanik tersebut sudah terjadi sejak Jumat (21/4/2017).

Sebelum korban pulang dari negeri, CCTV rumah korban yang terkoneksi dengan anaknya mendadak hilang.

Hal ini dimungkinkan menjadi sebuah perencanaan pembunuhan yang dilakukan sebelum korban pulang.

Diketahui korban pergi ke India sejak sepuluh hari sebelum pulang ke Indonesia dan otak CCTV serta perekamnya hilang.

Kejanggalan lainnya pun diungkapkan oleh Budi Wisacsono, seorang News Analysis yang juga seorang Ketua Pusat Studi Kepolisian Undip.

Ada selang waktu dua jam saat pelaku masuk rumah korban, dengan kedatangan si korban. Pelaku masuk rumah sekitar jam 12.00 siang. Sedangkan kedatangan korban jam 14.00 siang.

Waktu dua jam ini apakah tidak cukup bagi para pelaku menggasak barang-barang korban? Mohon digarisbawahi dulu.

Pastinya kejanggalan ini masih dapat dianalisa lebih mendalam melalui kemungkinan-kemungkinan.

Mungkin saja pelaku sulit menemukan sesuatu yang dicari, kebetulan korban tiba-tiba datang.

Dalam kondisi terpergok, pelaku spontan menyerang korban dengan cara mencekik hingga meninggal.

Mungkin dengan meninggalnya korban itu dapat meleluasakan aktivitas pelaku dalam mengobrak-abrik rumah korban.

Kalau itu terjadi, alias terpergok, ya pembunuhan biasa atau tanpa direncana. Pasalnya sudah jelas 338.

Namun kalau si pelaku berada di rumah korban dalam waktu yang lama untuk membunuh, bisa masuk pasal 340, pembunuhan yang direncanakan. Hukumannya pun lebih berat.

Kejanggalan lainnya adalah, si pelaku bisa masuk dalam rumah korban secara mudah.

Padahal, lokasi Plampitan itu bisa dikatakan lokasi padat penduduk.

Bisa jadi pelaku sudah tahu kondisi lingkungan setempat, melalui pengamatan tentunya.

Atau sebut saja para pelaku sudah dikenali di lingkungan setempat, sehingga warga tak terlalu menaruh curiga.

Selanjutnya, usia pelaku sudah 22 tahun alias sudah bisa mikir.

Pelaku juga bisa mengemudikan mobil dan memiliki sepeda motor.

Hal tersebut patut dipertanyakan, siapakah pelaku sebenarnya? Apakah hubungannya dengan korban? Kalau diamati sepintas, mereka bisa digolongkan orang mampu.

Ada lagi. Kenapa setelah membunuh korban, pelaku tak langsung melarikan diri dengan barang-barang curian mereka? Kenapa mereka bisa tahu lokasi mobil korban ada di RS Telogorejo?

Dan yang paling penting, kenapa para pelaku itu kembali lagi ke rumah korban, hanya untuk membawa jenazah lalu membuang ke Banjarnegara? Kalau maling itu tak bisa mikir, setelah mendapat barang curian bisa langsung pergi.

Kondisi korban saat dilakukan autopsi sudah tidak dapat dikenali.

Seluruh anggota tubuhnya telah membengkak.

Selain itu, perhiasan serta rosario masih utuh melekat di tubuh korban. (TribunWow.com/Natalia Bulan Retno Palupi)