Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Keluhan Turis Rusia yang Kehabisan Uang di Bali akibat Sanksi Invasi ke Ukraina: Kami Khawatir

Para turis Rusia yang berada di Bali mengaku kebingunan lantaran mulai kehabisan uang.

Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
Capture Video Daily Mail UK
Turis asal Rusia, Konstantin Ivanov (27), terjebak di Bali lantaran tak bisa melakukan tarik tunai di ATM imbas sanksi yang dijatuhkan pada Rusia akibat invasi ke Ukraina, Jumat (11/3/2022). 

TRIBUNWOW.COM - Para turis Rusia yang berada di Bali mengaku kebingunan lantaran mulai kehabisan uang.

Pasalnya, mereka tak bisa mengakses uang digital atau bahkan melakukan tarik tunai di mesin ATM.

Hal ini merupaka dampak dari sanksi global yang diberlakukan akibat invasi yang dilakukan Presiden Rusia Vladimir Putin ke Ukraina.

Seorang pria duduk di luar gedungnya yang hancur setelah pemboman di kota Chuguiv, Ukraina Timur, Kamis (24 Februari 2022).
Seorang pria duduk di luar gedungnya yang hancur setelah pemboman di kota Chuguiv, Ukraina Timur, Kamis (24 Februari 2022). (AFP/ARIS MESSINIS)

Baca juga: Facebook dan Instagram Persilakan Netizen Tulis Ujaran Kebencian ke Putin dan Rusia

Baca juga: Nekat Invasi Ukraina, Putin Yakin Sanksi Global akan Buat Rusia Lebih Kuat, Jadi Bumerang bagi Barat

Dilansir TribunWow.com dari video di kanal berita Daily Mail UK, Jumat (11/3/2022), pria asal Rusia, Konstantin Ivanov (27) mengaku kebingungan.

Ia sempat menjajal melakukan penarikan uang di ATM, namun kartunya langsung ditolak.

Akibatnya, Ivanov terancam terjebak di Bali selama sanksi tersebut masih diberlakukan.

"Hal ini menimbulkan masalah yang besar bagi kami, seperti untuk membeli produk, untuk membayar di toko, membayar hotel, villa atau rumah kos," aku Ivanov.

"Kami benar-benar telah kehilangan uang kami. Aset kami seperti benar-benar sudah dibekukan. Dan kami tidak bisa melakukan transaksi apa pun di sini."

Jika uangnya mulai menipis, Ivanov mau tak mau harus kembali pulang ke Rusia.

Namun situasi perang yang terjadi tak menjamin bahwa dirinya bisa kembali dengan lancar.

Mengingat sejumlah negara sudah menghentikan penerbangan ke negara tersebut.

"Jika situasi makin berkembang, mungkin aku akan kembali ke Rusia," kata Ivanov.

"Tapi bahkan ada masalah dengan hal tersebut lantaran adanya perubahan peraturan yang cepat baik di dalam maupun di luar Rusia."

"Akan ada masalah besar jika kembali dengan skenario semacam itu."

Jika tak mendapatkan jalan keluar, Ivanov akan berusaha untuk mencari pekerjaan di Indonesia.

Uang yang terkumpul nantinya akan digunakan untuk membayar visa agar dapat lebih lama tinggal di Bali.

"Mungkin kami harus kembali ke sini dan melakukan pekerjaan sementara, mencari kerja untuk membayar biaya visa," ujar Ivanov.

"Tidak ada yang tahu bagaimana kondisi ke depan. Kami harus menunggu dan melihat dulu."

Ivanov menyebutkan bahwa orang-orang Rusia sebenarnya merasa kecewa dengan perang yang terjadi.

Ia menilai seharusnya konflik tersebut bisa diselesaikan secara diplomasi sehingga tak menimbulkan masalah berkepanjangan.

"Aku rasa orang-orang Rusia pada umumnya begitu kecewa dengan kejadian dan perkembangan akhir-akhir ini, " kata Ivanov.

"Tentu saja tidak ada yang menginginkan perang. orang kami tidak mau perang, begitu juga orang-orang Ukraina."

"Tidak ada yang menginginkan perang ini.Kami sangat khawatir. Tak ada yang mau perang, kita semua membutuhkan kedamaian," tandasnya.

Lihat tayangan selengkapnya melalui video berikut:

Baca juga: Pasca Putin Lakukan Invasi ke Ukraina, Warga Rusia Mulai Rasakan Sanksi Ekonomi: Saya Takut di Sini

Baca juga: Ekonomi Anjlok, Putin Bersikeras Klaim Invasi Rusia ke Ukraina sebagai Bentuk Tindakan Putus Asa

Bom Atom Ekonomi Dijatuhkan ke Rusia

Aliansi negara Sekutu mengenakan sanksi ekonomi yang semakin keras terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina.

Target terbarunya melibatkan pelarangan akses Rusia ke SWIFT, singkatan dari Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication.

Hal ini menjadi sanksi ekonomi terbesar hingga disebut sebagai bom nuklir untuk melumpuhkan sistem keuangan Rusia.

Dilansir ABC News, Minggu (27/2/2022), Amerika dan sejumlah negara lain telah menyetujui pembatasan akses Rusia ke SWIFT.

Pasalnya, Presiden Rusia Vladimir Putin masih enggan menarik pasukannya dari Ukraina.

Adapun SWIFT adalah sistem pengiriman pesan yang didirikan pada tahun 1973 yang memungkinkan lembaga keuangan besar untuk saling mengirim uang.

Sistem yang berbasis di Belgia ini digunakan oleh lebih dari 11 ribu bank dan lembaga keuangan di lebih dari 200 negara dan wilayah, termasuk Rusia.

SWIFT menangani 42 juta pesan sehari, memfasilitasi transaksi senilai triliunan dolar.

Menurut Financial Times, Rusia menyumbang 1,5% dari transaksi SWIFT pada tahun 2020.

Pada Sabtu (26/2/2022) malam, Gedung Putih mengumumkan bahwa AS akan memutuskan beberapa bank Rusia dari SWIFT dalam kemitraan dengan Komisi Eropa, Prancis, Jerman, Italia, Inggris dan Kanada.

Dalam pernyataan resmi yang dirilis, pihak Amerika menyebut bahwa tindakan ini akan melumpuhkan sistem finansial Rusia.

Pasalnya, sejumlah aset milik pengguna tak akan bisa ditarik sehingga menyebabkan bank-bank di Rusia diprediksi akan menahan uang nasabahnya.

"Melakukan tindakan pembatasan yang akan mencegah Bank Sentral Rusia menyebarkan cadangan internasionalnya dengan cara yang merusak dampak sanksi dari kami," bunyi pernyataan tersebut.

"Ini akan memastikan bahwa bank-bank ini terputus dari sistem keuangan internasional dan membahayakan kemampuan mereka untuk beroperasi secara global."

Seorang pejabat senior Gedung Putih mengatakan bahwa Uni Eropa akan ikut memilah bank mana saja yang diputus dari SWIFT.

Beberapa ahli percaya bahwa memberikan sanksi kepada bank seperti yang telah dilakukan AS dan sekutu sejauh ini adalah cara yang efektif untuk membekukan aset Rusia.

Pasalnya, jika tidak ada uang untuk dipindahkan, sistem transaksi Rusia ke luar akan menjadi kacau.

Di sisi lain, negara-negara Eropa kemungkinan akan menghadapi dampak negatif terhadap ekonomi mereka sendiri dari sanksi SWIFT.

Jerman, khususnya, yang selama ini memiliki ketergantungan pada pasokan gas dan minyak Rusia. (TribunWow.com)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Sumber: TribunWow.com
Tags:
RusiaUkrainaBaliVladimir Putin
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved