Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Ukraina Sebut Rusia Berencana Lakukan Propaganda dengan Membawa Jurnalis ke Mariupol

Pemerintah Rusia dituding melakukan propaganda di Ukraina dengan cara membawa jurnalis datang ke Mariupol.

Penulis: anung aulia malik
Editor: Tiffany Marantika Dewi
Capture Video The Sun
Presiden Rusia Vladimir Putin ketika menghadiri acara kebaktian gereja, Minggu (24/4/2022). Putin dikabarkan menunjukkan gelagat aneh yang merujuk pada penyakit Parkinson. 

TRIBUNWOW.COM - Pemerintah Rusia dituding sedang merencanakan melakukan sebuah propaganda dengan cara membawa sekelompok jurnalis datang ke Mariupol, Ukraina.

Tudingan ini disampaikan oleh organisasi berita Ukraina, Ukrayinska Pravda.

Bersama dengan para jurnalis, nantinya pemerintah Rusia akan melakukan tur di Mariupol.

Sebuah citra satelit pada Minggu (3/4/2022) menunjukkan lokasi yang tampak seperti situs kuburan massal yang disusun dalam empat bagian baris linier (berukuran sekitar 85 meter per bagian) di Mariupol, Ukraina.
Sebuah citra satelit pada Minggu (3/4/2022) menunjukkan lokasi yang tampak seperti situs kuburan massal yang disusun dalam empat bagian baris linier (berukuran sekitar 85 meter per bagian) di Mariupol, Ukraina. (AFP/ Maxar technology)

Baca juga: Dibuang ke Rusia, Pria Ukraina Disiksa hingga Disetrum di Basemen: Kami seperti Binatang

Baca juga: Begini Cara CIA Lindungi Zelensky yang Terancam Serangan Rusia di Ukraina

Dikutip TribunWow.com dari Sky News, jurnalis yang akan dibawa ke Mariupol nantinya adalah jurnalis yang pro terhadap pemerintahan Rusia.

Para jurnalis ini nantinya akan berangkat ke Ukraina dari Rostov di Rusia.

Mereka juga akan diberikan sejumlah informasi tertentu terkait konflik yang terjadi di Mariupol.

Badan intelijen Ukraina mengatakan, informasi yang dipersiapkan oleh para pemerintah Rusia tersebut di antaranya adalah pengakuan saksi mata settingan.

Saksi mata palsu itu nantinya akan menceritakan bagaimana tentara Ukraina membombardir kota dan membunuh para warga sipil.

Kementerian Luar Negeri Ukraina mengecam rencana tur jurnalis yang akan dilakukan oleh pemerintah Rusia.

Kemenlu Ukraina juga meminta agar para jurnalis asing tidak ikut berpartisipasi.

Sebelumnya, pada Selasa (26/4/2022), Presiden Rusia Vladimir Putin menyambut kunjungan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Antonio Guterres.

Dalam pertemuan mereka di Moskow, Rusia, satu dari beberapa hal yang menjadi pembahasan adalah nasib para warga sipil yang berada di pabrik baja Azovstal, Mariupol.

Putin menjelaskan bahwa pasukan militer Ukraina wajib membiarkan warga sipil yang berada di Azovstal untuk pergi ke luar.

Dikutip TribunWow.com dari tass.com, Putin menegaskan bahwa Azovstal saat ini tengah diblokade dan sama sekali tidak ada operasi militer Rusia di sana.

Putin menjelaskan, apabila tentara Ukraina menolak untuk melepaskan para warga sipil di Azovstal, maka mereka sama saja bertindak layaknya kelompok teroris yang menggunakan warga sipil sebagai tameng.

"Membiarkan orang-orang itu pergi adalah hal yang sangat sederhana. Tidak ada yang lebih mudah," kata Putin.

"Anda bilang, koridor kemanusiaan Rusia tidak bekerja. Pak Sekjen, Anda telah diberi informasi salah: koridor tersebut berfungsi," kata Putin ke Guterres.

Putin menjelaskan bahwa telah ada sekira 140 ribu warga yang telah meninggalkan Mariupol dengan bantuan Rusia.

"Mereka bebas pergi ke manapun mereka inginkan. Beberapa memilih untuk pindah ke Rusia, dan yang lain pindah ke tempat lainnya di Ukraina," ujar Putin.

Putin menegaskan Rusia tidak menahan para warga sipil.

Di sisi lain, kunjungan Guterres ini menuai kritik dari Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

Zelensky menyayangkan mengapa Guterres justru berkunjung ke Rusia lebih dulu bukannya ke Ukraina.

Dikutip TribunWow.com dari Thesun.co.uk, saat di Rusia Guterres diketahui telah berbincang dengan Putin dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov membicarakan konflik di Ukraina.

"Perang terjadi di Ukraina, tidak ada mayat di jalanan Moskow," sindir Zelensky.

"Logisnya pertama mengunjungi Ukraina, untuk melihat masyarakat di sana (Ukraina), konsekuensi dari okupasi," ujar Zelensky.

Guterres diketahui juga melakukan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov di Moskow, Selasa (26/4/2022).

Keduanya membahas mengenai kemungkinan perdamaian antara Rusia dan Ukraina yang berkonflik.

Juga mengenai negosiasi yang terhenti serta ketidakpuasan Rusia kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

Adapun, pertemuan itu dilakukan sebelum Guterres nantinya berunding langsung dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Dilansir Sky News, Lavrov menyatakan invasi ke Ukraina adalah seruan peringatan yang berbahaya bagi PBB.

Ia juga menuduh PBB berusaha mencoret aturan dasar dari piagamnya sendiri.

"Organisasi ini dibuat atas dasar persamaan kedaulatan negara," tambah Lavrov dikutip TribunWow.com, Rabu (27/4/2022).

Guterres menjawab bahwa pihaknya memahami Rusia memiliki sejumlah keluhan mengenai hubungan dengan negara tetangganya.

Namun ia mengingatkan kesalahan Rusia yang jelas-jelas melakukan penyerangan ke Ukraina.

"Ada satu hal yang benar dan jelas dan tidak ada argumen yang dapat berubah," kata Guterres.

"Tidak ada pasukan Ukraina di wilayah Federasi Rusia, tetapi pasukan Rusia berada di wilayah Ukraina."

Dia juga membantah tuduhan Lavrov tentang pelanggaran piagam PBB.

Sebelumnya, Guterres menekankan prioritasnya adalah meminimalkan krisis kemanusiaan di Ukraina dan menyerukan gencatan senjata sesegera mungkin.

Selama komentar awal, Guterres mengatakan ada interpretasi berbeda tentang apa yang terjadi di Ukraina.

"Tapi itu tidak membatasi kemungkinan untuk melakukan dialog yang sangat serius untuk meminimalkan penderitaan manusia," tambahnya.

Ia mendesak diadakannya koridor kemanusiaan di Mariupol yang diinisiasi melalui kerjasama PBB dan Komite Internasional Palang Merah, bersama dengan pasukan Rusia dan Ukraina.

Selain itu, PBB menyatakan siap memasok logistik dan sumber daya untuk warga yang terjebak.

Terkat desakan untuk perundingan damai, Lavrov mengatakan Rusia akan mempertimbangkan.

Namun, ia menolak adanya mediator atau upaya mediasi dengan Ukraina.

Pasalnya, Ukraina masih belum memberikan jawaban mengenai proposal yang diajukan oleh Rusia.

"Jika ada memiliki ide-ide menarik kami siap untuk mendengarkan mereka," kata Lavrov dilansir TASS, Selasa (26/4/2022).

"Para perunding Ukraina tidak berbicara tentang mediasi seperti pada tahap pembicaraan sebelumnya. Saya pikir terlalu dini untuk berbicara tentang mediator pada tahap ini."

"Kami ingin mendapatkan jawaban atas versi terakhir dari draf dokumen, yang kami serahkan 10-12 hari yang lalu, dan yang tidak dilaporkan oleh negosiator Ukraina kepada presiden mereka."

Namun, pembicaraan dengan Ukraina tentang mengizinkan warga sipil meninggalkan Mariupol tidak mungkin dilanjutkan.

Lavrov mengatakan itu adalah gerakan teatrikal dari Ukraina yang mungkin menginginkan adegan lain yang menyayat hati seperti halnya di Bucha.

"Jika kita berbicara tentang sikap serius untuk bekerja sebagai bagian dari pembicaraan, mereka lebih baik menjawab proposal kita sesegera mungkin," tegas Lavrov.

"Kami mendukung solusi yang dinegosiasikan. Anda tahu bahwa segera setelah Zelensky mengusulkan pembicaraan pada awal Maret, kami setuju."

"Tetapi cara delegasi Ukraina berperilaku dalam pembicaraan, cara Zelensky sendiri bertingkah, menolak untuk mengkonfirmasi bahwa mereka menerima proposal baru kami seminggu lalu, tentu saja, mengecewakan."

"Mereka tampaknya tidak terlalu tertarik melakukan perundingan (damai)," pungkasnya. (TribunWow.com/Anung/Via)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Sumber: TribunWow.com
Tags:
UkrainaRusiaJurnalisMariupol
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved