Konflik Rusia Vs Ukraina
Sebut Rusia-Ukraina Masih Saling Ngotot, Ahli Ungkap Potensi Kesepakatan Damai
Ahli kebijakan luar negeri dan keamanan Rusia memprediksi kemungkinan damai antara Rusia-Ukraina.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Dua minggu lebih berlalu, konflik antara Rusia dan Ukraina masih terus berlangsung meskipun negosiasi beberapa kali dilakukan oleh kedua belah pihak.
Rusia menyatakan bersedia menghentikan invasinya apabila Ukraina memenuhi beberapa permintaan Rusia.
Namun di sisi lain Ukraina hanya akan memenuhi sebagian kecil dari permintaan Rusia sehingga tidak tercapai kesepakatan.

Baca juga: Inggris Tuding Rusia akan Pakai Taktik Curang saat Gunakan Senjata Kimia di Ukraina
Baca juga: Ini Reaksi Presiden Ukraina saat Ditanya Apakah Alami Tekanan Batin Gara-gara Perang Lawan Rusia
Dikutip TribunWow.com dari Sky News, menurut ahli, kemungkinan damai antara Ukraina dan Rusia belum akan terlaksana dalam waktu dekat ini.
Analisis ini disampaikan oleh Dr Domitilla Sagramoso selaku pakar kebijakan luar negeri dan keamanan Rusia.
Dr Sagramoso juga menyoroti bagaimana kondisi stalemate masih terjadi.
"Ukraina akan terus melawan. Di sisi lain, Rusia menunjukkan indikasi bersedia menggunakan kekuatan besar," ujar Dr Sagramoso.
Dr Sagramoso menyampaikan, negosiasi yang terjadi antara Rusia-Ukraina memang perkembangan yang bagus, namun masih terlalu dini untuk kemungkinan terjadinya kesepakatan damai.
Kemudian Dr Sagramoso menyampaikan bahwa Rusia sudah pasti akan bersikeras untuk menguasai Crimea dan Donbas.
Menurutnya, Putin akan mencari sebuah solusi karena Rusia masih juga belum berhasil merebut Kyiv/Kiev.
"Saya tidak yakin perang ini populer di kalangan elit dan masyarakat. Ongkos perang mahal," ujar Dr Sagramoso.
3 Skenario Akhir Rusia Vs Ukraina
Dr Chris Tuck, Pakar Konflik dan keamanan dari Universitas King, London, Inggris menyebut ada tiga kemungkinan bagaimana konflik di Ukraina akan berkahir.
Dikutip dari Sky News, menurut Tuck, Putin tidak menyangka bahwa Rusia gagal menyelesaikan operasi militer dengan cepat di Ukraina.
"Seharusnya ini (operasi militer) dilakukan secara cepat," kata Tuck.
Tuck melanjutkan, operasi militer Rusia yang gagal diselesaikan secara cepat disebabkan oleh perlawanan pasukan Ukraina yang lebih kuat di luar dugaan Rusia.
Menurut Tuck saat ini Putin hanya memiliki tiga opsi untuk mengakhiri konflik di Ukraina setelah gagal menguasai Kiev dengan cepat.
1. Senjata Kimia dan Nuklir
Pertama Tuck menyoroti meningkatnya intensitas aksi militer oleh Rusia.
Opsi pertama ini turut meliputi penggunaan senjata kimia dan nuklir yang sudah dimiliki oleh pasukan Rusia.
Namun menurut Tuck opsi ini sangat kecil kemungkinannya untuk terjadi.
Ia menyoroti bagaimana Putin masih menganggap bahwa masyarakat di Ukraina masih banyak yang pro Rusia.
Selain itu Tuck juga menyoroti bagaimana Rusia akan mempertimbangkan risiko dari dunia internasional apabila menggunakan senjata kimia dan nuklir saat menyerang Ukraina.
2. Taktik Anaconda
Opsi kedua adalah Putin akan menggunakan taktik Anaconda yakni melilit Kyiv dengan cara menguasai kota-kota di sekitarnya.
Dengan menguasai kota-kota di sekitarnya, diharapkan moral Ukraina akan turun dan menyerah.
"Intinya Rusia akan memberi contoh kepada Ukraina bahwa terus berperang hanya akan membawa kerugian bagi mereka," jelas Tuck.
Menurut Tuck, opsi ini adalah yang paling mungkin terjadi dan diduga kuat diambil oleh Putin.
3. Negosiasi Damai
Terakhir adalah opsi damai antara Ukraina dan Rusia.
Menurut Tuck opsi ini hampir mustahil terjadi untuk sementara waktu karena Putin yakin operasi militer yang ia lakukan akan sukses.
Selain itu Tuck juga mengungkit soal gengsi dan faktor psikologis Putin jika menyetujui negosiasi damai dengan permintaan yang sedikit. (TribunWow.com/Anung/Via)