Kapal Fiber Bangkitkan Semangat Nelayan dari Masalah Primer, Penyambung Asa di Pesisir Oelaba NTT
Hasan Saida, nelayan Oelaba yang turut merasakan bantuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan baik Kabupaten Rote Ndao maupun dari Provinsi NTT.
Penulis: Adi Manggala Saputro
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Debur ombak pantai mengiringi keseharian Hasan Saida, nelayan asal Kecamatan Loaholu, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Ya, Hasan Saida merupakan satu di antara nelayan yang menggantungkan hidupnya dari melaut dan bercocok tanam.
Berangkat sore pulang pagi sudah akrab bagi Hasan Saida.
Itu pun, jika cuaca mendukung.
"Kegiatan utama saya nelayan di laut. Ada juga bercocok tanam seperti siram sayuran sawi, kangkung, bayam," ujar Hasan Saida, Sabtu (9/12/2023).
"Berangkat jam 4 atau 5 sore. Kita berangkat tergantung pasang surut air, jadi tidak tetap, kadang-kadang juga sampai jam 1 atau dua pagi."
"Katakanlah jam 5 sore saya berangkat, durasinya itu 5-6 jam kadang jam 1 atau 2, tergantung cuaca, kalau cuaca kurang bagus 1-2 jam kita pulang," tambahnya.
Jaring, perahu fiber, dan peralatan lain ketika berlayar bak seperti sahabat karib untuknya.
Terlebih untuk jaring berukuran kurang lebih 15 sampai 20 inch yang merupakan alat utama dalam menyambung asa ketika ia melaut.
Namun, sebelum bercengkrama dengan jaring dan peralatan lainnya, tak lupa Hasan menyiapkan bahan bakar minyak (BBM) serta makan dan minum untuk perbekalan.
"Saya kebanyakannya sebagai penebar jala, persiapannya ya BBM, makan dan minum dan mempersiapkan perahunya," jelasnya.
Ketika melepaskan jaring di laut sebanyak dua kali, Hasan Saida dengan penuh kesabaran menanti seraya berharap ikan masuk ke dalam jaringnya.
Dua jam Hasan Saida menanti ikan-ikan bertebaran di jaring yang ia lempar.
Begitu rutinitas setiap hari yang dilakukan oleh pria asli Rote Ndao tersebut.
"Itu proses tebar jaring biasanya satu jam tergantung jaring yang kita bawa."
"Setelah kita tebar, kita tunggu hasilnya, kita tebar dua kali. Jadi, dua jam setelah itu baru bisa di angkat. Kadang juga satu jam tergantung cuaca, habis itu kita balik lagi, besoknya kembali lagi untuk tebar lagi," ungkap Hasan.
Lantas, bagaimana hasil ikan tangkapannya?
Sudah pasti, hasil tangkapan ikan Hasan Saida di setiap harinya tak menentu.
Jika beruntung, pria asli Pantai Oelaba itu sukses memanen ikan terbang, makarel, kembung dan ikan-ikan kecil lainnya.
"Kalau jaring yang saya tebar, biasanya dapat ikan terbang, terus ada juga itu ikan kalau di sini bilang ikan makarel, ada juga ikan kembung, sama ikan kecil-kecil," jelas Hasan.
Hasil itu pun juga belum tentu menghasilkan uang.
Terkadang, jika hasil tangkapan sedikit, Hasan memilih untuk membawanya pulang ke rumah.
Mengingat, kalau dijual ke pengepul, tak ada sepeserpun keuntungan yang didapatkan.
"Biasanya itu kita pakai sendiri kalau jumlahnya sedikit, kalau kita kasih ke pengepul, untungnya memang tidak ada," katanya.
Barulah, jika hasil tangkapan ikannya banyak, Hasan baru bisa membawa pulang uang di sakunya.
Bahkan, ia tak perlu menyetorkan ke pengepul, mereka dengan sendirinya akan berdatangan melakukan penawaran harga.
"Kalau banyak pengepul yang ambil," terang Hasan.
Lebih lanjut, ketika melaut, Hasan juga turut mengisi waktunya dengan mancing.
Hasil pancingnya sudah barang tentu ia jadikan untuk lauk di rumah.
"Yang dipakai sendiri biasanya ikan mincing, kalau ikan jaring kita pukul harga saja beberapa ekor harganya segini," kata Hasan.
Sementara ketika melaut, Hasan menuturkan tentang penentuan berapa jumlah nelayan yang akan turut serta melaut.
Biasanya ditentukan dengan berapa besaran jaring yang akan ditebar.
"Tergantung jaring yang kita bawa, kalau 20, 2-3 orang, kalau 15 inch satu orang," jelasnya.

Bantuan Perahu Tidar KKP dan Subsidi BBM untuk Nelayan Kecil di Pesisir Oelaba
Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir Pantai Oelaba dan mengawal berjalannya ekonomi biru, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Kabupaten Rote Ndao serta Provinsi Nusa Tenggara Timur saling bersinergi.
Hasan Saida menjadi satu di antara nelayan yang turut merasakan bantuan yang diberikan oleh KKP berupa perlengkapan melaut seperti kapal fiber, jaring dan peralatan lainnya secara lengkap.
"Kebanyakan kapal fiber yang diberikan, ya biasa kalau dikasih kapal sudah sama jaring, full box, sama mesin, jatuhnya siap pakai, dari provinsi siap pakai," jelas Hasan.
Awalnya, Hasan yang sudah menggeluti pekerjaannya sebagai nelayan sejak lama itu hanya ikut tetangga atau temannya ketika melaut.
Namun, setelah ada bantuan dari KKP Rote Ndao dan Nusa Tenggara Timur (NTT), Hasan kini sudah memiliki perlengkapan melaut secara pribadi.
"Saya nelayan sudah lama, awalnya saya tidak ada perahu sendiri, paling tidak ikut tetangga dan teman-teman."
"Setelah ada bantuan dari pemerintah, sekarang aktivitasnya semua di laut. Di sini biasanya ada bantuan melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan tingkat Kabupaten Rote Ndao," ungkapnya.
Tak hanya bantuan kapal fiber, KKP juga turut memberikan subsidi BBM yang bisa didapatkan nelayan langsung dari Pertamina.
"Sekarang ini dari KKP baru dikasih rekomendasi untuk kita bisa beli subsidinya di Pertamina langsung, sebelumnya tidak, kendala kita dulu harga bbm," kata Hasan.
Mekanismenya, KKP memberikan kartu nelayan yang nantinya harus dilengkapi dengan surat rekomendasi dari desa dan dinas perikanan setempat serta menyertakan surat-surat kapal.
"Sebenarnya sudah diberikan kartu nelayan di sini dari kkp, itu sebagai kelengkapan untuk mendapatkan subsidi bbm dengan dilengkapi rekomendasi dari desa dan dinas perikanan serta juga surat-surat kapal, harganya jadi Rp 7.500 untuk solar," jelasnya.
Namun, kendala jarak pom bensin dengan tempat tinggalnya sejauh 20 km membuatnya mau tidak mau harus membeli melalui pedagang eceran bbm seharga Rp 15 ribu.
"Pom bensinnya jauh, sekitar 20 km, saya kebanyakan beli di pengecer, daripada saya jalan 20 km, saya cari mudah, saya juga belum tentu dapat sampai di situ," terangnya.
Selain memberikan bantuan, KKP juga turut membentuk kelompok pengawas.
Tugasnya yakni untuk mengawasi baik nelayan atau masyarakat lainnya agar tidak melakukan hal-hal yang dilarang oleh pemerintah.
Seperti melakukan penebangan bakau, terumbu karang dan biota laut lainnya.
"Kadang-kadang dari KKP datang bentuknya kelompok, di sini ada kelompok pengawas laut buatan kkp."
"Tugasnya mengawasi hal-hal yang dilarang pemerintah di laut, penebangan bakau, mengambil terumbu karang dan mengambil biota laut yang dilarang," jelas Hasan.
Menurut Hasan, berbagai macam bantuan KKP sangat membantu para nelayan terutama untuk dirinya.
"Bantuan pribadi ada dari KKP Kabupaten, itu berupa kapal fiber sama jaring yang sangat membantu," ungkapnya.
Meski begitu, Hasan berharap KKP bisa merealisasikan satu keinginan masyarakat pesisir Pantai Oelaba yakni membuatkan akses lebih mudah dari bibir pantai sampai laut.
Hasan mengungkapkan, para nelayan di Oelaba sering kesulitan dalam mengeluarkan kapal fiber dari bibir pantai ke laut yang berjarak 50 meter.
Karena itu, mereka harus datang satu jam lebih awal yakni dari jam 4 sore hingga akhirnya baru bisa melaut pukul 5 sore.
Kalau terlambat sebentar saja, kapal fiber yang mereka gunakan untuk melaut sudah kandas karena pasang surutnya air yang sudah semakin jauh.
"Jarak dari bibir pantai ke tempat kita melaut itu cukup jauh, kalau air tinggi kita tidak bisa keluar. Mangkanya saya bilang tadi keluar sampai 4 sore karena saya menggeser perahu dulu, dari bibir pantai jauh jaraknya 50 m dari laut."
"Kalau terlambat satu dua jam sudah tidak bisa lagi keluar karena kapalnya sudah kandas, pasang surut air sudah jauh," pungkas Hasan.

(TribunWow.com/Adi Manggala S)