Konflik Rusia Vs Ukraina
Antisipasi Pemberontakan, Intelijen Rusia Awasi Ketat Keluarga Tentara Moskow yang Tewas di Ukraina
FSB Rusia dikabarkan mengawasi keluarga para tentara yang tewas untuk mencegah timbulnya protes dan kritik akibat invasi.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Pemerintah Rusia dikabarkan mengawasi keluarga para tentara yang tewas saat berperang di Ukraina.
Dilansir TribunWow.com, menurut intelijen militer Ukraina, pemerintah berjaga-jaga jika mereka menyuarakan penentangan publik terhadap konflik yang sedang berlangsung.
Seperti dilaporkan Newsweek, kabar ini dibagikan dalam sebuah laporan direktorat intelijen militer Ukraina yang diterbitkan pada hari Minggu, (10/7/2022).
Baca juga: Ukraina Berencana Lawan Balik, Rusia Kini Gencarkan Serangan di Kharkiv hingga Odesa
Dikatakan bahwa Layanan Keamanan Federal Rusia (FSB) untuk wilayah Kostroma barat mengajukan permintaan untuk memantau individu-individu tertentu.
Dalam keterangan, disebutkan bahwa FSB, badan keamanan utama Kremlin, meminta kepala distrik kota Vohomsk, untuk memberikan informasi latar belakang tentang sejumlah warganya.
Mereka disebut akan cenderung melakukan kejahatan di bawah undang-undang baru yang ketat menindak kritik atau perbedaan pendapat terkait perang.
"Penyebarluasan informasi palsu dan tindakan untuk mendiskreditkan Angkatan Bersenjata Federasi Rusia dan partisipasi mereka dalam agresi terhadap Ukraina," menurut laporan Direktorat Intelijen Utama Kementerian Pertahanan Ukraina.
"Saat mengumpulkan informasi seperti itu, perhatian khusus diberikan kepada kerabat dekat prajurit yang tewas di wilayah Ukraina atau berpartisipasi dalam perang."

Baca juga: Protes Pemerintah Putin, Warga Rusia Tolak Penugasan Wamil yang Selamat dari Kapal Moskva ke Ukraina
Sebagaimana diketahui, Parlemen Rusia pada bulan Maret meloloskan undang-undang yang menjatuhkan hukuman penjara hingga 15 tahun bagi pihak yang karena sengaja menyebarkan berita 'palsu' tentang tentara Rusia.
Kremlin telah menggunakan hukum ini untuk menindak mereka yang menyimpang dari narasi perang Putin.
Pada hari Jumat, wakil kota Moskow Alexei Gorinov menjadi orang pertama yang menerima hukuman jangka panjang di bawah undang-undang baru tersebut.
Pria berusia 60 tahun itu dijatuhi hukuman tujuh tahun oleh pengadilan di ibu kota Rusia karena mengkritik apa yang disebut Putin sebagai operasi militer khusus.
Dia juga dilarang memegang jabatan publik selama empat tahun setelah dibebaskan.
Dan pada bulan Juni, politisi Rusia dan mantan kandidat Duma Negara Mikhail Lobanov ditahan selama 15 hari karena dinilai mendiskreditkan militer negara itu di jaringan media sosialnya.
Dia diperintahkan untuk membayar denda 40 ribu rubel (sekitar Rp 10 juta).
Baca juga: Media Rusia Sebut Orang Amerika Tak Percaya pada Joe Biden, Anggap Krisis Energi Bukan Salah Putin
Kisah Mengerikan di Balik Insiden Moskva
Pasukan Rusia dilaporkan diam-diam melakukan operasi untuk mengeluarkan jenazah dari kapal penjelajah Moskva yang tenggelam.
Evakuasi tersebut dilakukan setelah banyaknya protes dari keluarga para pelaut yang menuding Presiden Rusia Vladimir Putin berbohong.
Pasalnya, sejumlah awak yang tenggelam di kapal Moskva ternyata merupakan para remaja wajib militer yang seharusnya tak ikut berperang.
Ada pula dugaan bahwa pemerintah sengaja membiarkan para awak kapal tenggelam demi menutupi fakta.
Baca juga: Ada Peran AS di Balik Serangan Ukraina ke Kapal Perang Rusia, Juga Bantu Bunuh Jenderal Rusia
Dilansir TribunWow.com dari Daily Mail, Rabu (25/5/2022), kapal kebanggaan Armada Laut Hitam Putin itu ditenggelamkan pada 14 April oleh serangan rudal Neptunus Ukraina.
Namun Rusia mengklaim kapal itu berlubang dan tenggelam saat diderek menuju pelabuhan angkatan laut Sevastopol.
Rusia masih belum mengakui jumlah korban tewas yang besar, sejauh ini hanya mengakui satu korban dari pukulan memalukan terhadap upaya perang Kremlin.
Namun intelijen militer Ukraina mengklaim Rusia melakukan operasi penyelamatan selama dua minggu yang melibatkan tujuh kapal setelah tenggelamnya kapal tersebut.
"Mereka mengambil mayat, memindahkan semua peralatan yang diklasifikasikan, dan membersihkan kapal penjelajah ini," kata Vadym Skibitskyi, juru bicara direktorat intelijen utama kementerian pertahanan Kyiv.
"Mereka mengambil apa yang seharusnya tidak jatuh ke tangan negara ketiga."
Ini adalah kapal perang Rusia terbesar yang ditenggelamkan sejak Perang Dunia II dan yang pertama dari ukuran sejenis sejak kapal Jenderal ARA Belgrano selama Perang Falklands pada tahun 1982.
Evakuasi jenazah itu dilakukan di tengah setelah meningkatnya kemarahan dari kerabat awak kapal atas dugaan ditutup-tutupinya nasib para pelaut oleh pihak berwenang Rusia.
Seorang ayah yang memimpin aksi protes tersebut, Dmitry Shkrebets (43), mengecam pemerintahnya.
"Tidak ada upaya penyelamatan. Petugas melarikan diri dari kapal seperti tikus, para pelaut ditinggalkan," ujar Shkrebets.
"Putin akan menjawab secara pribadi. Dia terbiasa berbohong."

Dia kehilangan putranya Yegor (20), dalam insiden tenggelamnya kapal itu.
"Ingin tahu mengapa tidak ada korban selamat yang terluka parah dari Moskva? Karena mereka menenggelamkan mereka bersama dengan kapal penjelajah," tuding Shkrebets.
"Mereka tidak bisa menarik kapal ke Sevastopol, karena semua orang akan menyadari apa yang terjadi, jadi dalam semalam 13-14 April mereka menariknya lebih jauh ke selatan, dan menenggelamkannya."
"Ini adalah kebenaran telanjang. Kebenaran yang menakutkan dan mengerikan, dan aku akan membuktikannya."
"Waktu akan berlalu, dan aku akan membuktikannya. Lihatlah binatang-binatang mengerikan yang kita miliki sebagai otoritas kita."
Dia menegaskan putranya adalah seorang wajib militer yang belum menandatangani kontrak untuk berkarir di angkatan laut, seperti banyak orang lain di kapal.
"Rasa sakitnya tak terbendung," kata Shkrebets.
"Jika Yegor telah menandatangani kontrak, saya akan diam, karena itu berarti dia dilatih dan siap berperang, tetapi dia tidak melakukannya, dan ada banyak orang seperti dia."
"Keadaan kematian mereka mengerikan, mereka dikhianati dan dibiarkan mati."
Karenanya, Shkrebets akan melakukan penyelidikan dan menuntut pihak yang bertanggung jawab.
"Dan sekarang para perwira tinggi militer harus dipecat. Waktunya akan tiba, dan saya akan mempublikasikan penyelidikan besar tentang apa yang terjadi," tegas Shkrebets.
"Ada pengkhianatan dan kecerobohan di sana. Saya akan mengatakan lebih banyak tentang itu nanti, jika kita hidup untuk melihatnya."
Laksamana Igor Osipov (49), yang bertanggung jawab atas Armada Laut Hitam, belum terlihat sejak kapal Moskva kapalnya tenggelam.
Hal ini memicu desas-desus bahwa ia telah diskors dan ditahan atau bahkan berada di kapal.
Tetapi sumber armada mengatakan dia tetap di mejanya tetapi tidak bersedia untuk menghadiri setiap acara.(TribunWow.com/Via)