Konflik Rusia Vs Ukraina
Berterima Kasih pada PBB, Zelensky Girang 100 Warga Mariupol yang Terjebak Berhasil Dievakuasi
Warga yang terjebak di Mariupol, termasuk wanita dan anak-anak, telah dievakuasi sebagian dari pabrik baja Azovtal yang hancur.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Warga yang terjebak di Mariupol, termasuk wanita dan anak-anak, telah dievakuasi sebagian dari pabrik baja Azovtal yang hancur.
Kabar ini dikonfirmasi langsung oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky melalui akun media sosial miliknya.
Karena campur tangan PBB, sebanyak 100 orang dikabarkan sudah selamat dan dievakuasi ke daerah Zaporizhzhia.
Baca juga: Bantah Klaim PBB, Jubir Rusia Tegaskan Putin Belum Setujui Rencana Evakuasi di Mariupol
Baca juga: Ditegur PBB, Putin Dikabarkan Akhirnya Setujui Gencatan Senjata untuk Evakuasi Penduduk di Mariupol
Dilansir TribunWow.com dari akun Twitter resmi @ZelenskyyUa, Minggu (1/5/2022), presiden 44 tahun itu mengatakan 100 orang di pabrik Azovtal berhasil diselamatkan.
Ia berterimakasih pada PBB dan tim pelaksana koridor kemanusiaan yang telah berhasil menyelamatkan warganya.
Zelensky pun mengatakan akan menemui para penduduk yang terjebak selama berminggu-minggu itu di wilayah Zaporizhzhia.
Sementara di kompleks pabrik Azovtal, tim tersebut masih berusaha menyelamatkan warga lainnya.
"Evakuasi warga sipil dari Azovstal dimulai. Kelompok pertama yang terdiri dari sekitar 100 orang sudah menuju ke area yang dikendalikan. Besok kita akan menemui mereka di Zaporizhzhia. Terima kasih untuk tim kami! Sekarang mereka, bersama dengan #UN, sedang mengerjakan evakuasi warga sipil lainnya dari pabrik," cuit Zelensky.
Dikutip Aljazeera, Senin (2/5/2022), sebelumnya dua kelompok warga sipil meninggalkan daerah perumahan di sekitar pabrik baja Azovstal pada kloter pertama di hari Sabtu.
Kementerian Rusia mengatakan total 46 warga sipil meninggalkan daerah itu dan diberikan makanan dan tempat tinggal.
Mereka yang dibawa termasuk 19 orang dewasa dan enam anak-anak.
Tidak ada rincian lebih lanjut yang diberikan.
Banyak upaya untuk mengatur gencatan senjata untuk memungkinkan penduduk meninggalkan kota telah gagal, dengan Moskow dan Kyiv berulang kali saling menyalahkan.
Di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Palang Merah, lebih dari 70 bus berada di pabrik itu untuk mengevakuasi orang.
Warga sipil dibawa ke desa Bezimenne, yang berada di bawah kendali Republik Rakyat Donetsk yang memproklamirkan diri.
Setelah melewati pemeriksaan yang diperlukan, mereka dibawa ke kamp pengungsi.
Dari sana mereka akan dibawa ke kota Zaporizhzhia, sebuah wilayah di bawah kendali Ukraina, didampingi oleh kendaraan PBB dan Palang Merah, serta pasukan militer Rusia dan Donetsk.
PBB mengkonfirmasi pada hari Minggu bahwa operasi untuk mengevakuasi orang-orang dari pabrik baja di kota Mariupol Ukraina yang dibom sedang berlangsung.
"PBB menegaskan bahwa operasi lintas yang aman sedang berlangsung di pabrik baja Azovstal, berkoordinasi dengan ICRC dan pihak-pihak yang berkonflik," kata juru bicara Jens Laerke.
Diperkirakan 1.000 warga sipil dan beberapa ratus tentara Ukraina diperkirakan berlindung di labirin terowongan bawah tanah di bawah pabrik baja.
Banyak dari mereka memerlukan perhatian medis.
Ukraina telah menyalahkan kegagalan berbagai upaya evakuasi sebelumnya pada penembakan Rusia yang terus berlanjut.
Baca juga: Invasi Rusia ke Ukraina Hari ke-67, Warga Mariupol Dievakuasi hingga Kedatangan Angelina Jolie
Baca juga: Lukanya Membusuk, Pengungsi yang Terjebak di Pabrik Baja Mariupol Berkeras Tak Mau Menyerah ke Rusia
Perdebatan Sengit Menlu Putin dan Sekjen PBB
Sekretaris Jenderal Antonio Guterres melakukan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov di Moskow, Selasa (26/4/2022).
Keduanya membahas mengenai kemungkinan perdamaian antara Rusia dan Ukraina yang berkonflik.
Juga mengenai negosiasi yang terhenti serta ketidakpuasan Rusia kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Adapun, pertemuan itu dilakukan sebelum Guterres nantinya berunding langsung dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Dilansir Sky News, Lavrov menyatakan invasi ke Ukraina adalah seruan peringatan yang berbahaya bagi PBB.
Ia juga menuduh PBB berusaha mencoret aturan dasar dari piagamnya sendiri.
"Organisasi ini dibuat atas dasar persamaan kedaulatan negara," tambah Lavrov dikutip TribunWow.com, Rabu (27/4/2022).
Guterres menjawab bahwa pihaknya memahami Rusia memiliki sejumlah keluhan mengenai hubungan dengan negara tetangganya.
Namun ia mengingatkan kesalahan Rusia yang jelas-jelas melakukan penyerangan ke Ukraina.
"Ada satu hal yang benar dan jelas dan tidak ada argumen yang dapat berubah," kata Guterres.
"Tidak ada pasukan Ukraina di wilayah Federasi Rusia, tetapi pasukan Rusia berada di wilayah Ukraina."
Dia juga membantah tuduhan Lavrov tentang pelanggaran piagam PBB.
Sebelumnya, Guterres menekankan prioritasnya adalah meminimalkan krisis kemanusiaan di Ukraina dan menyerukan gencatan senjata sesegera mungkin.
Selama komentar awal, Guterres mengatakan ada interpretasi berbeda tentang apa yang terjadi di Ukraina.
"Tapi itu tidak membatasi kemungkinan untuk melakukan dialog yang sangat serius untuk meminimalkan penderitaan manusia," tambahnya.
Ia mendesak diadakannya koridor kemanusiaan di Mariupol yang diinisiasi melalui kerjasama PBB dan Komite Internasional Palang Merah, bersama dengan pasukan Rusia dan Ukraina.
Selain itu, PBB menyatakan siap memasok logistik dan sumber daya untuk warga yang terjebak.
Terkat desakan untuk perundingan damai, Lavrov mengatakan Rusia akan mempertimbangkan.
Namun, ia menolak adanya mediator atau upaya mediasi dengan Ukraina.
Pasalnya, Ukraina masih belum memberikan jawaban mengenai proposal yang diajukan oleh Rusia.
"Jika ada memiliki ide-ide menarik kami siap untuk mendengarkan mereka," kata Lavrov dilansir TASS, Selasa (26/4/2022).
"Para perunding Ukraina tidak berbicara tentang mediasi seperti pada tahap pembicaraan sebelumnya. Saya pikir terlalu dini untuk berbicara tentang mediator pada tahap ini."
"Kami ingin mendapatkan jawaban atas versi terakhir dari draf dokumen, yang kami serahkan 10-12 hari yang lalu, dan yang tidak dilaporkan oleh negosiator Ukraina kepada presiden mereka."
Namun, pembicaraan dengan Ukraina tentang mengizinkan warga sipil meninggalkan Mariupol tidak mungkin dilanjutkan.
Lavrov mengatakan itu adalah gerakan teatrikal dari Ukraina yang mungkin menginginkan adegan lain yang menyayat hati seperti halnya di Bucha.
"Jika kita berbicara tentang sikap serius untuk bekerja sebagai bagian dari pembicaraan, mereka lebih baik menjawab proposal kita sesegera mungkin," tegas Lavrov.
"Kami mendukung solusi yang dinegosiasikan. Anda tahu bahwa segera setelah Zelensky mengusulkan pembicaraan pada awal Maret, kami setuju."
"Tetapi cara delegasi Ukraina berperilaku dalam pembicaraan, cara Zelensky sendiri bertingkah, menolak untuk mengkonfirmasi bahwa mereka menerima proposal baru kami seminggu lalu, tentu saja, mengecewakan."
"Mereka tampaknya tidak terlalu tertarik melakukan perundingan (damai)," pungkasnya. (TribunWow.com/Via)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wow/foto/bank/originals/pengungsi-dari-mariup2orizhzhia-ukraina.jpg)