Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Sebut Perang Dingin AS dengan China dan Rusia Dimulai, Ekonom: Mereka Membutuhkan Sekutu

Ekonom Amerika Joseph Stiglitz menilai negaranya telah memasuki fase baru perang dingin dengan Rusia dan China.

Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
AFP/Alexei Druzhinin/Sputnik
Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) dan Presiden Tiongkok Xi Jinping berpose selama pertemuan mereka di Beijing, pada 4 Februari 2022. Terbaru, AS dinilai sudah memasuki fase perang dingin melawan Rusia dan China, Kamis (23/6/2022). 

TRIBUNWOW.COM - Amerika Serikat dinilai telah memasuki perang dingin baru dengan Rusia dan China.

Dikatakan bahwa Barat mempertaruhkan hegemoni global, dan bukannya perlindungan nilai.

Dilansir TribunWow.com, Kamis (23/6/2022), hal ini diungkapkan oleh ekonom Amerika, pemenang Hadiah Nobel di bidang ekonomi, Joseph Stiglitz untuk portal Sheerpost.

Baca juga: VIDEO Amerika Kirim Sistem Roket Jarak Jauh M142 ke Ukraina, Jaminan Tidak Serang Rusia

Ia mengatakan bahwa Amerika memasuki perang dingin dengan dua negara adidaya dunia lainnya.

Apalagi mengingat keterlibatan aktif Amerika dalam konflik antara Rusia dan Ukraina.

“Amerika Serikat tampaknya memasuki perang dingin baru dengan China dan Rusia," kata Stiglitz dikutip RIA Novosti.

"Dan bahwa para pemimpin AS menggambarkan konfrontasi ini sebagai konfrontasi antara demokrasi dan otoritarianisme yang tidak lulus ujian. Terutama pada saat para pemimpin yang sama secara aktif mendorong pelanggar hak asasi manusia sistematis seperti Arab Saudi."

"Kemunafikan semacam itu menunjukkan bahwa apa yang sebenarnya dipertaruhkan, setidaknya sebagian, adalah hegemoni global, bukan nilai," imbuhnya.

Menurut sang ekonom, selama dua dekade setelah jatuhnya Uni Soviet, AS jelas menjadi nomor satu di dunia.

Tapi kemudian diikuti perang di Timur Tengah, kehancuran keuangan tahun 2008, dan meningkatnya ketidaksetaraan, membuat kepemimpinan Washington dipertanyakan dalam politik dunia.

Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) tersenyum saat menjabat tangan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dalam pertemuan bilateral perdana di Villa la Grange, Jenewa, Swiss, pada 16 Juni 2021. Terbaru, Joe Biden buka suara soal agresi Rusia ke Ukraina pada Kamis (24/2/2022).
Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) tersenyum saat menjabat tangan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dalam pertemuan bilateral perdana di Villa la Grange, Jenewa, Swiss, pada 16 Juni 2021. Terbaru, AS dinilai memasuki fase perang dingin dengan Rusia dan China. (AFP PHOTO/SPUTNIK/MIKHAIL METZEL)

Stiglitz mencatat kepastian bahwa China akan menyusul AS secara ekonomi.

"Amerika Serikat tidak dapat memenangkan persaingan baru kekuatan-kekuatan besar sendirian, mereka membutuhkan sekutu," ujar Stiglitz.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, sekutu AS disebutkan memiliki semakin banyak alasan untuk meragukan keandalan Washington sebagai mitra.

"Trump telah melakukan semua yang dia bisa untuk mengasingkan negara-negara ini, dan Partai Republik, yang masih berhutang budi kepadanya, telah memberikan cukup alasan untuk meragukan apakah AS adalah mitra yang dapat diandalkan," tambahnya.

Dalam mencari bantuan dari negara-negara dunia, AS harus bisa mengejar ketertinggalan.

Namun, sejarah panjang eksploitasi mereka di negara lain justru tidak akan membantu.

Apalagi isu rasisme mereka yang mendalam, sebuah kekuatan yang dikatakan telah diarahkan oleh Trump dengan terampil dan sinis.

Di sisi lain,sebagaimana dicatat Stiglitz, Beijing telah berhasil menyediakan infrastruktur canggih bagi negara-negara miskin, yang kemudian memperkuat pengaruhnya.

"Kita harus menawarkan bantuan nyata kepada negara-negara berkembang dan pasar berkembang, dimulai dengan meninggalkan semua kekayaan intelektual terkait COVID sehingga mereka dapat memproduksi vaksin dan perawatan untuk diri mereka sendiri," ungkap Stiglitz menyimpulkan.

Baca juga: Serangan Rusia Buat Ukraina Jadi Neraka, Pemimpin Uni Eropa Justru Masih Perdebatkan Keanggotaannya

Kekhawatiran Jika Rusia dan AS akan Perang

Duta besar Rusia untuk Amerika Serikat (AS), Anatoly Antonov, menyinggung mengenai kemungkinan dua negara adidaya itu berperang.

Ia mengatakan bahwa kenekatan AS mengirim senjata ke Ukraina, meski telah diperingatkan Rusia, akan menimbulkan konflik langsung.

Dikhawatirkan, situasi yang kian memanas itu akan memicu perang nuklir yang menjadi kekuatan utama keduanya.

Pertemuan Presiden AS Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pertemuan tingkat tinggi di Geneva, Swiss pada Juni 2021.
Pertemuan Presiden AS Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pertemuan tingkat tinggi di Geneva, Swiss pada Juni 2021. (Saul Loeb/AFP)

Baca juga: Media China Ungkap Tujuan Rahasia AS Dukung Ukraina, Sebut Justru Ingin Perpanjang Konflik

Dilansir TribunWow.com dari RIA Novosti, Sabtu (18/6/2022), Antonov menyebut AS memiliki determinasi untuk melihat kekalahan Rusia.

Karenanya pemerintahan Presiden AS Joe Biden terus-menerus mengirim paket bantuan militer ke Ukraina.

Namun, memompa Ukraina dengan senjata adalah jalan menuju konfrontasi lebih lanjut antara Rusia dan Amerika Serikat.

"Kepicikan orang Amerika terlihat dalam situasi saat ini. Kewalahan oleh keinginan untuk menimbulkan kekalahan strategis di Rusia, para elit lokal meningkatkan taruhan dalam meningkatkan ketegangan, dengan mengirim senjata ke rezim Kyiv," kata Antonov.

"Benar-benar jelas bahwa ini adalah jalan menuju konfrontasi militer langsung antara kekuatan nuklir terbesar, yang penuh dengan konsekuensi tak terduga."

Duta Besar tersebut menekankan bahwa rencana AS untuk mencekik Rusia dengan sanksi telah gagal dilakukan.

Alih-alih, sanksi ekonomi terhadap Moskow hanya mendatangkan kerugian kepada AS dan negara-negara dunia lainnya.

"Pemberlakuan pembatasan yang tidak dipikirkan dengan matang hanya memperburuk keadaan dalam ekonomi AS. Artinya, ternyata dalam hiruk pikuk anti-Rusia, Washington siap menembak dirinya sendiri dan menari pada saat yang sama. Kelihatannya tidak masuk akal," tutur Antonov.

Pada saat yang sama, ia mencatat bahwa upaya AS untuk melemahkan Rusia tidak menyurutkan niat Moskow untuk menyelesaikan misinya di Ukraina.

"Ini sama sekali tidak akan mempengaruhi tekad Angkatan Bersenjata Rusia untuk memenuhi tugas yang ditetapkan selama operasi militer khusus untuk melindungi penduduk Donbass, serta untuk mencapai denazifikasi dan demiliterisasi Ukraina," sebut Antonov.(TribunWow.com/Via)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Amerika SerikatRusiaChinaUkrainaVladimir Putin
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved