Konflik Rusia Vs Ukraina
Minta Ukraina Dilindungi seperti Anggota NATO, Zelensky Ungkit Janji Rusia dan AS Tahun 1994
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memperingatkan apabila Ukraina jatuh maka seluruh negara Eropa terancam akan ikut diserang oleh Rusia.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky diketahui sudah tak berharap banyak dapat bergabung menjadi anggota pakta pertahanan NATO.
Namun meskipun sudah menyerah bergabung, Zelensky masih berharap Ukraina bisa mendapat perlindungan layaknya anggota NATO walaupun tidak bergabung.
Dikutip TribunWow.com dari rt.com, harapan ini disampaikan oleh Zelensky pada Selasa (5/7/2022).
Baca juga: Rahasia Ukraina Terbongkar, Hacker Rusia Publikasikan Ribuan Identitas Agen Intelijen Kiev
Zelensky mengungkit bagaimana dalam Memorandum Budapest di tahun 1994, terdapat sebuah perjanjian Ukraina akan mendapat perlindungan dari Rusia, Amerika Serikat (AS) dan Inggris.
Kala itu syarat perlindungan itu adalah Ukraina mau menyerahkan senjata nuklir yang dimiliki pada era Uni Soviet.
Ketika itu, ketiga negara tersebut juga berjanji tidak akan menyerang Ukraina.
Zelensky mengatakan, jaminan di bawah memorandum Budapest tersebut saat ini sudah hancur.
Zelensky menyampaikan, negara-negara Eropa juga terancam akan ikut diserang apabila Ukraina kalah melawan Rusia.
"Rusia melihat wilayah negara kami sebagai pijakan untuk menguasai negara Eropa yang lain," kata Zelensky.
"Artinya, menjamin keamanan Ukraina adalah untuk menjamin keamanan seluruh Eropa dalam jangka panjang."
Zelensky mengatakan, Ukraina saat ini masih menjadi zona abu-abu sehingga Rusia berani mengirimkan pasukan militernya ke dalam wilayah Ukraina.
Baca juga: Aktif di YouTube Cerita Pengalaman Ikut Perang, Model Asal Brasil Tewas di Ukraina
Cara Hentikan Rusia Versi Zelensky
Di sisi lain, Zelensky yakin Rusia tidak akan dapat melanjutkan perang melawan Ukraina.
Dilansir TribunWow.com, kondisi ini dapat terjadi jika semua sanksi, yang dijatuhkan pada Rusia oleh negara-negara global, bisa diterapkan sepenuhnya.
Seperti dilaporkan media Ukraina Ukrinform, Selasa (5/7/2022), pernyataan ini dibuat oleh Zelensky pada pembukaan Konferensi Meja Bundar Pemerintahan Ekonomis Tahunan ke-26, ketika menjawab pertanyaan para peserta.
Baca juga: Akui Ketergantungan, Turki Buka-bukaan Alasan Tak Mau Sanksi Rusia terkait Konflik di Ukraina
"Semuanya memiliki efek yang kuat ketika 100 persen diterapkan. Dengan demikian, semua sanksi yang diperkenalkan dan dipilih memperkuat sikap dunia terhadap posisi agresif Rusia. Tapi, ini tidak cukup, karena beberapa orang mencari solusi bisnis, dll," ujar Zelensky.
"Jika semua sanksi diperkenalkan oleh Uni Eropa, dan semua sanksi diperkenalkan secara terpisah oleh Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Australia dan seluruh dunia, jika semua sanksi ini diterapkan 100 persen, tanpa pengecualian, saya yakin itu tidak akan mudah bagi dunia, tetapi akan sangat sulit bagi Rusia, dan itu akan mengakhiri perang."
Dalam kata-katanya, Zelensky mengatakan sanksi itu diperkenalkan bukan hanya karena Ukraina, tetapi karena pelanggaran hukum internasional, kebebasan berbicara, hak asasi manusia dan prinsip-prinsip demokrasi.
"Sanksi ini perlu diintensifkan, karena Rusia tidak akan berhenti di Ukraina. Jika kita tidak menghentikan mereka (Rusia-red.) di Ukraina, mereka tidak akan berhenti dan akan melanjutkan kebijakan mereka," beber Zelensky menekankan.
Sebagai informasi, pada akhir Mei 2022, Uni Eropa memperkenalkan paket sanksi keenam terhadap Rusia, termasuk larangan parsial impor minyak mentah Rusia yang dikirim melalui laut.
Adapun akibat sanksi yang dijatuhkan, Rusia disebut telah gagal membayar utang luar negerinya untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu abad.
Dilansir dari Newsweek, Senin (27/6/2022) negara itu pun semakin tersisih secara ekonomi, finansial, dan politik, di tengah perang Presiden Rusia Vladimir Putin melawan Ukraina.
Disinyalir hal ini akan berakibat buruk pada perekonomian Rusia selama beberapa waktu mendatang.
Rusia telah gagal memenuhi tenggat waktu pada Minggu (26/6/2022) malam, untuk masa tenggang 30 hari atas pembayaran bunga sebesar 100 juta dolar AS pada dua Eurobonds yang awalnya jatuh tempo pada 27 Mei.
Kremlin telah berulang kali mengatakan bahwa pihaknya memiliki dana untuk melakukan pembayaran 100 juta dolar AS.
Tetapi sanksi keras yang dijatuhkan oleh negara-negara Barat sebagai tanggapan atas perang Putin, yang dimulai pada Februari, membuat hal itu tidak mungkin dilakukan.
Dua sumber secara terpisah mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa beberapa pemegang obligasi Rusia dari Taiwan dalam mata uang euro belum menerima pembayaran bunga pada hari Senin.
Itu terjadi setelah Kantor Pengawasan Aset Asing (OFAC) Departemen Keuangan AS pada akhir Mei secara efektif menghentikan Rusia melakukan pembayaran.
Lembaga pemeringkat internasional diharapkan untuk menyampaikan pernyataan resmi tentang kegagalan Rusia atas utang luar negerinya, yang pertama terjadi sejak revolusi Bolshevik pada tahun 1918.
Sebuah kegagalan membayar utang (default) berarti bahwa Rusia tidak akan dapat mengakses pasar pinjaman internasional sampai membayar kembali kreditur secara penuh, dan menyelesaikan setiap kasus hukum yang berasal dari default.
Baca juga: Galang Dana Lawan Pasukan Militer Rusia, Sekelompok Wanita Ukraina Jual Foto Tanpa Busana
Chris Weafer, mantan kepala strategi di bank terbesar Rusia Sberbank-CIB dan kepala eksekutif di konsultan Macro Advisory yang berbasis di Moskow, mengatakan kepada program BBC Today bahwa default formal akan memicu pembayaran sejumlah besar utang negara.
"Beberapa bagian dari utang itu sekarang akan jatuh tempo secara otomatis karena akan ada klausul pelunasan lebih awal di semua instrumen utang, jadi jika anda gagal bayar pada salah satunya biasanya memicu permintaan segera untuk pembayaran utang lainnya, jadi Rusia pasti bisa menghadapi pelunasan utang segera sebesar sekitar $20 miliar pada tahap ini," tutur Weafer.
Timothy Ash, ahli strategi senior pasar negara berkembang di Bluebay Asset Management, menggemakan analisis Weafer, memperingatkan dampak jangka panjang yang bisa terjadi pada negara itu.
"Default ini akan berdampak pada peringkat Rusia, akses pasar dan biaya pembiayaan untuk tahun-tahun mendatang," kata Ash kepada CNBC.
"Dan penting di sini, mengingat Departemen Keuangan AS memaksa Rusia untuk default, Rusia hanya akan dapat keluar dari default ketika Departemen Keuangan AS memberi pemegang obligasi lampu hijau untuk menegosiasikan persyaratan dengan kreditur asing Rusia." (TribunWow.com/Anung/Via)