Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Ucapkan Selamat hingga Minta Bantuan, Putin Telepon Macron hingga 2 Jam

Selama dua jam Putin menghubungi Presiden Prancis Macron lewat sambungan telepon.

Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
AFP / Dmitry Lovetsky
Presiden Rusia Vladimir Putin bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron dalam pertemuan di Saint Petersburg, 25 Mei 2018. Terbaru, Macron mengaku telah menelepon Putin pada Kamis (24/2/2022) untuk membicarakan invasi Rusia ke Ukraina. 

TRIBUNWOW.COM - Presiden Rusia Vladimir Putin diketahui sempat menelepon Presiden Prancis Emmanuel Macron selama lebih dari dua jam pada Selasa (3/5/2022).

Dalam percakapan yang berlangsung selama berjam-jam tersebut, Putin sempat mengucapkan selamat kepada Macron yang kembali terpilih menjadi presiden.

Pada kesempatan itu, Putin juga menginfokan Macron soal perkembangan konflik di Ukraina.

Baca juga: Media Inggris Sebut Sudah Ada 5 Tanda Putin akan Gunakan Nuklir, Foto Koper hingga Ancaman TV Rusia

Baca juga: Takut Mati Jadi Motivasi Putin Invasi Ukraina, Eks Jenderal Tentara AS: Akan Lakukan Apapun

Dikutip TribunWow.com dari rt.com, info yang disampaikan di antaranya adalah evakuasi warga sipil di pabrik baja Azovstal, Mariupol.

Putin lalu menceritakan bagaimana negara-negara Uni Eropa telah mengabaikan kejahatan perang yang dilakukan oleh pasukan militer Ukraina.

"Penyerangan besar-besaran kota di Donbass yang menyebabkan korban warga sipil," ujar Putin.

Putin lalu menceritakan bagaimana negara-negara barat dapat membantu menghentikan kejahatan perang tersebut dengan cara memengaruhi Kiev atau menghentikan suplai senjata untuk Ukraina.

Di sisi lain, sebuah tuduhan dilayangkan oleh pemerintah Amerika Serikat (AS) terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin soal konflik di Ukraina.

Juru bicara Kementerian Pertahanan AS John Kirby menyebut Putin telah berbuat bejat dan brutal selama melakukan invasi di Ukraina.

Kirby menyebut tidak ada yang bisa dijustifikasi dari invasi Rusia di Ukraina.

Dikutip TribunWow.com dari bbc.com, pernyataan ini disampaikan oleh Kirby pada Jumat (29/4/2022).

Kirby menyebut Putin bejat dan brutal ketika membahas taktik perang yang digunakan oleh Rusia.

Kirby meragukan tujuan invasi Putin adalah melindungi warga Rusia hingga melakukan denazifikasi.

Ia mengungkit bagaimana pasukan militer Rusia di Ukraina menembaki warga sipil, ibu hamil, hingga membombardir rumah sakit.

Pada Jumat (29/4/2022), Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky juga mengatakan pihaknya masih terbuka untuk melakukan perundingan damai dengan Putin.

Namun Zelensky mengakui risiko gagalnya perundingan damai sangat tinggi karena Rusia terus melakukan agresi.

"Setelah (insiden) Bucha dan Mariupol, orang-orang hanya ingin untuk membunuh mereka," kata Zelensky.

Sebelumnya, perhatian publik beberapa minggu ini tertuju kepada nasib warga sipil yang terjebak di pabrik baja Azovstal yang berada di Mariupol, Ukraina.

Tak hanya warga sipil, di Azovstal juga terdapat beberapa prajurit Ukraina yang dituding Rusia sengaja menghalang-halangi warga sipil yang ingin keluar.

Pemerintah Rusia sendiri menegaskan bahwa Putin telah memberikan lampu hijau bagi para warga sipil yang ingin keluar dari Azovstal.

Dikutip TribunWow.com dari tass.com, informasi ini disampaikan oleh juru bicara Putin, Dmitry Peskov pada Kamis (28/4/2022).

Pernyataan Peskov ini membalas statement dari Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky yang mengatakan ingin segera melakukan negosiasi dengan Rusia untuk mengevakuasi warga sipil di Azovstal.

"Presiden telah menyatakan secara jelas: warga sipil dapat keluar dan pergi kemanapun mereka mau. Tentara harus meninggalkan senjata mereka dan keluar juga," ujar Peskov.

"Keselamatan mereka akan dijamin."

"Semua yang terluka dan sakit akan diberikan pertolongan medis," kata Peskov.

"Apa yang perlu dinegosiasikan dalam kasus ini?" ujar Peskov.

Sementara itu, pemerintah Rusia dituding sedang merencanakan melakukan sebuah propaganda dengan cara membawa sekelompok jurnalis datang ke Mariupol, Ukraina.

Tudingan ini disampaikan oleh organisasi berita Ukraina, Ukrayinska Pravda.

Bersama dengan para jurnalis, nantinya pemerintah Rusia akan melakukan tur di Mariupol.

Dikutip TribunWow.com dari Sky News, jurnalis yang akan dibawa ke Mariupol nantinya adalah jurnalis yang pro terhadap pemerintahan Rusia.

Para jurnalis ini nantinya akan berangkat ke Ukraina dari Rostov di Rusia.

Mereka juga akan diberikan sejumlah informasi tertentu terkait konflik yang terjadi di Mariupol.

Badan intelijen Ukraina mengatakan, informasi yang dipersiapkan oleh para pemerintah Rusia tersebut di antaranya adalah pengakuan saksi mata settingan.

Saksi mata palsu itu nantinya akan menceritakan bagaimana tentara Ukraina membombardir kota dan membunuh para warga sipil.

Kementerian Luar Negeri Ukraina mengecam rencana tur jurnalis yang akan dilakukan oleh pemerintah Rusia.

Kemenlu Ukraina juga meminta agar para jurnalis asing tidak ikut berpartisipasi.

Sebelumnya, pada Selasa (26/4/2022), Presiden Rusia Vladimir Putin menyambut kunjungan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Antonio Guterres.

Dalam pertemuan mereka di Moskow, Rusia, satu dari beberapa hal yang menjadi pembahasan adalah nasib para warga sipil yang berada di pabrik baja Azovstal, Mariupol.

Putin menjelaskan bahwa pasukan militer Ukraina wajib membiarkan warga sipil yang berada di Azovstal untuk pergi ke luar.

Dikutip TribunWow.com dari tass.com, Putin menegaskan bahwa Azovstal saat ini tengah diblokade dan sama sekali tidak ada operasi militer Rusia di sana.

Putin menjelaskan, apabila tentara Ukraina menolak untuk melepaskan para warga sipil di Azovstal, maka mereka sama saja bertindak layaknya kelompok teroris yang menggunakan warga sipil sebagai tameng.

"Membiarkan orang-orang itu pergi adalah hal yang sangat sederhana. Tidak ada yang lebih mudah," kata Putin.

"Anda bilang, koridor kemanusiaan Rusia tidak bekerja. Pak Sekjen, Anda telah diberi informasi salah: koridor tersebut berfungsi," kata Putin ke Guterres.

Putin menjelaskan bahwa telah ada sekira 140 ribu warga yang telah meninggalkan Mariupol dengan bantuan Rusia.

"Mereka bebas pergi ke manapun mereka inginkan. Beberapa memilih untuk pindah ke Rusia, dan yang lain pindah ke tempat lainnya di Ukraina," ujar Putin.

Baca juga: Ibaratkan bak Kamar Mayat Terbuka, Jurnalis Temukan Mayat Tentara Rusia Dibentuk Huruf Z di Ukraina

Baca juga: Demi Cegah Putin Lakukan Invasi ke Negara Lain, Eks PM Inggris Minta Barat Kalahkan Rusia di Ukraina

Putin menegaskan Rusia tidak menahan para warga sipil.

Di sisi lain, kunjungan Guterres ini menuai kritik dari Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

Zelensky menyayangkan mengapa Guterres justru berkunjung ke Rusia lebih dulu bukannya ke Ukraina.

Dikutip TribunWow.com dari Thesun.co.uk, saat di Rusia Guterres diketahui telah berbincang dengan Putin dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov membicarakan konflik di Ukraina.

"Perang terjadi di Ukraina, tidak ada mayat di jalanan Moskow," sindir Zelensky.

"Logisnya pertama mengunjungi Ukraina, untuk melihat masyarakat di sana (Ukraina), konsekuensi dari okupasi," ujar Zelensky.

Guterres diketahui juga melakukan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov di Moskow, Selasa (26/4/2022).

Keduanya membahas mengenai kemungkinan perdamaian antara Rusia dan Ukraina yang berkonflik.

Juga mengenai negosiasi yang terhenti serta ketidakpuasan Rusia kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

Adapun, pertemuan itu dilakukan sebelum Guterres nantinya berunding langsung dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Dilansir Sky News, Lavrov menyatakan invasi ke Ukraina adalah seruan peringatan yang berbahaya bagi PBB.

Ia juga menuduh PBB berusaha mencoret aturan dasar dari piagamnya sendiri.

"Organisasi ini dibuat atas dasar persamaan kedaulatan negara," tambah Lavrov dikutip TribunWow.com, Rabu (27/4/2022).

Guterres menjawab bahwa pihaknya memahami Rusia memiliki sejumlah keluhan mengenai hubungan dengan negara tetangganya.

Namun ia mengingatkan kesalahan Rusia yang jelas-jelas melakukan penyerangan ke Ukraina.

"Ada satu hal yang benar dan jelas dan tidak ada argumen yang dapat berubah," kata Guterres.

"Tidak ada pasukan Ukraina di wilayah Federasi Rusia, tetapi pasukan Rusia berada di wilayah Ukraina."

Dia juga membantah tuduhan Lavrov tentang pelanggaran piagam PBB.

Sebelumnya, Guterres menekankan prioritasnya adalah meminimalkan krisis kemanusiaan di Ukraina dan menyerukan gencatan senjata sesegera mungkin.

Selama komentar awal, Guterres mengatakan ada interpretasi berbeda tentang apa yang terjadi di Ukraina.

"Tapi itu tidak membatasi kemungkinan untuk melakukan dialog yang sangat serius untuk meminimalkan penderitaan manusia," tambahnya.

Ia mendesak diadakannya koridor kemanusiaan di Mariupol yang diinisiasi melalui kerjasama PBB dan Komite Internasional Palang Merah, bersama dengan pasukan Rusia dan Ukraina.

Selain itu, PBB menyatakan siap memasok logistik dan sumber daya untuk warga yang terjebak.

Terkat desakan untuk perundingan damai, Lavrov mengatakan Rusia akan mempertimbangkan.

Namun, ia menolak adanya mediator atau upaya mediasi dengan Ukraina.

Pasalnya, Ukraina masih belum memberikan jawaban mengenai proposal yang diajukan oleh Rusia.

"Jika ada memiliki ide-ide menarik kami siap untuk mendengarkan mereka," kata Lavrov dilansir TASS, Selasa (26/4/2022).

"Para perunding Ukraina tidak berbicara tentang mediasi seperti pada tahap pembicaraan sebelumnya. Saya pikir terlalu dini untuk berbicara tentang mediator pada tahap ini."

"Kami ingin mendapatkan jawaban atas versi terakhir dari draf dokumen, yang kami serahkan 10-12 hari yang lalu, dan yang tidak dilaporkan oleh negosiator Ukraina kepada presiden mereka."

Namun, pembicaraan dengan Ukraina tentang mengizinkan warga sipil meninggalkan Mariupol tidak mungkin dilanjutkan.

Lavrov mengatakan itu adalah gerakan teatrikal dari Ukraina yang mungkin menginginkan adegan lain yang menyayat hati seperti halnya di Bucha.

"Jika kita berbicara tentang sikap serius untuk bekerja sebagai bagian dari pembicaraan, mereka lebih baik menjawab proposal kita sesegera mungkin," tegas Lavrov.

"Kami mendukung solusi yang dinegosiasikan. Anda tahu bahwa segera setelah Zelensky mengusulkan pembicaraan pada awal Maret, kami setuju."

"Tetapi cara delegasi Ukraina berperilaku dalam pembicaraan, cara Zelensky sendiri bertingkah, menolak untuk mengkonfirmasi bahwa mereka menerima proposal baru kami seminggu lalu, tentu saja, mengecewakan."

"Mereka tampaknya tidak terlalu tertarik melakukan perundingan (damai)," pungkasnya. (TribunWow.com/Anung/Via)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Konflik Rusia Vs UkrainaRusiaUkrainaVladimir PutinVolodymyr ZelenskyEmmanuel MacronPrancisMariupol
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved