Breaking News:

Perang Israel Vs Hamas

Kesaksian Jurnalis di Gaza saat Melarikan Diri dari Serangan Israel: Anak-anak Berteriak di Jalan

Satu-satunya pembangkit listrik di Gaza telah kehabisan bahan bakar, dan pasokan medis serta makanan semakin menipis setelah serangan Israel.

Al Jazeera via Tribunnews.com
Serangan balasan Israel ke Jalur Gaza Palestina, Sabtu (7/10/2023). 

TRIBUNWOW.COM - Warga di Gaza, Palestina kini diperhadapkan masalah baru setelah satu-satunya pembangkit listrik telah kehabisan bahan bakar, dan pasokan medis serta makanan semakin menipis.

Tak hanya itu, ratusan orang juga turun ke jalan untuk menghindari serangan udara yang tiada henti.

Hal itu diungkapkan seorang jurnalis BBC News, Rushdi Abu Alouf di Kota Gaza seperti dikutip pada Kamis (12/10/2023).

Baca juga: Mengenal Hizbullah, Militan dari Lebanon yang Ikut Terlibat dalam Perang Hamas Lawan Israel

Rushdi Abu Alouf awalnya mengungkapkan dirinya disuruh tetangganya untuk pergi dari apartemen pada abu (11/10/2023) pukul 02.00 waktu setempat.

"Seorang tetangga menggedor pintu dan menyuruh saya pergi sekarang karena apartemen saya menjadi sasaran," kata Rushdi mengawali kesaksiannya.

Serangan udara dari pesawat tempur Israel terus berlanjut hingga hari kelima sejak kelompok milisi Hamas melakukan serangan terhadap Israel pada Sabtu (07/10).

Situasi bagi 2,3 juta penduduk di Gaza semakin genting, tidak ada jalan keluar dari wilayah kecil namun padat penduduk tersebut.

Satu-satunya pembangkit listrik di Gaza berhenti beroperasi sepenuhnya pada hari Rabu (11/10) pukul 14.00 waktu setempat, kata pihak berwenang.

Israel menghentikan pasokan kebutuhan pokok, termasuk bahan bakar, ke wilayah Gaza yang dikepung sejak Senin (09/10) sebagai balasan atas serangan Hamas.

Minimnya pasokan listrik membuat warga Gaza harus bergantung pada generator untuk mendapatkan listrik.

Namun tidak ada cara untuk mengimpor bahan bakar untuk generator.

Baca juga: Bergetar Menahan Tangis saat Pidato Konflik Palestina-Israel, Prabowo sampai Dipeluk PM Palestina

Kini hanya ada sedikit harapan untuk meninggalkan wilayah tersebut, setelah pos perbatasan Israel ditutup dan Mesir terpaksa menutup satu-satunya pos perbatasan dengan Gaza karena serangan udara di dekatnya.

Saya mencoba mengevakuasi keluarga saya, karena tidak jelas apa yang mungkin terjadi di sini di masa depan – tetapi itu tidak mungkin.

Pada Selasa (10/10) dini hari, saya membangunkan ketiga anak saya, kami mengambil perlengkapan darurat kami dan menuju ke rumah sakit.

Namun sesampainya di sana, ratusan orang memblokir pintu masuk - mereka pun mencari tempat untuk berteduh semalaman.

Anak-anak yang setengah tertidur berteriak ketika mereka tersandung di jalanan dengan roket beterbangan di atasnya.

Pada Rabu pagi, Hamas mengatakan 30 orang tewas dalam serangan semalam.

Secara total, lebih dari 1.000 warga Gaza tewas akibat serangan udara Israel.

Militer Israel mengatakan mereka telah mencapai 450 sasaran di Jalur Gaza dalam 24 jam terakhir.

Serangan udara dimulai setelah militan Hamas melintasi perbatasan Israel dan melancarkan gelombang serangan terhadap warga di wilayah selatan negara itu, menewaskan sedikitnya 1.200 warga Israel.

Diperkirakan 150 orang telah disandera oleh Hamas.

Israel mengumumkan “pengepungan total” di Gaza pada hari Senin, menyatakan listrik, makanan, bahan bakar dan air akan diputus.

Dampak dari pengepungan tersebut kini terlihat dengan jelas.

Pada hari Selasa, saya bertemu dengan seorang perempuan di supermarket yang sedang menjelajahi rak-rak toko, mencari susu untuk bayinya.

Baca juga: Hamas dan Israel Berkonflik, Paus Fransiskus yang Sakit, Khawatirkan Warga di Gaza yang Dikepung

Dia hanya punya setengah botol tersisa, tapi supermarket itu kosong.

Sekitar 80 persen orang di Gaza bergantung pada bantuan kemanusiaan bahkan sebelum perang terbaru dimulai – dan badan PBB untuk pengungsi Palestina mengatakan setidaknya satu juta orang tidak bisa mendapatkan jatah makanan mereka sejak hari Sabtu.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyerukan agar koridor kemanusiaan dibuka di wilayah tersebut.

Namun di sini, warga sipil tidak bisa berharap banyak hal itu akan terjadi.

Seorang dokter terkemuka keturunan Inggris-Palestina, Dr Ghassan Abu-Sittah, mengatakan kepada BBC bahwa sistem kesehatan di Gaza akan kolaps dalam waktu sepekan kecuali bantuan diizinkan masuk.

“Semua tempat tidur [di rumah sakit] penuh. Pasien yang memerlukan operasi tidak dapat menjalani operasi karena ruang operasi beroperasi pada kapasitas maksimum,” katanya.

Menurutnya, apa yang terjadi saat ini adalah

serangan paling berdarah yang pernah dia lihat sejak dia mulai bekerja di Gaza sejak 40 tahun silam.

"Karena orang-orang terluka di rumah mereka, sekitar 30-40 persen yang terluka adalah anak-anak. Seluruh keluarga yang dibawa mereka dalam kondisi terluka."

"Dalam perang, Anda mencoba untuk memulangkan pasien lebih awal sehingga Anda dapat mengosongkan tempat tidur, namun pasien-pasien ini semua berasal dari rumah-rumah yang telah hancur sehingga Anda tidak dapat mengirim mereka kembali ke jalan,” katanya.

Pemimpin Hamas mengatakan dia tidak akan menegosiasikan pertukaran tahanan untuk mendapatkan makanan dan obat-obatan, dan dia tidak akan bernegosiasi dengan Israel ketika wilayahnya diserang.

Kepala hak asasi manusia PBB mengatakan pengepungan adalah tindakan ilegal menurut hukum internasional.

Badan-badan PBB juga mengutuk pembunuhan massal yang dilakukan Hamas dan meminta mereka untuk melepaskan sandera yang mereka sandera.

Meskipun Israel bersikeras bahwa mereka tidak menargetkan penduduk sipil di Gaza, masyarakat di sini merasa keputusan untuk memotong pasokan air, makanan, medis dan listrik kepada 2,3 juta orang adalah hukuman kolektif.

Masyarakat di Gaza tahu seperti apa itu perang, tapi perang kali ini terasa berbeda. (*)

Baca berita lainnya

Artikel ini telah tayang di BBC Indonesia dengan judul Gaza: ‘Anak-anak berteriak di jalan saat kami melarikan diri dari serangan udara'

Sumber: BBC Indonesia
Tags:
BBCJurnalisGazaHamasIsraelPalestina
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved