Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Survei Tunjukkan Mayoritas Warga Ukraina Salahkan Zelensky dan AS atas Konflik Lawan Rusia

Survei yang dilakukan oleh perguruan tinggi di AS menunjukkan sebagian besar masyarakat Ukraina menyalahkan Zelensky atas konflik yang terjadi.

Penulis: anung aulia malik
Editor: Lailatun Niqmah
Kolase YouTube CBC News: The National dan YouTube The Independent
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky (kiri) dan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden (kanan). Terbaru, mayoritas masyarakat Ukraina meyakini pemerintah mereka dan AS bertanggung jawab atas konflik yang terjadi antara Rusia-Ukraina. 

TRIBUNWOW.COM - Mayoritas masyarakat Ukraina menyalahkan presiden mereka sendiri yakni Volodymyr Zelensky atas konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina.

Sebagian besar rakyat Ukraina meyakini pemerintah mereka turut bertanggung jawab atas konflik yang kini tengah berkecamuk.

Dikutip TribunWow.com dari rt.com, informasi ini diperoleh melalui survei yang dilakukan Pusat Riset Opini Nasional Universitas Chicago yang dibiayai media Wall Street Journal.

Baca juga: 4 Fakta Putin Jadi Bahan Ledekan, Diandaikan Jadi Wanita hingga Foto Buka Baju

Survei dilakukan lewat telepon yang menargetkan 1,005 penduduk Ukraina.

Survei dilakukan sejak 9-13 Juni 2022.

Dari hasil survei tersebut, 82 persen menyebut Rusia bertanggung jawab dalam konflik yang terjadi setelah mengirimkan pasukan militer masuk ke Ukraina pada 24 Februari 2022 lalu.

Hanya sembilan persen partisipan survei yang meyakini Rusia tidak bersalah.

Kemudian 70 persen partisipan survei menyatakan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Ukraina turut berkontribusi terhadap pecahnya konflik Rusia-Ukraina.

58 persen partisipan survei turut meyakini Amerika Serikat (AS) ikut bertanggung jawab dalam perang karena mengirimkan miliaran dollar bantuan senjata kepada Ukraina.

Pada survei ini turut ditanyakan pendapat para partisipan terkait akhir konflik Ukraina.

Sebanyak 66 persen meyakini Ukraina akan merebut kembali wilayah yang telah dikuasai Rusia dan percaya situasi akan segera kembali normal.

Direktur Intelijen Nasional Amerika Serikat (AS), Avril Haines menyampaikan ada tiga skenario perkembangan konflik antara Rusia dan Ukraina.

Dalam tiga kemungkinan ini, Haines menyebut untuk saat ini mustahil kedua belah pihak mau berdamai.

Dikutip TribunWow.com dari rt.com, berikut ini adalah tiga skenario tersebut.

Kolase detik-detik rudal Rusia ledakkan pusat perbelanjaan di Kremenchuk, Ukraina, Senin (27/6/2022).
Kolase detik-detik rudal Rusia ledakkan pusat perbelanjaan di Kremenchuk, Ukraina, Senin (27/6/2022). (Capture Video Daily Mail)

1. Dalam skenario pertama, perang antara Rusia dan Ukraina terjadi berlarut-larut tanpa adanya perkembangan yang signifikan.

2. Skenario kedua, Rusia berhasil menghancurkan satu dari beberapa pasukan terkuat Ukraina yang menyebabkan menurunnya kekuatan perlawanan Ukraina.

3. Kemudian skenario terakhir adalah Ukraina mampu bertahan melawan Rusia bahkan bisa merebut secara perlahan teritori Kherson yang saat ini dikuasai pasukan militer Rusia.

"Jujur saja, saat ini tidak ada kemungkinan untuk kedua pihak setuju melakukan perjanjian damai," kata Haines.

Menurut Haines saat ini Presiden Rusia Vladimir Putin masih memiliki ambisi untuk menguasai lebih banyak teritorial Ukraina.

Namun pasukan militer Rusia sendiri kekuatannya telah berkurang drastis karena empat bulan berperang melawan Ukraina.

Baca juga: Setelah Kunjungan Jokowi dan KTT NATO, Rusia Membabi Buta Serang Ukraina dari Segala Arah

5 Skenario Akhir Konflik Rusia dan Ukraina

Dilansir TribunWow.com dari BBC, Minggu (5/6/2022), berikut adalah lima skenario potensial perkembangan perang Rusia-Ukraina.

1. Gesekan Terus Berlanjut

Perang ini mungkin berlanjut selama berbulan-bulan, jika tidak bertahun-tahun.

Momentum bergeser ke sana kemari karena kedua belah pihak sama-sama mendapat untung dan rugi.

Tidak ada kubu yang mau menyerah.

Presiden Rusia Vladimir Putin menilai dia bisa mendapatkan keuntungan dengan menunjukkan kesabaran.

Ia bertaruh bahwa negara-negara Barat akan merasa lelah dengan Ukraina dan mengalihkan fokus pada krisis ekonomi mereka dan ancaman dari China.

Perang di Ukraina bisa berhenti dalam sehari jika kyiv menyerah, Kamis (30/6/2022).
Perang di Ukraina bisa berhenti dalam sehari jika kyiv menyerah, Kamis (30/6/2022). (Telegram @mod_russia)

Baca juga: Putin Balas Sindiran PM Inggris dkk Ingin Buka Baju saat KTT G7: Akan Jadi Pemandangan Menjijikan

Namun Barat masih menunjukkan tekad dan terus memasok Ukraina dengan senjata.

Diprediksi bahwa gesekan akan terjadi terus-menerus hingga menyebabkan perang berlangsung selamanya.

"Ada sedikit prospek kemenangan operasional atau strategis yang menghancurkan oleh kedua belah pihak dalam jangka pendek. Tidak ada pihak yang berperang telah menunjukkan kapasitas untuk mendaratkan pukulan yang menentukan secara strategis," kata Mick Ryan, seorang pensiunan jenderal dan sarjana militer Australia.

2. Putin Mengumumkan Gencatan Senjata

Putin diperkirakan bisa mengumumkan gencatan senjata sepihak untuk mengantongi keuntungan teritorialnya dan menyatakan kemenangan.

Dia bisa mengklaim bahwa operasi militernya telah selesai dengan berhasil dilindunginya separatis yang didukung Rusia di Donbas.

Putin kemudian bisa mencari landasan moral yang tinggi, memberi tekanan pada Ukraina untuk menghentikan pertempuran.

Presiden Jokowi bersama Presiden Putin usai memberikan keterangan pers bersama di Istana Kremlin, Moskow, Kamis (30/06/2022).
Presiden Jokowi bersama Presiden Putin usai memberikan keterangan pers bersama di Istana Kremlin, Moskow, Kamis (30/06/2022). (BPMI Setpres/Laily Rachev)

"Ini adalah taktik yang dapat digunakan oleh Rusia kapan saja, jika ingin memanfaatkan tekanan Eropa pada Ukraina untuk menyerah dan menyerahkan wilayah sebagai imbalan perdamaian nosional," kata Keir Giles, pakar Rusia di lembaga Chatham House.

Hal ini ini sudah dikumandangkan di Paris, Berlin dan Roma yang mendorong Rusia agar tidak perlu memperpanjang perang dan mengumumkan gencatan senjata.

Namun, keputusan ini akan ditentang oleh AS, Inggris, dan sebagian besar Eropa timur, di mana para pembuat kebijakan percaya bahwa invasi Rusia harus kalah, demi Ukraina dan tatanan internasional.

Jadi gencatan senjata sepihak Rusia mungkin mengubah narasi tetapi tidak mengakhiri pertempuran.

3. Kebuntuan di Medan Perang

Jika perang terus berlanjut, baik tentara Ukraina maupun Rusia akan kelelahan, kehabisan tenaga dan amunisi.

Harga dalam darah dan harta tidak lagi dapat membenarkan berlangsungnya pertempuran lebih lanjut.

Kerugian militer dan ekonomi Rusia tidak bisa lagi ditutup dengan biaya apa pun.

Orang-orang Ukraina lelah perang, tidak mau mempertaruhkan lebih banyak nyawa untuk kemenangan yang sulit dipahami.

Ada harapan bahwa Rusia dan Ukraina akan menyelesaikan masalah ini melalui diplomasi.

Tetapi penyelesaian politik melalui cara apa pun akan sulit, paling tidak karena kurangnya kepercayaan Ukraina pada Rusia.

Kesepakatan damai mungkin tidak bertahan lama dan bisa diikuti dengan lebih banyak pertempuran.

Baca juga: Kunjungi Putin, Jokowi Ungkap Tujuan Damaikan Rusia-Ukraina: Indonesia Tidak Memiliki Kepentingan

4. Kemenangan untuk Ukraina

Ada kemungkinan bahwa Ukraina yang memberi perlawanan sengit akan muncul sebagai pemenang.

"Ukraina pasti akan memenangkan perang ini," kata Presiden negara itu Volodymyr Zelensky kepada TV Belanda minggu ini.

Bisa saja Rusia gagal merebut semua wilayah Donbas dan menderita lebih banyak kerugian.

Apalagi mengingat sanksi Barat telah menghantam mesin perang Rusia.

Ukraina mungkin akan melakukan serangan balasan, menggunakan roket jarak jauh barunya, merebut kembali wilayah di mana jalur pasokan Rusia terbentang.

Ukraina bermanuver mengubah pasukannya dari pertahanan menjadi kekuatan penyerang.

Skenario ini cukup masuk akal bagi pembuat kebijakan untuk khawatir tentang konsekuensinya.

Namun, jika Putin menghadapi kekalahan, ia mungkin akan meningkatkan potensi menggunakan senjata kimia atau nuklir.

"Tampaknya tidak mungkin bagi saya bahwa Putin akan menerima kekalahan militer konvensional ketika dia memiliki opsi nuklir," ujar Sejarawan Niall Ferguson mengatakan dalam sebuah seminar di Kings College, London.

5. Kemenangan untuk Rusia

Pejabat Barat menekankan bahwa meskipun mengalami kemunduran awal, Rusia masih berencana untuk merebut ibukota Kyiv dan menaklukkan sebagian besar Ukraina.

"Tujuan maksimalis itu tetap ada," kata seorang pejabat.

Rusia dapat memanfaatkan keuntungannya di Donbas dengan membebaskan pasukan untuk digunakan di tempat lain, bahkan mungkin menargetkan Kyiv sekali lagi.

Di sisi lain, Presiden Zelensky telah mengakui hingga 100 tentara Ukraina sekarat dan 500 lainnya terluka setiap hari.

Orang-orang Ukraina diprediksi akan dapat terpecah belah, di mana beberapa ingin terus berjuang, sementara yang lain menuntut perdamaian.

Beberapa negara Barat mungkin akan lelah mendukung Ukraina dan menghentikan pasokan bantuannya.

Sehingga, Ukraina yang tak lagi memiliki kekuatan, mau tak mau harus menyerah kalah. (TribunWow.com/Anung/Via)

Berita terkait lainnya

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Konflik Rusia Vs UkrainaUkrainaVolodymyr ZelenskyRusiaVladimir Putin
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved