Konflik Rusia Vs Ukraina
Diplomat Rusia Sebut Adanya Konspirasi Global dalam Struktur Internasional terkait Konflik Ukraina
Rusia sebut ada konspirasi rahasia di badan internasional, media independen dan politikus Barat.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Diplomat Rusia menuding adanya konspirasi antara pihak Barat, media dan struktur Internasional.
Hal ini terkait dengan kejahatan perang yang disebutnya sudah dilakukan Ukraina di Donbas.
Dilansir TribunWow.com dari RIA Novosti, Selasa (21/6/2022), Gennady Gatilov, Perwakilan Tetap Federasi Rusia untuk PBB di Jenewa menyebutkan tentang kesepakatan untuk bungkam.
Baca juga: AS dkk Sindir Rusia soal Ukraina saat Pertemuan G20 di Yogyakarta, Menteri Putin Langsung Bereaksi
Gatilov menunjuk pada konspirasi senyap di antara politisi Barat tentang penyerangan Donbas.
Ia mengatakan hal itu ada di antara struktur internasional, politisi Barat dan beberapa media.
Rusia, pada bagiannya, menganggap perlu untuk mendobrak tembok ketidakpedulian tersebut.
Menurutnya, Rusia telah berulang kali memberi tahu Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Dewan Hak Asasi Manusia PBB dan mekanisme hak asasi manusia PBB yang relevan tentang bukti dan fakta kejahatan oleh kelompok bersenjata Ukraina dan batalion nasional terhadap penduduk sipil Donbass dan Ukraina.
Namun, Gatilov menilai bahwa struktur internasional menunjukkan kebisuan dan ketidakpedulian yang memalukan.
"Terlepas dari konspirasi nyata untuk bungkam di antara struktur hak asasi manusia internasional, pendirian politik Barat, yang disebut media independen, kami menganggap penting untuk menerobos tembok ketidakpedulian dan keterasingan untuk menyelamatkan nyawa dan nasib penduduk Donbass dan Ukraina yang telah lama menderita," ungkap Gatilov dalam meja bundar yang diadakan di sela-sela sesi ke-50 Dewan Hak Asasi Manusia PBB.

Baca juga: Rusia Putus Hubungan dengan Barat Buntut Konflik Ukraina, Jubir Putin: Tak akan Pernah Percaya Lagi
Menurutnya, ini adalah tugas yang sulit tetapi perlu dilakukan untuk mengungkapkan kebenaran.
Sebelumnya, Kementerian Pertahanan Rusia juga pernah mengeluarkan tudingan terhadap pihak Ukraina.
Disebutkan bahwa Ukraina berupaya membuat Rusia bersalah di mata dunia.
Satu diantaranya adalah dengan meledakkan reaktor nuklir di kota Kharkov dan menyalahkan insiden itu pada pasukan Presiden Vladimir Putin.
Dilansir kantor berita Rusia TASS, Senin (7/3/2022), Kementerian Pertahanan pimpinan Sergei Shoigu itu mengatakan tibanya sejumlah jurnalis asing di Kharkov.
Pada jurnalis tersebut disebut akan mencatat konsekuensi dari provokasi, sekaligus melemparkan kesalahan pada Rusia.
Baca juga: Rusia Ngaku Dikirimi Inggris Pesan Bernada Arogan terkait Nasib 2 Tentara Sukarelawan di Ukraina
Pihak Rusia menuduh pasukan keamanan Ukraina dan batalion nasionalis Azov berencana meledakkan reaktor di Pusat Penelitian Nasional Institut Fisika dan Teknologi Kharkov.
Sementara, Angkatan Bersenjata Rusian akan dituduh meluncurkan proyektil di reaktor nuklir eksperimental.
Dalam sebuah pernyataan tertulis, pihak kementerian pertahanan Rusia menyampaikan tudingan konspirasi tersebut.
"Pasukan Keamanan Ukraina bersama dengan militan dari batalion Azov sedang merencanakan provokasi dengan kemungkinan kontaminasi radioaktif di daerah dekat kota Kharkov," bunyi pernyataan tersebut.
"Nasionalis meletakkan peledak reaktor di sistem nuklir eksperimental yang terletak di [Pusat Penelitian Nasional] Kharkov Institut Fisika dan Teknologi."
"Militer Ukraina dan gerilyawan batalion Azov berencana meledakkan reaktor dan menuduh Angkatan Bersenjata Rusia meluncurkan serangan rudal pada sistem nuklir eksperimental."
Baca juga: 5 Kemungkinan yang Bakal Terjadi terkait Invasi Rusia di Ukraina, Perang Bisa Berakhir?
China Dituding Berkonspirasi dengan Rusia
China membantah kabar bahwa pihaknya mengetahui soal rencana invasi Rusia ke Ukraina.
Apalagi terkait kabar China meminta serangan Presiden Rusia Vladimir Putin tersebut ditunda hingga Olimpiade Musim Dingin selesai.
Namun sejumlah sumber menuding China memiliki sejumlah informasi rahasia mengenai invasi tersebut.
Dikutip TribunWow.com dari The Guardian, Sabtu (5/3/2022), juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin, memberikan keterangan.
Ia merujuk pada artikel yang diunggah New York Times, berisi klaim bahwa China sudah mengetahui rencana Rusia sejak awal.
"Retorika semacam ini dilakukan untuk mengalihkan perhatian dan kesalahan, dengan cara yang benar-benar tercela," kata Wang Wenbin.
Di sisi lain, Rusia melancarkan serangannya ke Ukraina pada Kamis (24/2/2022), empat hari setelah Olimpiade China tersebut berakhir.

Baca juga: Puji Kesetiaan China, Rusia Ungkap Masa Depan Hubungan dengan Negara-negara Barat
Sementara pada Senin (21/2/2022), tepat saat Olimpiade itu selesai, Putin mengakui kemerdekaan wilayah Donbas yang dikuasai separatis di Ukraina timur.
Namun, Wang Wenbin lagi-lagi menyalahkan ekspansi NATO ke arah timur dan sikap pemerintah AS terhadap keanggotaan NATO di Ukraina.
Hal inilah yang diklaim mengakibatkan memburuknya hubungan Ukraina dengan Rusia.
"Hanya mereka yang memulai masalah yang bisa mengakhirinya," ujar Wang Wenbin.
Sementara itu, New York Times menerbitkan artikel yang merujuk pada administrasi Presiden AS Joe Biden yang mengutip laporan intelejen.
Dikatakan bahwa pejabat China meminta Rusia untuk menunda invasi tersebut hingga hasil kejuaraan Olimpiade Musim Dingin diumumkan.
Pertemuan itu sangatlah dirahasiakan, dan belum jelas apakah Xi Jinping dan Putin bertemu langsung pada awal Februari, atau melalui cara lain.
Pejabat senior China disebut mengetahui informasi penyerangan tersebut hingga batas-batas tertentu.
Selain New York Times, Reuters juga melaporkan klaim serupa dari sumber berbeda.
Sebuah sumber yang mengetahui urusan tersebut, membenarkan bahwa China mengajukan permintaan penundaan pada Rusia.
Namun, sumber yang tak mau disebutkan identitasnya itu menolak memberikan rincian lebih lanjut.
Lagi-lagi, hal ini dibantah oleh juru bicara kedutaan besar China di Washington, Liu Pengyu.
"Itu adalah spekulasi tanpa dasar yang dimaksudkan untuk menyalahkan dan mencoreng China," tandas Liu Pengyu.(TribunWow.com/Via)