Konflik Rusia Vs Ukraina
Tunjukkan Bukti, Jurnalis Investigasi Bongkar Tempat Persembunyian Putin hingga Menhan Rusia
Seorang jurnalis investigasi membeberkan tempat persembunyian Putin dan pejabat tinggi Rusia di tengah konflik antara Rusia dan Ukraina.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Seorang jurnalis investigasi bernama Christo Grozev menyebut para pejabat tinggi Rusia termasuk Presiden Rusia Vladimir Putin kini sehari-hari tinggal di tempat persembunyiannya masing-masing.
Tempat persembunyian yang dimaksud oleh Grozev adalah bunker dengan tingkat keamanan tinggi dan canggih.
Grozev mengatakan, ada bukti kuat yang menunjukkan sejumlah tempat persembunyian tersebut.

Baca juga: Sempat Sakit Diduga Diracuni, Roman Abramovich Hadiri Negosiasi Damai Rusia-Ukraina di Turki
Baca juga: Jangan Makan dan Pegang Benda Sembarangan, Ini Saran Ukraina saat Bernegosiasi dengan Rusia
Dilansir TribunWow.com, media asal Inggris Thesun.co.uk, menyebut persiapan bunker tersebut kemungkinan untuk bersiap menggunakan senjata nuklir.
Grozev mengungkapkan Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu disebut memiliki bunker di dekat Kota Ufa, tepatnya di wilayah pegunungan Ural.
Teori ini semakin diperkuat ketika beredar foto putri sang menteri yakni Ksenia Shoigu (31) mengunjungi kota Ufa.
"Saya sangat yakin Shoigu berada di dalam bunker," ujar Grozev terkait misteri Shoigu yang tiba-tiba sempat menghilang dari media selama beberapa minggu.
"Melacak pergerakan pesawatnya (Shoigu), kita dapat melihat seringnya penerbangan ke Ufa," ungkap Grozev.
Grozev menjelaskan, jika sampai terjadi perang nuklir maka para petinggi pemerintah Rusia sudah diamankan terlebih dahulu di dalam bunker.
Kemudian Grozev menyebut Putin juga memiliki bunker persembunyian yang lokasinya berbeda dari sang menteri.
Bunker milik Putin tersebut diyakini memiliki tingkat pengamanan yang lebih canggih dan kokoh dibandingkan Shoigu.
Grozev mengaku tidak tahu persis persembunyian Putin berada di mana.
Namun ia menyoroti bagaimana ada pesawat milik pemerintah Rusia yang mematikan alat pelacak ketika tiba di daerah Surgut.
Presiden Rusia Vladimir Putin pernah menyatakan tak segan menggunakan senjata nuklir jika negaranya merasa ada ancaman yang nyata.
Namun satu bulan konflik berlalu, Rusia masih belum menggunakan senjata nuklir di konflik Rusia-Ukraina.
Lantas apakah Putin hanya sekadar mengancam atau bersungguh-sungguh?
Juru bicara Putin, Dmitry Peskov mengatakan, ancaman yang disampaikan oleh Putin bukan sekadar omong kosong.
Dikutip TribunWow.com dari Tass.com, namun Peskov turut menyampaikan bahwa sampai saat ini pemeirntah Rusia tidak terpikirkan untuk menggunakan senjata nuklir.
"Tidak ada yang berpikir untuk menggunakan (senjata nuklir)...bahkan sekadar usul tentang menggunakan senjata nuklir," jelas Peskov.
Namun sejak Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menyinggung soal kekuasaan Putin sebagai presiden, Peskov mengatakan, pidato Biden tersebut membuat pemerintah Rusia gelisah.
Peskov lalu mengungkit bagaimana saat ini negara-negara barat telah melakukan perang ekonomi dengan Rusia.
"Kami harus beradaptasi dengan kondisi baru. Dan sayangnya kondisi tersebut tidak cukup bersahabat," jelas Peskov mengomentari soal sanksi negara-negara barat.
"Kita memasuki fase perang total," ujarnya.
Peskov lalu menyinggung bagaimana negara-negara barat mulai dari AS, Kanada, dan Australia kini memimpin perang ekonomi melawan Rusia.
Kondisi Rusia Terpaksa Pakai Nuklir
Sebelumnya Peskov telah menekankan ada kondisi tertentu yang bisa memaksa Rusia menyiagakan bom atom miliknya.
Dilansir TribunWow.com dari Reuters, Selasa (22/3/2022) Hal ini disampaikan Peskov kepada CNN dalam sebuah wawancara pada hari yang sama.
Komentar itu muncul di tengah kekhawatiran Barat bahwa konflik di sana dapat meningkat menjadi perang nuklir.
Pasalnya, setelah hampir empat minggu setelah Rusia mengirim pasukannya ke Ukraina, ekskalasi serangan disebut telah meningkat pesat.
Peskov membuat pernyataan itu ketika ditanya apakah dia yakin Putin tidak akan menggunakan senjata nuklir.
Tangan kanan Putin itu pun menjawab bahwa kebijakan keamanan Rusia menyatakan bahwa negara itu hanya akan menggunakan senjata nuklir jika keberadaannya terancam.
"Kami memiliki konsep keamanan dalam negeri dan bersifat publik, anda dapat membaca semua alasan penggunaan senjata nuklir. Jadi jika itu adalah ancaman eksistensial bagi negara kami, maka itu (senjata nuklir) dapat digunakan sesuai dengan konsep kami,” ujarnya.
"Tidak ada alasan lain yang disebutkan dalam teks itu."
Dilaporkan, Putin bulan lalu memerintahkan pasukan nuklir Rusia untuk siaga tinggi.
Sejalan dengan perintah tersebut, kementerian pertahanan Rusia mengatakan pada 28 Februari bahwa pasukan rudal nuklirnya dan armada Utara dan Pasifik telah ditempatkan pada posisi tempur.
Baca juga: Kirim Pesan ke AS, Ini Alasan Putin Siagakan Pasukan Nuklir di Tengah Upaya Damai dengan Ukraina
Baca juga: Efek Radiasi Nuklir jika PLTN Zaporizhzhia Ukraina Diledakkan Rusia, dari Kanker hingga Rusaknya DNA
Kekuatan Nuklir Rusia Siaga Satu
Rusia menyiagakan segenap kekuatan militernya, termasuk persenjataan nuklir yang telah disiapkan sejak Senin (28/2/2022).
Kementerian Pertahanan Rusia mengkonfirmasi bahwa pihaknya akan mengerahkan segenap kemampuan dalam krisis melawan Ukraina.
Terlepas dari pembicaraan damai yang sedang diupayakan antara pejabat Rusia dan Ukraina di Belarus.
Dilansir rt.com, Senin (28/2/2022), unit darat Rusia, dilengkapi dengan rudal balistik antarbenua serta kapal dari Armada Utara dan Pasifik, ditempatkan dalam siaga tempur tinggi.
Termasuk Angkatan Laut Rusia yang mengerahkan kapal selam dipersenjatai dengan rudal nuklir.
Kementerian mengatakan langkah itu dilakukan sesuai dengan perintah yang dikeluarkan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin pada hari Minggu (27/2/2022).
Putin menyebut adanya sanksi tidak sah terhadap Rusia dan pernyataan agresif oleh pejabat Barat, tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Diketahui, banyak negara, termasuk AS, Inggris, dan negara-negara anggota UE memberlakukan sanksi besar-besaran terhadap Rusia sebagai tanggapan atas invasi ke Ukraina.
Moskow mengklaim bahwa serangan yang diluncurkan pada Kamis (24/2/2022) pagi, diperlukan untuk mempertahankan wilayah Donetsk dan Luhansk, yang memisahkan diri dari Ukraina tak lama setelah kudeta 2014 di Kiev.
Sebagai informasi, Rusia selama bertahun-tahun telah mendanai pemberontak di kedua wilayah tersebut.
Putin secara terang-terangan mendukung keinginan pihak separatis bersenjata untuk melepaskan diri dari Ukraina.
Setelah mengakui kedaulatan Donetsk dan Luhanks pada Januari 2022 lalu, Rusia kemudian melancarkan serangan ke Ukraina.
Ukraina dipipimpin Presiden Volodymyr Zelensky memberikan perlawanan keras dan meminta bantuan masyarakat internasional.
Setelah beberapa penundaan, negosiator Rusia dan Ukraina akhirnya bertemu untuk pembicaraan pertama di Belarus pada hari Senin, (28/2/2022). (TribunWow.com/Anung/Via)