Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Ukraina Tuding Rusia Pakai Pesawat Tempur Bom Gedung Teater yang Berisi Ribuan Warga Sipil

Pasukan militer Rusia disebut telah membombardir sebuah gedung teater tempat penampungan warga sipil.

Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
Twitter/@Dmytrokuleba
Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmytro Kuleba mengunggah foto sebelum dan sesudah gedung teater di Mariupol dibombardir oleh pasukan Rusia. Pemerintah Rusia sendiri membantah telah melakukan serangan tersebut. 

TRIBUNWOW.COM - Sempat menyerang rumah sakit bersalin dan apartemen penduduk, pasukan militer Rusia kini disebut bertanggung jawab atas serangan terhadap sebuah gedung teater yang digunakan sebagai tempat berlindung warga sipil.

Serangan ini disebut terjadi di Mariupol, pada Rabu (16/3/2022).

Otoritas Ukraina menyampaikan, gedung teater itu digunakan sebagai tempat berlindung anak-anak hingga ibu hamil.

Baca juga: Puluhan Bayi Titipan Terjebak di Ukraina, Suster hingga Petugas Cleaning Service Bergantian Mengurus

Baca juga: Ini Kabar Terbaru Bocah 11 Tahun Asal Ukraina yang Mengungsi Sendirian

Masih belum diketahui ada berapa korban akibat serangan tersebut.

Wakil Walikota Mariupol, Sergei Orlov menyampaikan ada sekira 1.200 warga sipil yang berlindung di gedung teater tersebut.

Sejauh ini sudah ada 2.400 warga Ukraina yang terbunuh di Mariupol sejak dimulainya invasi Rusia pada 24 Februari 2022 lalu.

Diperkirakan ada 300 ribu warga sipil yang terperangkap di Mariupol tanpa suplai air bersih dan energi.

Menurut keterangan dewan kota Mariupol, Rusia menyerang gedung teater tersebut menggunakan bom dari pesawat tempur.

Lewat akun media sosialnya, Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmytro Kuleba menampilkan foto gedung teater di Mariupol sebelum dan sesudah serangan pasukan Rusia.

Di sisi lain, Kementerian Pertahanan Rusia telah membantah pasukan Rusia menghancurkan gedung teater tersebut.

Dalam foto yang diunggah oleh Kuleba tampak gedung teater hancur lebur hanya tersisa puing-puing.

Pemerintah Rusia justru menuding hancurnya gedung teater tersebut adalah ulah kelompok ultra nasionalis Ukraina yakni Batalion Azov.

Di sisi lain, nasib malang dialami oleh puluhan bayi tak berdosa di Ukraina.

Di tengah gempuran pasukan militer Rusia, para bayi tersebut terpaksa dipindahkan ke shelter bawah tanah di Kyiv/Kiev.

Puluhan bayi tersebut merupakan bayi surrogate atau bayi titipan dari orangtua asli mereka.

Puluhan bayi titipan terjebak di shelter bawah tanah di Kyiv/Kiev, Ukraina.
Puluhan bayi titipan terjebak di shelter bawah tanah di Kyiv/Kiev, Ukraina. (YouTube BBC NEWS)

Baca juga: Ini Kabar Terbaru Bocah 11 Tahun Asal Ukraina yang Mengungsi Sendirian

Baca juga: Pemerintah Ukraina Berduka atas Tewasnya Ibu dari 12 Anak saat Berperang Lawan Pasukan Rusia

Dikutip TribunWow.com dari Sky News, Ukraina merupakan pusat fasilitas yang menyediakan jasa surrogate mother atau ibu pengganti.

Hukum di Ukraina melegalkan bagi seorang wanita untuk menerima donor sperma guna melahirkan bayi yang dititpkan oleh donorer.

Saat ini puluhan bayi titipan tersebut terjebak di sebuah shelter di Kyiv.

Orangtua para bayi yang berasal dari berbagai negara di dunia kini belum bisa datang mengambil anak mereka.

Sekira 20 bayi kini ditempatkan di shelter tersebut.

Baby sitter yang mengurus para bayi tersebut terdiri dari campuran suster, juru masak, hingga petugas cleaning service.

Di setiap bayi dituliskan sebuah kertas berisi catatan kapan terakhir kali bayi itu diberi susu.

Selain mengurus kapan bayi harus minum susu, para baby sitter juga harus mengganti popok para bayi itu.

"Tidak semuanya bisa datang.... semua bandara ditutup jadi orangtua mereka tidak bisa datang menjemput," ujar seorang suster.

"Kami tidak bisa meninggalkan mereka," kata babysitter yang lain.

"Kami harus mengurus mereka. Kami mencintai mereka seperti keluarga kami sendiri," ujarnya.

Dilansir TribunWow.com dari The Associated Press, Selasa (14/3/2022), di sisi lain, tiga bayi prematur berbaring berdampingan, terbungkus selimut di sebuah rumah sakit di kota Mariupol, Ukraina.

Bayi-bayi tersebut ditinggalkan oleh orang tuanya yang tidak bisa merawat mereka di tengah perang.

Hingga saat ini, tak diketahui siapa orang tua bayi-bayi tersebut, pun nasib mereka.

Sementara di rumah sakit yang sama, mayat orang-orang yang terbunuh akibat penyerangan Rusia dibaringkan dan dibungkus selimut.

Saking banyaknya, mayat-mayat tersebut diletakkan menumpuk di dinding bangunan sebelum nantinya dimakamkan jika serangan telah mereda.

Sementara itu, di ibukota Ukraina, Kiev, sebuah gedung apartemen yang terkena peluru artileri Rusia terbakar hebat.

Seorang petugas pemadam kebakaran terlihat menghibur wanita yang baru saja diselamatkan, sementara wanita lain yang turut menjadi korban dari serangan itu berteriak ngeri.

Ini adalah gambar orang-orang tak berdosa yang terperangkap dalam pertempuran pada hari ke-20 serangan Rusia di Ukraina.

Di tempat lain, selama pemakaman di sebuah gereja di Lviv, keluarga dan teman berduka atas tewasnya seorang tentara Ukraina.

Tentara tersebut menjadi korban serangan udara di sebuah pangkalan militer di Yarokiv, hanya beberapa mil dari perbatasan Polandia pada akhir pekan.

Seorang pelayat mencengkeram bendera Ukraina, sedangkan yang lain meratap dalam kesedihan di dekat peti mati mendiang.

Tangisan Pengungsi Ukraina: Ini Seperti Neraka

Pemerintah Polandia mengatakan lebih dari 115.000 pengungsi Ukraina telah mencari perlindungan.

Sebagian besar dari para pengungsi tersebut masuk lewat perbatasan utama Polandia-Ukraina di Medyka.

Para pengunsi membawa cerita kelam mengenai pengalaman mereka menghindar dari perang.

Namun hal ini tak menyurutkan keinginannya untuk kembali ke Ukraina dan berperang jika dibutuhkan.

Dilansir Aljazeera, Minggu (27/2/2022), Badan Perlindungan Pengungsi PBB mengatakan lebih dari 120 ribu  pengungsi Ukraina telah meninggalkan negara itu sejak Rusia menginvasi Ukraina.

Tetapi bagi sebagian besar pengungsi Ukraina, butuh berhari-hari untuk melarikan diri dari perang.

Helena (49), dari Drohobych di Ukraina barat, menuturkan pengalamannya sembari menyeruput teh dan makan sandwich yang dia terima dari sukarelawan.

Dia memiliki keluarga di Poznan, Polandia, dan merasa lega lantaran perjalanan yang sulit itu akan segera berakhir.

Tak seperti biasanya, ia butuh waktu 24 jam untuk menyeberangi perbatasan dan tiba di tempat yang aman.

"Pengalaman itu seperti neraka," kata Helena kepada Al Jazeera sebelum kemudian menangis.

Baca juga: Pihak Rusia Tawarkan Uang untuk Tangkap Jurnalis Ukraina, Diduga Serukan Ajakan Bunuh Anak-anak

Baca juga: Daftar Komandan Rusia yang Tewas di Ukraina, Terkini 1 Jenderal dan 7 Tim Elite Putin Gugur

Sementara itu, bagi Denis (30) dari Chernivtsi, Ukraina, yang bekerja di lokasi konstruksi di Polandia, itu juga merupakan malam yang sulit.

Dia tiba di Medyka pada hari Kamis untuk bertemu dengan istri dan anak-anaknya yang datang dari Ukraina.

Tapi setelah semalaman menunggu, mereka tidak terlihat.

"Mereka telah berada di perbatasan selama lebih dari 24 jam. Awalnya, mereka ingin menyeberang dengan berjalan kaki tetapi sulit, sehingga mereka menaiki bus. Setidaknya agar tidak sedingin di luar," tutur Denis.

"Tapi selama lima jam terakhir, mereka tidak membiarkan siapa pun lewat. Tidak jelas alasannya."

Sementara istri dan anak-anak Denis sedang dalam perjalanan untuk berkumpul kembali dengannya, ibunya memutuskan untuk menyeberang kembali ke Ukraina.

Ibu Denis tidak ingin jauh dari suami dan dua putra lainnya, yang mungkin akan segera menerima panggilan untuk melayani negara.

Denis pun menyebutkan bahwa ayahnya merupakan mantan tentara yang pernah bertempur untuk Uni Soviet.

Kini, sang ayah akan kembali bertarung mempertahankan negaranya sendiri.

"Ayah saya bertempur di Afghanistan dan dia tahu seperti apa perang itu," kata Denis.

"Dia siap mengorbankan hidupnya untuk Uni Soviet. Sekarang dia siap mengorbankan hidupnya untuk Ukraina melawan kekuatan baru Rusia."

"Ini sebuah paradoks. Tapi semua orang bisa melihat apa yang dilakukan Rusia. Mereka merebut Krimea, Donbas, sekarang mereka menginginkan Kharkiv."

Denis mengatakan kemungkinan bahwa dirinya akan kembali ke Ukraina untuk ikut berperang.

Tetapi pertama-tama, Denis ingin memastikan istri dan anak-anaknya aman.

Dalam satu atau dua minggu, katanya, jika musuh lebih dekat ke kampung halamannya di Chernivtsi, dia harus kembali dan mengangkat senjata.

"Jika mereka datang lebih dekat ke rumah kami, kami harus kembali dan bertarung. Selama bertahun-tahun, kami telah bekerja untuk membangun negara. Meski beberapa dari kami pergi, yang lain harus tetap tinggal. Jika semua orang pergi, siapa yang akan membela kita?” ungkap Denis.(TribunWow.com/Anung/Via)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Konflik Rusia Vs UkrainaUkrainaRusiaVladimir PutinVolodymyr Zelensky
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved