Konflik Rusia Vs Ukraina
Mantan Jenderal NATO Sebut Perdamaian Eropa Tak Bisa Dicapai jika Rezim Putin Masih Kuasai Rusia
Berkuasanya Vladimir Putin sebagai Presiden Rusia dianggap menjadi ancaman perdamaian Eropa.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM- Seorang mantan kepala NATO Inggris mengatakan perdamaian di Eropa tak akan tercapai jika Presiden Rusia Vladimir Putin masih menjabat.
Ia juga menyerukan untuk kembali menyediakan persenjataan secara besar-besaran di Barat.
Dilansir TribunWow.com dari Daily Mail, Kamis (23/6/2022), hal ini diutarakan Jenderal Sir Richard Shirreff, yang pernah menjabat sebagai wakil panglima tertinggi NATO.
Baca juga: Media Asing Soroti Rencana Jokowi Temui Putin, Rusia Siap-siap hingga Sebut Kunjungan Sangat Penting
Berbicara di Festival Sejarah Lembah Chalke, Richard mengatakan angkatan bersenjata Barat termasuk Inggris telah tumpul dalam 15 tahun terakhir.
Ia menyamakan situasi saat ini dengan bulan-bulan menjelang Perang Dunia Kedua dan mengatakan negara-negara Barat harus mendorong 'kekalahan Putinisme' dan 'kekalahan rezim Putin'.
Ini akan membutuhkan persenjataan kembali secara besar-besaran, dan memperingatkan bahwa presiden Rusia harus meninggalkan jabatannya untuk menghindari konflik lebih lanjut.
"Tidak akan pernah ada perdamaian di Eropa saat Putin berada di Kremlin atau saat rezim Putin berada di Kremlin. Kami sekarang kembali ke tempat banyak ayah anda, ayah saya, ibu saya berada pada tahun 1938," kata Richard.
"Kami menghadapi seorang otokrat berlumuran darah di Kremlin yang telah membawa politik besi dan darah kembali ke Eropa, menimbulkan penderitaan yang tak terkatakan pada tetangga damai yang demokratis untuk memenuhi tujuan politiknya. "

Baca juga: VIDEO Otoritas Ukraina Adakan Program Angkat Senjata untuk Kaum Wanita di Zaporizhzhia Lawan Rusia
Pensiunan jenderal itu berbicara menjelang pertemuan anggota NATO minggu depan di Madrid, di mana presiden Ukraina Volodymyr Zelensky akan berpidato di depan para pemimpin.
Richard memuji keefektifan pasukan Ukraina dalam mempertahankan negara mereka dari serangan Rusia, tetapi memperingatkan agar kerugian mereka saat ini di mana hingga 200 tentara tewas dalam aksi setiap hari, tidak berkelanjutan.
Dia mengatakan dalam skenario 'kasus terburuk', dengan kemungkinan lima persen terjadi, moral Ukraina akan hancur dan pasukan Putin akan berhasil merebut Kyiv, ibukota Ukraina.
Tetapi dia mengatakan bahwa dengan dukungan Barat lebih lanjut, Ukraina dapat mendorong pasukan Rusia kembali.
"Jika kita dapat membantu Ukraina bertarung dengan cerdas, melawan manuver, dan membangun kemampuan itu, maka saya benar-benar yakin bahwa Ukraina, seiring waktu, akan mendorong Rusia kembali ke garis 24 Februari di Donbass," ujar Richard.
"Dan itu akan menjadi kekalahan bagi Putin karena itu adalah penghinaan dan ini adalah akhir dari usahanya, yang disebut operasi militer khusus."
Baca juga: Serangan Rusia Buat Ukraina Jadi Neraka, Pemimpin Uni Eropa Justru Masih Perdebatkan Keanggotaannya
Kekhawatiran Jika Rusia dan AS akan Perang
Duta besar Rusia untuk Amerika Serikat (AS), Anatoly Antonov, menyinggung mengenai kemungkinan dua negara adidaya itu berperang.
Ia mengatakan bahwa kenekatan AS mengirim senjata ke Ukraina, meski telah diperingatkan Rusia, akan menimbulkan konflik langsung.
Dikhawatirkan, situasi yang kian memanas itu akan memicu perang nuklir yang menjadi kekuatan utama keduanya.

Baca juga: Media China Ungkap Tujuan Rahasia AS Dukung Ukraina, Sebut Justru Ingin Perpanjang Konflik
Dilansir TribunWow.com dari RIA Novosti, Sabtu (18/6/2022), Antonov menyebut AS memiliki determinasi untuk melihat kekalahan Rusia.
Karenanya pemerintahan Presiden AS Joe Biden terus-menerus mengirim paket bantuan militer ke Ukraina.
Namun, memompa Ukraina dengan senjata adalah jalan menuju konfrontasi lebih lanjut antara Rusia dan Amerika Serikat.
"Kepicikan orang Amerika terlihat dalam situasi saat ini. Kewalahan oleh keinginan untuk menimbulkan kekalahan strategis di Rusia, para elit lokal meningkatkan taruhan dalam meningkatkan ketegangan, dengan mengirim senjata ke rezim Kyiv," kata Antonov.
"Benar-benar jelas bahwa ini adalah jalan menuju konfrontasi militer langsung antara kekuatan nuklir terbesar, yang penuh dengan konsekuensi tak terduga."
Duta Besar tersebut menekankan bahwa rencana AS untuk mencekik Rusia dengan sanksi telah gagal dilakukan.
Alih-alih, sanksi ekonomi terhadap Moskow hanya mendatangkan kerugian kepada AS dan negara-negara dunia lainnya.
"Pemberlakuan pembatasan yang tidak dipikirkan dengan matang hanya memperburuk keadaan dalam ekonomi AS. Artinya, ternyata dalam hiruk pikuk anti-Rusia, Washington siap menembak dirinya sendiri dan menari pada saat yang sama. Kelihatannya tidak masuk akal," tutur Antonov.
Pada saat yang sama, ia mencatat bahwa upaya AS untuk melemahkan Rusia tidak menyurutkan niat Moskow untuk menyelesaikan misinya di Ukraina.
"Ini sama sekali tidak akan mempengaruhi tekad Angkatan Bersenjata Rusia untuk memenuhi tugas yang ditetapkan selama operasi militer khusus untuk melindungi penduduk Donbass, serta untuk mencapai denazifikasi dan demiliterisasi Ukraina," sebut Antonov.(TribunWow.com/Via)