Tanggapan Menteri Perlindungan Anak Terhadap Festival Makan Mayit yang Bikin Gempar!

Penulis: Ekarista Rahmawati Putri
Editor: Tinwarotul Fatonah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNWOW.COM - Sebuah festival seni yang mengusung tema horor #makanmayit viral di media sosial.

Gagasan festival seni ini diciptakan oleh seniman Indonesia bernama Natasha Gabriella Tontey.

Festival makan mayit ini diselenggarakan pada Sabtu (25/02/2017).

Tak hanya namanya yang bikin merinding, menu-menu yang dihidangkan juga tak biasa.

Festival tersebut menampilkan makanan berbentuk tubuh bayi dan otak bayi yang dibuat dari ASI (Air Susu Ibu) dan juga keringat ketiak bayi.

Baca: Festival Makan Mayit Bayi Ini Banjir Kritikan Netizen!

Beberapa menu itu di antaranya puding yang berbentuk menyerupai janin dan otak bayi.

Makanan tersebut kemudian disuguhkan dalam suatu gelaran pameran di Footurama Jakarta pada bulan Januari 2017 kemarin.

Makan Mayit sebenarnya merupakan acara makan malam "vegetarian" yang disajikan dalam piring boneka bayi yang telah dibelah dan camilan berbentuk bayi.

Bukan banjir pujian karena festivalnya yang antimainstream, seniman ini malah menuai kritikan.

Bahkan Yohana Yembise, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), menanggapi fenomena tersebut.

Menurutnya, karya seni #MakanMayit melanggar norma kesusilaan.

“Hal ini sangat disayangkan, karya seni anak bangsa seharusnya merupakan ekspresi dari kreativitas yang diciptakan dan mengandung unsur keindahan bukan yang justru melanggar norma kesusilaan, kepatutan, dan agama. Negara ini melindungi anak-anak Indonesia sejak mereka masih dalam kandungan. Hal tersebut tidak tercermin dalam karya seni ini”, tutur Yohana dikutip dari kemenpppa.go.id.

Menteri Yohana juga beranggapan penggunaan ASI dan keringat ketiak bayi yang dimasukan ke dalam bahan makanan merupakan suatu hal di luar akal sehat dan tidak lazim untuk dilakukan.

ASI bukanlah konsumsi bagi orang dewasa.

“Penyalahgunaan ASI melalui karya seni yang disebarluaskan melalui pesan visual ini sangat rentan memberikan dampak negatif bagi masyarakat karena sesuatu yang tidak lazim jika digunakan akan menimbulkan protes di masyarakat,” terang Menteri Yohana.

Yohana juga khawatir perilaku tak wajar tersebut bisa ditiru oleh anak-anak.

“Belum lagi dampak bagi anak-anak kita yang melihat pesan visual ini melalui media sosial. Bukan hal yang mustahil anak-anak akan meniru perilaku tersebut”, tambahnya.

Sehingga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengimbau masyarakat untuk tidak menyebarluaskan kembali karya seni ini di media sosial.

Menurut Kementerian PPPA, menyebarluaskannya gambar atau konten tentang festival ini berarti berkontribusi dalam penyebarluasan konten yang negatif bagi anak-anak.

“Kami juga mendesak kepolisian untuk menindaklanjuti kasus ini karena karya seni ini telah melanggar norma kesusilaan, kepatutan, agama dan bila terbukti melanggar UU akan dikenakan Pasal 27 ayat 1 Undang- Undang ITE dan pasal 282 ayat 3 KUHP kesusilaan," tambah Yohana.

Ia juga berpendapat adanya kasus ini memungkinkan munculnya modus penjualan organ tubuh.

Hal itu termasuk ke dalam bentuk perdagangan orang di Indonesia, mengingat sudah banyak kasus serupa terjadi di luar negeri.

Bahkan sebelummnya gegernya Festival makan mayit di media sosial ini sampai membuat institusi Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) mengeluarkan pernyataan resmi karena berkaitan dengan ibu dan bayi.

Dikutip dari Surya Malang, disebutkan juga dalam praktiknya bahan yang digunakan dalam festival ini juga mengandung Air Susu Ibu (ASI).

Pada akun Instagram pribadi Natasha Gabriella Tontey, @roodkapje, menyebutkan ASI yang digunakan ia dapatkan dari institusi Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI).

Namun hal tersebut dibantah keras oleh pihak AIMI pada akun resmi Instagramnya, @aimijogja. (Kemenpppa.go.id/TribunWow.com/Ekarista Rahmawati P)