Kasus Korupsi EKTP
Hukuman Setya Novanto Disunat MA, Kapan Terpidana Korupsi E-KTP Bebas dari Penjara?
Mahkamah Agung (MA) meninjau dan mengabulkan apa yang diajukan oleh eks Ketua DPR RI terkait kasus korupsi Setya Novanto.
Penulis: Magang TribunWow
Editor: Elfan Fajar Nugroho
TRIBUNWOW.COM - Hukuman terpidana mantan ketua DPR RI, Setya Novanto semakin ringan setelah mendapat potongan dari Mahkamah Agung (MA).
Semula, Setya Novanto sebagai terdakwa kasus korupsi e-KTP divonis penjara selama 15 tahun, kini mendapat keringanan 2,5 tahun.
Mahkamah Agung (MA) meninjau dan mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) Setya Novanto.
Dengan begitu, Setya Novanto diperkirakan akan bebas pada Mei 2030.
Baca juga: Soroti Setya Novanto Bawa HP di Sukamiskin, ICW Desak Yasonna Laoly Pindah Setnov ke Nusakambangan
"Kabul. Terbukti Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, Pidana penjara selama 12 tahun dan 6 (enam) bulan," demikian keterangan dari putusan nomor 32 PK/Pid.Sus/2020, dikutip dari Tribunnews.com.
MA juga mengurangi masa pencabutan hak politik atau hak untuk menduduki jabatan publik Setya Novanto dari 5 tahun menjadi 2 tahun 6 bulan.
"Pidana tambahan mencabut hak terpidana untuk menduduki jabatan publik selama 2 tahun dan 6 bulan terhitung sejak terpidana selesai menjalani masa pemidanaan," demikian keterangan putusan tersebut yang dikutip dari laman resmi MA, Rabu (2/7/2025).
Setya Novanto adalah seorang politikus asal Jawa Barat yang diusung Partai Golkar.
Di partai beringin itu, Setya Novanto alias Setnov pernah menjabat sebagai Ketua Umum periode 2016-2017.
Jabatan tertinggi yang pernah diemban pria kelahiran Bandung, 12 November 1955 itu adalah Ketua Umum DPR RI periode 2014-2019.
Baca juga: Fakta Viral Foto Setya Novanto Bawa Handphone ke Lapas Sukamiskin, Ini Kata Ditjenpas Kemenkumham
Di tengah masa jabatannya, Setya Novanto mengundurkan diri terkait kasus pencatutan nama Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) dalam rekaman kontrak PT Freeport Indonesia
Sebelumnya, Setnov sempat duduk sebagai anggota DPR RI sejak 1999 hingga masa jabatan 2019 (tanpa putus) dari dapil Nusa Tenggara Timur (NTT) II.
Ia juga menjabat sebagai Ketua Fraksi Golkar periode 2009-2014.
Di masa mudanya, Setya Novanto pernah menjajal dunia model. Pada usia 21 tahun, ia terpilih sebagai Pria Tampan Surabaya tahun 1975.
Di sisi lain, Setnov ternyata pernah menjadi tukang beras, sopir, pembantu rumah tangga, hingga model untuk mengumpulkan uang kuliahnya.
Dia menempuh studi sarjana muda akuntansi di Universitas Widya Mandala, Surabaya dan melanjutkan kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti.
Dalam kehidupan pribadi, Setya Novanto menikah dua kali. Pertama, ia menikah dengan Luciana Lily Herliyanti dan dikaruniai dua anak, yaitu Rheza Herwindo dan Dwina Michaella.
Setelah bercerai dengan Luciana, ia lalu menikah lagi dengan Deisti Astriani Tagor dan memiliki dua anak, yaitu Giovanno Farrel Novanto dan Gavriel Putranto.
Nah, salah satu anak Setnov yaitu Gavriel Putranto Novanto kini menjadi anggota Komisi I DPR periode 2024-2029.
Ia diusung Partai Golkar untuk mewakili dapil NTT II, sama seperti dapil ayahnya sebelum tersandung kasus korupsi.
Baca juga: Penjelasan Ditjen Pas soal Foto Setya Novanto Bertani di Lapas Sukamiskin: Itu Pembinaan Kemandirian
Pada 17 Juli 2017, Setya Novanto ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus korupsi mega proyek e-KTP.
Kasus korupsi proyek e-KTP terendus akibat kicauan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
Dalam kasus ini, Nazaruddin menyebutkan, ada aliran dana yang mengalir ke sejumlah anggota DPR salah satunya Setya Novanto yang diperkirakan menerima uang senilai 2,6 juta dollar AS.
Keterlibatan Setya Novanto dalam kasus ini semakin kuat setelah namanya disebut dalam sidang perdana kasus tersebut.
Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa di Pengadilan Tipikor, Kamis (9/3/2017), Setya Novanto disebut memiliki peran dalam mengatur besaran anggaran e-KTP yang mencapai Rp 5,9 triliun.
Dari total anggaran tersebut, sebanyak 51 persen atau Rp 2,662 triliun digunakan untuk belanja modal atau belanja riil proyek.
Sementara sisanya, sebanyak 49 persen atau Rp 2,5 triliun dibagi-bagi ke sejumlah pihak.
Pada 17 Juli 2017, KPK lantas menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus e-KTP.
Dalam perjalanannya, Setya Novanto sempat berkali-kali tak hadir dalam pemeriksaan dengan berbagai alasan, mulai dari sakit hingga meminta KPK menunggu proses praperadilan selesai.
Hingga akhirnya, pada 15 November 2017, KPK menjemput paksa ke rumah Setya Novanto di Jalan Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa di Pengadilan Tipikor, Kamis (9/3/2017), Setya Novanto disebut memiliki peran dalam mengatur besaran anggaran e-KTP yang mencapai Rp 5,9 triliun.
Dari total anggaran tersebut, sebanyak 51 persen atau Rp 2,662 triliun digunakan untuk belanja modal atau belanja riil proyek.
Sementara sisanya, sebanyak 49 persen atau Rp 2,5 triliun dibagi-bagi ke sejumlah pihak.
Pada 17 Juli 2017, KPK lantas menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus e-KTP.
Dalam perjalanannya, Setya Novanto sempat berkali-kali tak hadir dalam pemeriksaan dengan berbagai alasan, mulai dari sakit hingga meminta KPK menunggu proses praperadilan selesai.
Hingga akhirnya, pada 15 November 2017, KPK menjemput paksa ke rumah Setya Novanto di Jalan Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Tim KPK lantas menjemput Setya Novanto di RS, kemudian mengantarnya ke RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, untuk menjalani perawatan karena mengalami luka-luka saat kecelakaan.
Selanjutnya, Setya Novanto mulai ditahan oleh KPK sejak 19 November 2017.
Saat menjalani sidang perdana pada 13 Desember 2017, dia tidak mau berbicara sama sekali dan memperlihatkan raut orang yang sedang dalam kondisi tidak sehat.
Namun, keterangan dokter yang memeriksa justru menyatakan, Setya Novanto sehat dan bisa menjalani persidangan.
Setelah menjalani beberapa kali persidangan, Setya Novanto dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013.
Baca juga: Penampilan Berbeda Setya Novanto di Lapas Sukamiskin, Bawa Sabit hingga Pakai Topi Caping Petani
Ia divonis 15 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsidair tiga bulan kurungan.
Setya Novanto juga diwajibkan membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik.
Majelis hakim juga mencabut hak politik Setya Novanto selama 5 tahun setelah selesai menjalani masa pidana.
Namun dengan dikabulkannya PK-nya oleh MA, Setya Novanto kini hanya perlu menjalani sisa masa tahanan selama beberapa tahun saja.
Bahkan Setya Novanto diprediksi akan bebas lebih cepat karena sebelum vonisnya didiskon, ia beberapa kali mendapatkan remisi.
Dari catatan Tribunnews.com, Setya Novanto pernah menerima remisi pada Idul Fitri 2023, 2024 dan 2025.
Kemudian pada peringatan HUT ke-78 RI, Novanto juga mendapat potongan hukuman 90 hari pada Agustus 2023.
(TribunWow.com/Peserta magang dari Universitas Islam Negeri Salatiga/Siti Khoirunisa)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Sosok dan Kasus Setya Novanto, Hukuman Eks Ketua DPR Makin Ringan usai Vonis Disunat MA, https://www.tribunnews.com/nasional/2025/07/02/sosok-dan-kasus-setya-novanto-hukuman-eks-ketua-dpr-makin-ringan-usai-vonis-disunat-ma?page=3.