Konflik Rusia Vs Ukraina
Dibebaskan dari Penjara, 28 Ribu Napi Rusia yang Dikirim ke Ukraina Tewas hingga Jadi Tahanan Musuh
Berikut nasib puluhan ribu napi yang awalnya direkrut oleh kelompok tentara bayaran Rusia Grup Wagner.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Puluhan ribu tahanan yang berada di penjara Rusia sempat direkrut oleh kelompok tentara bayaran asal Rusia Grup Wagner.
Narapidana yang direkrut beragam, mulai dari pembunuh, pemerkosa, pencuri hingga pengedar narkoba.
Dikutip TribunWow dari thesun, menurut info dari pejabat pemerintahan Ukraina, total ada 28 ribu narapidana yang tewas, terluka hingga ditangkap seusai dikirim ke Ukraina.
Baca juga: Pengakuan Komandan Wagner Rusia yang Kabur dari Perang Ukraina, Ungkap Kekejaman di Medan Perang
Sebelum diminta ikut ke medan perang, para narapidana ini dijanjikan akan dibebaskan jika bisa bertahan hidup hingga enam bulan tak peduli seberapa berat rekam jejak kriminal mereka.
Untuk para tentara bayaran Rusia yang tewas, kini mereka dimakamkan di sebuah kompleks pemakaman baru di Bakinskaya, Krasnodar.
Aktivis Rusia, Vitaly Votanovsky menjelaskan, kompleks kuburan tersebut yang awalnya kosong mulai banyak terisi dalam lima bulan terakhir.
Bos Grup Wagner Yevgeny Prigozhin telah mengonfirmasi bahwa kompleks pemakaman itu memang digunakan untuk mengubur para tentara bayaran Rusia yang tewas di medan perang di Ukraina.
Sebelumnya diberitakan, Yevgeny Prigozhin, seorang bos tentara bayaran asal Rusia yakni Grup Wagner terekam sedang merekrut kriminal di sebuah penjara di Rusia.
Dalam video tersebut, terdengar Prigozhin menjanjikan kepada para narapidana akan dibebaskan jika bersedia bekerja sebagai tentara bayaran di bawah Grup Wagner selama enam bulan.
Dikutip TribunWow dari bbc, setelah video ini viral, Prigozhin memberikan pesan kontroversial lewat sosial media ke publik.
Baca juga: Biden Dorong Ukraina ke Jalan Sesat, Dubes Rusia Sebut AS Manfaatkan Konflik untuk Uji Senjata Baru
Pesan pertama, Prigozhin bercerita jika dirinya dipenjara maka ia akan bergabung dengan Grup Wagner demi membantu Tanah Air Rusia.
Prigozhin turut mengirimkan pesan kepada warga yang memprotes kebijakan mengirimkan narapidana untuk berperang di Ukraina.
"Kontraktor militer swasta dan narapidana atau anak Anda - tentukan pilihan Anda," ujar Prigozhin.
Menanggapi isu ini, Kementerian Pertahanan Inggris berpendapat Rusia saat ini sedang mengalami krisis kekurangan personil.
Di sisi lain, Presiden Rusia Vladimir Putin mengklaim negaranya justru diuntungkan seusai melakukan operasi militer spesial di Ukraina.
Putin membantah negaranya mengalami kerugian akibat melakukan invasi ke Ukraina.
Dikutip TribunWow dari rt, Putin sendiri menjelaskan aksi pasukan militer Rusia di Ukraina bukanlah invasi melainkan misi untuk mengakhiri perseteruan yang terjadi di daerah tersebut.
Baca juga: Sorot Sikap Negara Barat Bela Ukraina, Rusia Khawatirkan Keselamatan Putin saat Terbang ke Indonesia

Pernyataan ini disampaikan oleh Putin saat menghadiri forum ekonomi timur di Vladivostok, Rabu (7/9/2022).
Menurut Putin, baik saat ini atau ke depannya, Rusia tidak akan rugi karena operasi militer di Ukraina.
Ia justru menegaskan bahwa konflik antara Ukraina dan Rusia semakin memperkuat kedaulatan Rusia.
"Ya, ada polarisasi tertentu yang terjadi baik di dunia maupun di dalam negeri, tapi saya yakin ini hanya akan menguntungkan kita," kata Putin.
"Karena segala sesuatu yang tidak perlu, berbahaya, dan menghalangi kita untuk maju akan ditolak."
"Semua langkah kita bertujuan untuk memperkuat kedaulatan kita," sambungnya.
Putin berdalih, Rusia akan memastikan membantu sampai akhir dan membawa perdamaian untuk rakyat di Donbas.
"Ini adalah tugas kita dan kita akan memenuhinya sampai akhir," kata Putin.
"pada akhirnya, ini akan mengarah pada penguatan negara kita, baik dari dalam maupun dari sudut pandang politik luar negeri," tegasnya.
Baca juga: Rusia Disebut Kerahkan Tentara Terluka hingga Napi untuk Perang Ukraina, Putin Kekurangan Pasukan?

Upaya Putin Ambil Jalan Damai
Eks Presiden Rusia Dmitry Medvedev menyebut operasi militer di Ukraina terpaksa dilakukan sebab kepentingan negara Rusia telah dalam kondisi terancam.
Medevedev menyebut pemerintahan Presiden Rusia Vladimir Putin tidak akan melakukan operasi militer di Ukraina jika kepentingan negara Rusia tidak terancam.
Dikutip TribunWow dari Tass, pernyataan ini disampaikan oleh Medvedev pada Jumat (26/8/2022).
Baca juga: Eks Presiden Rusia Prediksi Pasukan Militer Ukraina akan Kudeta Pemerintahan Zelensky demi Hal Ini
"Mereka sudah dalam ancaman. Kepentingan vital Rusia sudah terancam," ujar Medvedev.
"Itulah sebabnya operasi militer khusus dilakukan untuk mempertahankan Donbass, demiliterisasi angkatan bersenjata Ukraina dan untuk mendenazifikasi negara itu," sambungnya.
Medvedev menjelaskan, sebelumnya pemerintah Rusia sempat mencoba berunding dengan pemerintah Ukraina berkali-kali.
Tak hanya dengan Ukraina, upaya berunding juga dilakukan dengan Eropa dan Amerika Serikat (AS).
"Tetapi perundingan tersebut berakhir sia-sia. Tidak ada yang mendengarkan kami," jelas Medvedev.
Di sisi lain, Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu menuding AS memiliki agenda tersendiri di Asia Tenggara.
Dilansir TribunWow.com, orang kepercayaan Presiden Rusia Vladimir Putin tersebut mengatakan AS berusaha membongkar arsitektur keamanan yang sudah mapan di Asia Tenggara.
AS diduga memanfaatkan keadaan lantaran hal ini dilakukan di tengah terjadinya konflik Rusia dan Ukraina yang berdampak di sejumlah aspek.
Baca juga: Ukraina Klaim 300 Anak Disekap di Rusia, Pasukan Putin Dituding Organisir Adopsi Ilegal
Menurut Shoigu, upaya tersebut dilakukan AS untuk memastikan hegemoni globalnya.
Adapun pernyataan ini diungkap Shoigu pada pertemuan militer SCO pada hari Rabu (24/8/2022).
"Adapun di sisi selatan organisasi kami, Asia Tenggara, kami juga menyaksikan serangkaian kontradiksi transnasional yang kompleks." ucap Shoigu dikutip media Rusia TASS.
"Titik panas ketegangan sedang dibentuk dengan skenario perkembangan yang sulit diprediksi. Untuk memastikan hegemoni globalnya, Washington berusaha memecah arsitektur keamanan regional," tandas pejabat tinggi militer Rusia itu.
Untuk itu, kata dia, sedang dibentuk blok-blok politik-militer seperti QUAD dan AUKUS.
"Negara-negara di kawasan itu ditarik ke dalam kerja sama dengan NATO. Mengikuti Eropa, sebuah front sedang disatukan untuk menahan China," beber Shoigu.
"Apa yang disebut masalah Taiwan sengaja diperburuk, dan sengketa teritorial di Laut China Selatan dan Laut China Timur sedang dicetuskan."
"Keamanan di kawasan ini hanya dapat dipastikan dengan upaya bersama dengan tetap memperhatikan kepentingan semua negara dengan peran sentral ASEAN dan mekanisme interaksi multilateral lainnya".

Baca juga: VIDEO - Buntut Kunjungan Senator AS, 9 Pesawat Tempur China Bermanuver di Taiwan
Sebelumnya, Duta Besar China untuk Rusia, Zhang Hanhui, menuding pemerintah Amerika Serikat (AS) disebut ingin membuat Rusia semakin lemah lewat konflik yang terjadi di Ukraina.
Dikutip TribunWow dari rt, Zhang menjabarkan bagaimana ide ekspansi NATO ke timur sebenarnya didorong oleh AS.
Zhang juga menyampaikan bagaimana AS adalah inisiator yang menyebabkan terjadinya krisis di Ukraina.
Berdasarkan penjelasan Zhang, AS terus memberikan sanksi kepada Rusia serta menyuplai senjata ke Ukraina supaya perang bisa terus berlanjut.
AS diketahui berharap dapat melemahkan Rusia lewat strategi tersebut.
Zhang juga menyinggung bagaimana AS turut ikut campur dalam masalah internal pemerintahan China lewat kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan.
Menurut Zhang aksi AS mengganggu Rusia dan China memiliki tujuan yang sama yakni menghambat perkembangan negara.
Baca juga: Pakai Meme, Diplomat China Ledek Negara Eropa yang Menderita karena Musuhi Rusia di Konflik Ukraina
Kemudian Zhang mengungkit bagaimana AS berniat untuk mengembalikan masa-masa perang dingin.
Zhang juga mengklaim saat ini sudah terjadi perang dingin jilid 2.
Ia menilai apa yang dilakukan oleh AS telah merusak aturan internasional dan menciptakan ketidakseimbangan di dunia.
Zhang menyatakan, kunjungan Nancy Pelosi ke Taiwan tidak akan mengubah sikap China terhadap Taiwan.
(TribunWow.com/Anung/Via)