Konflik Rusia Vs Ukraina
Dipaksa Berperang, Tentara Ukraina yang Terjebak di Mariupol akan Dieksekusi jika Menyerah ke Rusia
Pimpinan Chechen Ramzan Kadyrov membongkar situasi para prajurit Ukraina yang terjebak di dalam Kota Mariupol.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Pimpinan Chechnya Ramzan Kadyrov mengungkapkan bagaimana para tentara Ukraina diperlakukan secara tak manusiawi oleh komandan mereka.
Diketahui kini masih tersisa sejumlah tentara Ukraina yang bertahan di pabrik baja Azovstal yang berada di Kota Mariupol.
Kadyrov menjelaskan, para tentara Ukraina itu saat ini dipimpin oleh batalion nasionalis Ukraina yang bersikap keji bahkan terhadap rekan seperjuangan mereka sendiri.

Baca juga: Rusia Tuding Nasionalis Ukraina Gunakan Taktik Perang Mirip Nazi di Era Perang Dunia II
Baca juga: Citra Satelit Ungkap Kuburan Massal di Mariupol, Rusia Dituding Sembunyikan Bukti Kejahatan Perang
Dikutip TribunWow.com dari Tass.com, Kadyrov lewat akun Telegram miliknya menjelaskan bagaimana para tentara Ukraina yang terjebak di dalam Mariupol dipaksa untuk terus berperang oleh komandan mereka.
Informasi ini diperoleh Kadyrov seusai bertanya ke seorang tawanan perang.
Batalion nasionalis Ukraina yang kini memimpin para tentara Ukraina di Azovstal disebut akan menembak mati para tentara yang memilih untuk menyerah ke Rusia.
"Menurut keterangan tawanan, mayoritas dari mereka yang terkurung di belakang tembok tebal pabrik ingin cepat-cepat pergi meninggalkan wilayah sambil memegang bendera putih," ungkap Kadyrov.
"Namun inisiatif ini tidak didukung oleh sang komandan batalion nasionalis."
"Kami telah mengkonfirmasi informasi tentang mengeksekusi mati anggota mereka sendiri yang ingin menyerah," papar Kadyrov.
Kadyrov menyampaikan, batalion nasionalis juga telah menyebarkan disinformasi kepada anggota mereka tentang nasib para tahanan perang di tangan Rusia.
Diketahui pemerintah Rusia telah memberikan kesempatan kepada pasukan militer Ukraina di Mariupol agar menyerah.
Namun beberapa tentara Ukraina tetap enggan menyerah dan memutuskan untuk melawan Rusia hingga titik darah penghabisan.
Beberapa di antaranya bertahan di pabrik baja Azovstal yang berada di Mariupol.
Dikutip TribunWow.com dari Sky News, Mayor Serhiy Volyna menyatakan pasukannya yakni brigade marinir ke-36 akan terus bertempur melawan Rusia.
Lewat sebuah video, Volyna menyampaikan sebuah permohonan kepada para pemimpin dunia untuk membantu Mariupol dan Ukraina.
"Ini adalah pesan kami kepada dunia. Ini mungkin jadi pesan terakhir kami," ucap Volyna.
"Kami mungkin hanya memiliki beberapa hari atau jam tersisa."
"Kekuatan musuh 10 kali lebih besar dibandingkan kami. Mereka menguasai udara, artileri, tank dan unggul dalam kendaraan tempur."
Volyna mengatakan, misinya dan pasukannya di Mariupol adalah mempertahankan pabrik baja Azovstal.
"Kami meminta kepada para pemimpin dunia untuk bantu kami," kata Volyna.
Volyna ingin agar dirinya dan para pasukannya dievakuasi ke negara dunia ketiga.
Menurut Volyna ada 500 tentara yang terluka, dan ratusan warga sipil di Mariupol termasuk wanita dan anak-anak yang belum dievakuasi.
"Kami meminta diberikan keamanan di teritori negara dunia ketiga," ujar Volyna.
Peperangan antara Rusia dan Ukraina pada hari ke-57, masih terkonsentrasi di wilayah sekitar perbatasan dua negara.
Sementara kondisi di Mariupol semakin kritis, kota-kota Ukraina lain melaporkan adanya ekskalasi serangan.
Rusia juga dikabarkan mulai melancarkan serangan lain di samping agresi militer, di antaranya adalah pengerahan ancaman siber terutama bagi sekutu NATO.
Dilansir dari The Guardian, Kamis (21/4/2022), berikut sejumlah poin perkembangan konflik Ukraina dan Rusia pada hari ke-57 yang disusun TribunWow.com.
Situasi Perang
Presiden Rusia Vladimir Putin telah memerintahkan pasukannya untuk tidak menyerbu benteng terakhir Ukraina yang tersisa di kota Mariupol yang terkepung.
Hal ini diutarakan setelah menteri pertahanannya, Sergei Shoigu mengakui tentara Rusia masih memerangi ribuan tentara Ukraina di sana.
Putin menilai rencana untuk menyerbu pabrik baja Azovstal tidak praktis dan justru mengintruksikan pasukan Rusia untuk memblokade daerah itu agar tak seekor lalat bisa lewat.
Wakil Perdana Menteri Ukraina, Iryna Vereshchuk, telah meminta koridor kemanusiaan untuk memungkinkan warga sipil dan tentara yang terluka dievakuasi dari Azovstal.
Dalam pengepungan tersebut, Vanda Semyonovna Obiedkova, seorang korban Holocaust berusia 91 tahun dikabarkan tewas.
Dia meninggal saat berlindung di ruang bawah tanah yang membeku tanpa air, dalam gema suram tentang bagaimana dia bersembunyi di ruang bawah tanah dari Nazi ketika dia berusia 10 tahun.
Kementerian pertahanan Rusia mengklaim rudal dan artilerinya telah menghantam 1.001 sasaran militer di Ukraina semalam, termasuk 162 pangkalan tembak.
Sementara, wali kota Kharkiv, mengatakan kota terbesar kedua Ukraina itu berada di bawah pengeboman hebat.
Oleg Synegubov, kepala administrasi negara regional, mengatakan pasukan Rusia menembaki daerah Kharkiv dengan berbagai jenis senjata.
Dia menyebutkan ada sekitar 15 serangan dan lima warga sipil terluka.
Kini, Pasukan Rusia dilaporkan bergerak maju menuju Kramatorsk, sementara Putin kemungkinan ingin menunjukkan keberhasilan signifikan sebelum perayaan Hari Kemenangan pada 9 Mei.
Baca juga: Bantah Tolak Negosiasi, Rusia Sebut Keputusan Damai Kini Sudah Ada di Tangan Ukraina
Baca juga: Kadyrov Pastikan Mariupol Jatuh Hari Ini Juga, akan Jadi Kemenangan Besar Pertama Rusia
Respons Internasional
Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sánchez, dan Perdana Menteri Denmark, Mette Frederiksen, diperkirakan akan bertemu dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskiy, di Kyiv hari ini.
Sementara, Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, telah tiba di India dalam misi diplomatik.
Ia bertujuan meyakinkan rekannya, PM India Narendra Modi, untuk mendukung tindakan barat melawan Rusia.
Selain itu juga membangun berbagai kemitraan perdagangan dan pertahanan strategis lainnya.
Di China, Presiden Xi Jinping, mengatakan pemerintahnya mendukung pembicaraan untuk menyelesaikan perselisihan internasional tetapi menegaskan kembali penentangan China terhadap sanksi sepihak.
China telah berulang kali mengkritik sanksi barat, termasuk sanksi terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina.
Namun China tetap berhati-hati untuk tidak memberikan bantuan kepada Moskow yang dapat menyebabkan kerugian untuk Beijing.
Ancaman Siber
Negara-negara sekutu yang tergabung dalam aliansi intelejen 'Five Eyes', termasuk Inggris dan AS, telah memperingatkan bahwa Rusia siap untuk meluncurkan serangan siber terhadap saingan yang mendukung Ukraina.
Baru-baru ini, analisis Institute for Strategic Dialogue, menemukan postingan yang meragukan bukti dugaan kejahatan perang di Bucha telah dibagikan ratusan ribu kali di Facebook.
Sementara itu, pengadilan di Moskow telah mendenda Google 11 juta rubel (£ 105.000) atas tudingan penyebaran data yang tidak akurat tentang kerugian pasukan Rusia dan korban sipil di Ukraina.
Selain itu juga akibat adanya penyebaran video di YouTube yang diproduksi oleh kelompok-kelompok Ukraina seperti batalyon nasionalis Azov. (TribunWow.com/Anung/Via)