Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

5 Fakta Sanksi Ekonomi ke Rusia, Diakui Musuh Bisa Bertahan hingga Peringatan Putin ke AS dkk

Negara-negara barat kompak memberikan sanksi kepada Rusia seusai Presiden Vladimir Putin melancarkan invasi ke Ukraina.

Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
Kolase Tobias Schwarz/AFP dan youtube the Guardian
Foto kiri: Presiden Rusia Vladimir Putin memberikan pidato dalam acara Forum Ekonomi Internasional di St Petersburg pada Jumat (17/6/2022). Foto kanan: Para pimpinan negara anggota G7 melakukan pertemuan di Jerman, Minggu (26/6/2022) membahas konflik antara Rusia dan Ukraina. 

TRIBUNWOW.COM - Memasuki bulan ke-5 konflik di Ukraina, Rusia masih terus diserang sanksi ekonomi oleh negara-negara barat, mulai dari Amerika Serikat (AS), Inggris, hingga Jerman.

Sanksi ekonomi yang diberikan oleh negara-negara barat tersebut memiliki tujuan untuk membantu Ukraina bertahan menghadapi gempuran pasukan militer Rusia.

Dilansir TribunWow.com, berikut ini adalah sejumlah fakta tentang sanksi ekonomi negara-negara barat terhadap Rusia:

Baca juga: Rusia Rayakan Kemenangan dari Luar Angkasa, Kosmonot Putin Kibarkan Bendera Luhanks yang Dikuasai

1. Siasat Barat Hancurkan Rusia dari Dalam

Presiden Rusia Vladimir Putin mengecam upaya Barat untuk melemahkan negaranya.

Namun, siasat itu diklaim tak berhasil lantaran dukungan dari masyarakat untuk pemerintah Rusia.

Putin juga membeberkan provokasi serius yang disebutnya telah dilakukan oleh Ukraina selama konflik terjadi.

Dilansir TribunWow.com dari RIA Novosti, Senin (25/4/2022), Putin menyampaikan hal ini ketika berbicara pada pertemuan dewan Kantor Kejaksaan Agung Rusia.

Ia menyinggung mengenai tekanan sanksi dari negara-negara Barat yang tengah diderita Rusia.

Adapun sanksi tersebut dijatuhkan sebagai balasan atas invasi Rusia ke Ukraina.

"Rusia baru-baru ini menghadapi tekanan sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya dari negara-negara Barat. Setelah dimulainya operasi militer khusus untuk mendukung republik rakyat Donbass, tekanan seperti itu, seperti yang kita pahami dan ketahui, semakin meningkat," kata Putin.

Diduga bahwa sanksi tersebut dijatuhkan sebagai upaya untuk melemahkan Rusia.

Putin juga mengaku kaget menyaksikan Barat terang-terangan memperlihatkan dukungan untuk Ukraina.

"Yang mengejutkan kami, diplomat tingkat tinggi di Eropa dan Amerika Serikat menyerukan satelit (pengikut) Ukraina mereka untuk menggunakan semua kemampuan mereka untuk menang di medan perang, diplomasi yang aneh di antara mitra kami di Amerika Serikat dan di Eropa. Para diplomat bahkan menyerukan ini," ujar Putin.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky (tengah) bertemu dengan Menteri Pertahan AS Lloyd Austin (kiri) dan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken di Kiev, Minggu (24/4/2022).
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky (tengah) bertemu dengan Menteri Pertahan AS Lloyd Austin (kiri) dan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken di Kiev, Minggu (24/4/2022). (Instagram @zelenskiy_official)

Baca juga: Putin Diduga Ketiduran saat tengah Siaran TV, Isu Penyakit Presiden Rusia Kembali Mencuat

Selain sanksi, Barat diduga juga telah mencoba memecah belah masyarakat Rusia dan menghancurkan negara tersebut.

Setelah tahu bahwa Ukraina tak mungkin menang, Barat berupaya meruntuhkan Rusia dari dalam.

Namun usaha itu tak berhasil lantaran rakyat Rusia memberikan dukungan penuh untuk pemerintah.

"Tetapi karena menyadari bahwa ini (Ukraina menang) tidak mungkin, tugas lain muncul untuk memecah masyarakat Rusia, menghancurkan Rusia dari dalam. Tapi di sini juga, halangan tidak berhasil," ungkap Putin.

"Masyarakat kami menunjukkan kedewasaan, solidaritas, mendukung angkatan bersenjata kami, mendukung upaya kami yang bertujuan memastikan keamanan Rusia sendiri tanpa syarat dan mendukung warga yang tinggal di Donbas," tambahnya.

2. Polandia Akui Rusia Ternyata Bisa Bertahan

Kekhawatiran dirasakan oleh Polandia di tengah konflik antara Rusia dan Ukraina yang masih berlangsung.

Perdana Menteri Polandia Mateusz Morawiecki memperingatkan rasa lelah mulai tumbuh di tengah masyarakat negara barat terhadap konflik Ukraina yang tak kunjung usai.

Dikutip TribunWow.com dari rt.com, Morawiecki menyebut rasa lelah masyarakat negara-negara barat juga menjadi hal yang dinanti-nanti oleh Presiden Rusia Vladimir Putin.

Baca juga: 3 Kebijakan Rusia di Wilayah Ukraina yang Sudah Diduduki, dari Tindakan Kejam hingga Sikap Manusiawi

Morawiecki khawatir seiring tumbuhnya rasa lelah tersebut, kepedulian masyarakat negara barat terhadap konflik Ukraina-Rusia semakin menurun.

Morawiecki turut menyoroti soal efek sanksi ekonomi negara-negar barat terhadap Rusia.

Menurut Morawiecki sanksi ekonomi yang diberikan kepada Rusia saat ini belum memiliki pengaruh besar.

"Sayangnya konsekuensi akan datang menumpuk di tengah-tengah, dalam waktu satu, dua atau lima tahun," ujar Morawiecki.

Berdasarkan keterangan Morawiecki, naiknya harga bahan bakar fosil tidak memiliki pengaruh ke Rusia.

Dan dijelaskan juga bahwa Rusia masih memiliki pasar lainnya meskipun menerima sanksi dari negara-negara barat.

3. Rusia Gagal Bayar Utang Luar Negeri

Rusia disebut telah gagal membayar utang luar negerinya untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu abad.

Dilansir TribunWow.com dari Newsweek, Senin (27/6/2022) negara itu pun semakin tersisih secara ekonomi, finansial, dan politik, di tengah perang Presiden Rusia Vladimir Putin melawan Ukraina.

Disinyalir hal ini akan berakibat buruk pada perekonomian Rusia selama beberapa waktu mendatang.

Baca juga: Negara-negara Barat Keroyok Rusia Pakai Sanksi Ekonomi, Putin Sebut AS dkk Salah Pilih Musuh

Rusia telah gagal memenuhi tenggat waktu pada Minggu (26/6/2022) malam, untuk masa tenggang 30 hari atas pembayaran bunga sebesar 100 juta dolar AS pada dua Eurobonds yang awalnya jatuh tempo pada 27 Mei.

Kremlin telah berulang kali mengatakan bahwa pihaknya memiliki dana untuk melakukan pembayaran 100 juta dolar AS.

Tetapi sanksi keras yang dijatuhkan oleh negara-negara Barat sebagai tanggapan atas perang Putin, yang dimulai pada Februari, membuat hal itu tidak mungkin dilakukan.

Dua sumber secara terpisah mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa beberapa pemegang obligasi Rusia dari Taiwan dalam mata uang euro belum menerima pembayaran bunga pada hari Senin.

Itu terjadi setelah Kantor Pengawasan Aset Asing (OFAC) Departemen Keuangan AS pada akhir Mei secara efektif menghentikan Rusia melakukan pembayaran.

Lembaga pemeringkat internasional diharapkan untuk menyampaikan pernyataan resmi tentang kegagalan Rusia atas utang luar negerinya, yang pertama terjadi sejak revolusi Bolshevik pada tahun 1918.

Sebuah kegagalan membayar utang (default) berarti bahwa Rusia tidak akan dapat mengakses pasar pinjaman internasional sampai membayar kembali kreditur secara penuh, dan menyelesaikan setiap kasus hukum yang berasal dari default.

Baca juga: Galang Dana Lawan Pasukan Militer Rusia, Sekelompok Wanita Ukraina Jual Foto Tanpa Busana

Chris Weafer, mantan kepala strategi di bank terbesar Rusia Sberbank-CIB dan kepala eksekutif di konsultan Macro Advisory yang berbasis di Moskow, mengatakan kepada program BBC Today bahwa default formal akan memicu pembayaran sejumlah besar utang negara.

"Beberapa bagian dari utang itu sekarang akan jatuh tempo secara otomatis karena akan ada klausul pelunasan lebih awal di semua instrumen utang, jadi jika anda gagal bayar pada salah satunya biasanya memicu permintaan segera untuk pembayaran utang lainnya, jadi Rusia pasti bisa menghadapi pelunasan utang segera sebesar sekitar $20 miliar pada tahap ini," tutur Weafer.

Timothy Ash, ahli strategi senior pasar negara berkembang di Bluebay Asset Management, menggemakan analisis Weafer, memperingatkan dampak jangka panjang yang bisa terjadi pada negara itu.

"Default ini akan berdampak pada peringkat Rusia, akses pasar dan biaya pembiayaan untuk tahun-tahun mendatang," kata Ash kepada CNBC.

"Dan penting di sini, mengingat Departemen Keuangan AS memaksa Rusia untuk default, Rusia hanya akan dapat keluar dari default ketika Departemen Keuangan AS memberi pemegang obligasi lampu hijau untuk menegosiasikan persyaratan dengan kreditur asing Rusia."

4. Putin Sebut AS dkk Salah Pilih Musuh

Tepuk tangan penonton bersahutan ketika Presiden Rusia Vladimir Putin memberikan pidato dalam acara Forum Ekonomi Internasional di St Petersburg pada Jumat (17/6/2022).

Satu dari beberapa topik yang dibahas oleh Vladimir Putin adalah serangan sanksi ekonomi terhadap Rusia.

Dilansir TribunWow.com, seperti yang diketahui setelah konflik antara Rusia dan Ukraina terjadi, negara-negara barat beramai-ramai memberikan sanksi ekonomi kepada Rusia.

Presiden Rusia Vladimir Putin saat berpidato di Forum Ekonomi St. Petersburg, Rusia, Jumat (17/6/2022). Putin mengangkat isu mengenai ancaman nuklir Rusia akibat konflik dengan Ukraina dan pihak Barat.
Presiden Rusia Vladimir Putin saat berpidato di Forum Ekonomi St. Petersburg, Rusia, Jumat (17/6/2022). Putin mengangkat isu mengenai ancaman nuklir Rusia akibat konflik dengan Ukraina dan pihak Barat. (Capture Telegram TASS)

Dari tayangan YouTube The Guardian, Putin menganggap upaya negara-negara barat untuk menghancurkan Rusia sebagai tindakan bodoh.

Menurut Putin, sanksi yang dilakukan oleh negara barat gagal meraih tujuan menghancurkan ekonomi Rusia.

Mengomentari adanya kekhawatiran mata uang Rusia melemah terhadap USD, Putin menyebut hal tersebut hanya perang informasi.

Putin menegaskan bahwa Amerika Serikat (AS) dan negara-negara barat lainnya telah salah mengisolasi negara.

Putin kemudian menegaskan operasi militer spesial di Ukraina dipastikan akan terus berjalan.

Pernyataan Putin ini kemudian mendapat tepuk tangan dari audiens.

Putin mengatakan, tujuan utama operasi militer spesial di Ukraina adalah melindungi rakyat di Donbas.

5. Keluhan Turis Rusia

Para turis Rusia yang berada di Bali mengaku kebingunan lantaran mulai kehabisan uang.

Pasalnya, mereka tak bisa mengakses uang digital atau bahkan melakukan tarik tunai di mesin ATM.

Hal ini merupaka dampak dari sanksi global yang diberlakukan akibat invasi yang dilakukan Presiden Rusia Vladimir Putin ke Ukraina.

Seorang pria duduk di luar gedungnya yang hancur setelah pemboman di kota Chuguiv, Ukraina Timur, Kamis (24 Februari 2022).
Seorang pria duduk di luar gedungnya yang hancur setelah pemboman di kota Chuguiv, Ukraina Timur, Kamis (24 Februari 2022). (AFP/ARIS MESSINIS)

Baca juga: Facebook dan Instagram Persilakan Netizen Tulis Ujaran Kebencian ke Putin dan Rusia

Dilansir TribunWow.com dari video di kanal berita Daily Mail UK, Jumat (11/3/2022), pria asal Rusia, Konstantin Ivanov (27) mengaku kebingungan.

Ia sempat menjajal melakukan penarikan uang di ATM, namun kartunya langsung ditolak.

Akibatnya, Ivanov terancam terjebak di Bali selama sanksi tersebut masih diberlakukan.

"Hal ini menimbulkan masalah yang besar bagi kami, seperti untuk membeli produk, untuk membayar di toko, membayar hotel, villa atau rumah kos," aku Ivanov.

"Kami benar-benar telah kehilangan uang kami. Aset kami seperti benar-benar sudah dibekukan. Dan kami tidak bisa melakukan transaksi apa pun di sini."

Jika uangnya mulai menipis, Ivanov mau tak mau harus kembali pulang ke Rusia.

Namun situasi perang yang terjadi tak menjamin bahwa dirinya bisa kembali dengan lancar.

Mengingat sejumlah negara sudah menghentikan penerbangan ke negara tersebut.

"Jika situasi makin berkembang, mungkin aku akan kembali ke Rusia," kata Ivanov.

"Tapi bahkan ada masalah dengan hal tersebut lantaran adanya perubahan peraturan yang cepat baik di dalam maupun di luar Rusia."

"Akan ada masalah besar jika kembali dengan skenario semacam itu."

Jika tak mendapatkan jalan keluar, Ivanov akan berusaha untuk mencari pekerjaan di Indonesia.

Uang yang terkumpul nantinya akan digunakan untuk membayar visa agar dapat lebih lama tinggal di Bali.

"Mungkin kami harus kembali ke sini dan melakukan pekerjaan sementara, mencari kerja untuk membayar biaya visa," ujar Ivanov.

"Tidak ada yang tahu bagaimana kondisi ke depan. Kami harus menunggu dan melihat dulu."

Ivanov menyebutkan bahwa orang-orang Rusia sebenarnya merasa kecewa dengan perang yang terjadi.

Ia menilai seharusnya konflik tersebut bisa diselesaikan secara diplomasi sehingga tak menimbulkan masalah berkepanjangan.

"Aku rasa orang-orang Rusia pada umumnya begitu kecewa dengan kejadian dan perkembangan akhir-akhir ini, " kata Ivanov.

"Tentu saja tidak ada yang menginginkan perang. orang kami tidak mau perang, begitu juga orang-orang Ukraina."

"Tidak ada yang menginginkan perang ini.Kami sangat khawatir. Tak ada yang mau perang, kita semua membutuhkan kedamaian," tandasnya. (TribunWow.com/Anung/Via)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Konflik Rusia Vs UkrainaRusiaUkrainaVladimir PutinVolodymyr ZelenskyAmerika SerikatInggris
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved