Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Membabi Buta Tembaki Warga Ukraina, Tentara Rusia Disebut Bawa Truk Khusus untuk Angkut Mayat

Anggota kepolisian di Ukraina menyebut tentara Rusia secara membabi buta menembaki warga sipil tanpa pandang bulu di Borodyanka.

Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
YouTube AFP News Agency
Kondisi Kota Borodyanka, Ukraina seusai serangan pasukan militer Rusia, 8 Mei 2022. 

TRIBUNWOW.COM - Tak hanya di Bucha, pembantaian terhadap warga sipil juga terjadi di Borodyanka, Ukraina.

Pimpinan polisi di Borodyanka, Vyacheslav Tsilyurik menyebut tentara Rusia secara membabi buta menembaki warga di Borodyanka.

Sampai saat ini diketahui sudah masuk seribu laporan lebih ke pihak kepolisian tentang kejahatan tentara Rusia.

Baca juga: Ditinggal untuk Mati, Tentara Ukraina Tawanan Rusia Ungkap Kebobrokan Sikap Komandan Perangnya

Baca juga: Temukan Istri hingga Anaknya Dibom di Rumah, Polisi Ukraina: Saya Menangis ketika Melihat Polina

Dikutip TribunWow.com dari Thesun.co.uk, diperkirakan kasus kejahatan perang di Borodyanka akan lebih parah dibanding Bucha.

Tsilyurik bercerita, serangan pasukan Rusia awalnya dimulai dengan penembakan terhadap Kota Borodyanka.

Seusai penembakan, tentara Rusia ramai-ramai berdatangan menembaki warga sipil tanpa perlawanan.

Tsilyurik mengaku dirinya dan rekan-rekannya yang tergabung dalam pasukan pertahanan sempat mencoba melakukan serangan balik dan berhasil membunuh delapan tentara Rusia tetapi langsung dibalas oleh pasukan musuh.

Pasukan militer Rusia kemudian membombardir jalanan pusat hingga apartemen delapan lantai yang menyebabkan ada beberapa warga tertimbun reruntuhan.

Setelah bombardir usai, pasukan infantri Rusia datang membawa truk yang digunakan untuk mengangkut jasad warga.

Menurut pengakuan Tsilyurik ada lima wanita dibawa oleh tentara Rusia kemudian dirudapaksa.

Para perempuan itu kemudian ditemukan tewas di sebuah pemakaman massal dan terdapat bekas luka kekerasan seksual.

Jumlah korban jiwa di Borodyanka diketahui mencapai angka 150 orang, namun 50 di antaranya masih hilang dengan status diduga kuat tewas.

Investigator kejahatan perang konflik di Ukraina saat ini masih terus mencari bukti-bukti kejahatan perang, satu di antaranya adalah kuburan massal.

Di Kota Borodyanka sendiri ditemukan empat titik kuburan massal berisi jasad warga yang memiliki bekas luka siksaan, dimutilasi, hingga korban kekerasan seksual.

Seorang anggota polisi Ukraina bernama Ivan Symarov adalah satu dari banyak warga yang menjadi korban serangan tentara Rusia.

Baca juga: Pertama sejak Invasi, Menhan Rusia dan AS Bercakap via Telepon Bahas Gencatan Senjata di Ukraina

Dikutip TribunWow.com dari Thesun.co.uk, dalam waktu satu hari, Ivan kehilangan seluruh anggota keluarganya, mulai dari orangtua, istri hingga anak.

Saat serangan terjadi, Symarov sedang bertugas bersama polisi lain melawan serangan tentara Rusia.

Ketika itu Symarov mendengar suara ledakan yang berasal dari rumahnya.

Pada saat pulang ke rumahnya, Symarov menemukan sebuah lubang bekas ledakan persis di rumahnya.

Istri Symarov Lena (26), ayah Vasile (54), ibu Natalia (47), serta adik Petro (21) dan nenek Nina (82) semua tewas seketika.

Anak perempuan Symarov yakni Polina yang masih berusia dua tahun sempat ditemukan bernapas namun pada akhirnya tewas di rumah sakit.

"Saya berlari menuju puing-puing berteriak berharap seseorang menjawab tetapi tahu hanya ada sedikit harapan," kata Symarov.

"Binatang Putin menjatuhkan sebuah bom di rumah saya tanpa alasan."

"Pertama saya temukan ibu saya, lalu adik saya, kemudian nenek, selanjutnya saya menangis ketika saya melihat Polina. Dia masih bernapas. Saya membawanya ke rumah sakit berdoa dia mampu bertahan tetapi dia tewas," ungkap Symarov.

"Saya sekarang sendirian di dunia terima kasih kepada Putin," ujarnya.

Symarov mengaku tidak mengetahui mengapa pasukan militer Rusia mengincar rumahnya.

Menurut keterangan Symarov rumahnya tidak digunakan sebagai fasilitas militer pasukan Ukraina.

Kini Symarov ingin agar seluruh ibu di Rusia mengetahui rasa sakitnya, ia siap membantai tentara Rusia yang menginvasi ke Ukraina.

"Kami akan memerangi mereka sampai mati," ujar Symarov.

Di sisi lain, Sersan Vadim Shyshimarin (21) dihadirkan langsung dalam persidangan di Kyiv/Kiev atas kasus kejahatan perang yang menjerat dirinya.

Sidang ini adalah persidangan pertama di Ukraina yang mengadili tentara Rusia atas kejahatan perang selama invasi Rusia sejak 24 Februari 2022 lalu.

Persidangan Vadim ramai dihadiri jurnalis, sementara itu terdakwa ditempatkan di sebuah ruangan kaca berukuran kecil.

Dikutip TribunWow.com dari Sky News, menurut Jaksa Agung Ukraina, Iryna Venediktova, Vadim membunuh warga sipil atas perintah seseorang.

Perintah tersebut diberikan karena takut warga sipil tersebut akan melaporkan keberadaan tentara Rusia kepada otoritas Ukraina.

Pada akhirnya Vadim melaksanakan perintah tersebut dan membunuh warga sipil yang diketahui telah berusia lanjut.

Venediktova tidak menjelaskan siapa yang memberikan perintah ke Vadim.

Berdasarkan laporan dari Sky News, Vadim tampak ketakutan saat hadir di persidangan.

Ia hanya berbicara singkat yakni untuk mengklarifikasi identitasnya.

Vadim mengiyakan bahwa ia adalah tentara Rusia yang lahir di Rusia, tepatnya di Irkutsk.

Sidang terhadap Vadim diketahui ditunda dan akan dilanjutkan pada 18 Mei mendatang.

Korban Vadim disebut ditembaki saat sedang bersepeda pada bulan Februari lalu, tepatnya empat hari setelah konflik terjadi.

Informasi ini disampaikan oleh Jaksa Agung Ukraina, Iryna Venediktova.

Saat melakukan invasi, Vadim diketahui tergabung dalam sebuah pasukan tank.

Pada saat mengendarai tank tersebut, Vadim melakukan penembakan terhadap korban di bagian utara Desa Chupakhivka.

Venediktova pernah menyampaikan ada sekira delapan ribu kasus kejahatan perang yang terjadi di seluruh Ukraina.

Seluruh kasus tersebut adalah pembunuhan warga sipil yang dilakukan oleh tentara Rusia.

Venediktova juga sempat mengidentifikasi 10 tentara Rusia yang diduga terlibat dalam pembantaian warga sipil di Bucha.

Sebelumnya, sebuah tudingan disampaikan oleh Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace kepada Rusia.

Wallace menuduh pasukan militer Rusia menggunakan alat kremasi berjalan untuk menutupi kejahatan perang Rusia selama melakukan invasi di Ukraina.

Ia menyebut sejak Februari lalu pihak Rusia menolak untuk menyampaikan kebenaran seputar konflik di Ukraina.

Dikutip TribunWow.com dari Thesun.co.uk, tudingan tersebut disampaikan oleh Wallace dalam pidato di London pada Senin (9/5/2022).

"Mempertimbangkan fakta adanya alat kremasi berjalan berkeliaran di sekitar medan perang bukan hanya untuk menutupi kejahatan perang Rusia, juga untuk jasad tentara mereka," kata Wallace.

Sebelumnya, informasi serupa sempat disampaikan mantan direktur jenderal Royal United Services Institute (RUSI), Michael Clarke.

Dilansir TribunWow.com dari Sky News, Rabu (9/3/2022), disebutkan dalam deretan konvoi tentara Rusia, terdapat kendaraan yang membawa krematorium bergerak.

Alat tersebut difungsikan untuk menghilangkan jejak para tentara Rusia yang gugur di Ukraina.

"Rusia membawa krematorium bersama mereka, krematorium bergerak. Jenazah akan dikremasi di tempat mereka jatuh," kata Clarke.

"Para tentara yang meninggal tidak akan dikembalikan ke rumah, tetapi ibu mereka akan bertanya-tanya di mana keberadaan mereka."

Pihak Ukraina mengatakan Rusia telah kehilangan 11.000 tentara, tetapi menurut yang dapat diverifikasi menyebutkan angka itu baru mendekati 10.000 orang.

Clarke mengatakan perang ini jauh lebih buruk dibandingkan dengan konflik di Afghanistan.

Saat mengirim pasukan untuk mengatasi konflik, Rusia kehilangan 15.000 tentara dalam waktu sekitar sembilan tahun.

"Hilangnya 15.000 pasukan di tahun 80-an mulai berdampak besar pada opini publik di Uni Soviet, jadi apa efek yang akna terjadi dari kehilangan 10.000 pasukan dalam 10 hari," tutur Clarke.

"Meskipun publik Rusia tidak akan banyak mendengar tentang ini, ibu-ibu tidak tahu apa yang terjadi pada putra mereka."

"Mereka tidak tahu apa yang terjadi pada anak-anak ini karena tidak ada yang dibawa kembali."

Rusia yang disebut salah mengkalkulasi strategi, terus kehilangan pasukannya.

Clarke pun memprediksi pihak Rusia akan kehabisan pasukan hingga segera mengirim tentara tambahan.

"Saat ini, mereka akan kehabisan pasukan yang tersedia, karena mereka menyediakan sekitar 190.000 pasukan untuk operasi ini," terang Clarke.

"Dan mereka semua sekarang ada di sana. Akan ada beberapa ribu yang ditahan, tapi tidak banyak."

"Jadi mereka lebih dari 90% berkomitmen untuk operasi ini."

Rusia diperkirakan akan mengirim lebih banyak pasukan dari timur jauh yang sepertinya akan tiba dalam empat atau lima hari.

"Masalah yang dihadapi Rusia adalah mencoba menduduki negara yang tidak menginginkannya di sana," kata Clarke.

Selain itu, Rusia akan kekurangan pasukan yang harus berjaga di wilayah yang akan diduduki.

Seperti yang terlihat ketika saat ini Rusia berhasil merebut kota Kherson, namun tak bisa memegang kontrol.

"Mereka memiliki tiga sumbu serangan utama: melalui Kiev, di selatan di Mariupol, untuk terhubung dengan utara, dan di barat menuju Odesa," ujar Clarke.

"Semua lini serangan itu sekarang kehabisan tenaga, karena mereka harus meninggalkan begitu banyak pasukan, dan mereka tidak benar-benar memegang kendali."

"Satu-satunya kota yang mereka miliki adalah Kherson di selatan, dan mereka juga tidak benar-benar mengendalikannya." (TribunWow.com/Anung/Via)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Konflik Rusia Vs UkrainaRusiaUkrainaVladimir PutinVolodymyr ZelenskyBucha
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved