Terkini Daerah
Kisah Pilu 1 Keluarga Tinggal di Kandang Sapi di Gungkidul setelah Terjerat Utang Rentenir
Kisah pilu dialami oleh satu keluarga di Pedukuhan Kedungranti, Kalurahan Nglipar, Kapanewon Nglipar, Gunungkidul, Yogyakarta.
Editor: Mohamad Yoenus
TRIBUNWOW.COM - Kisah pilu dialami oleh satu keluarga di Pedukuhan Kedungranti, Kalurahan Nglipar, Kapanewon Nglipar, Gunungkidul, Yogyakarta.
Pasalnya, keluarga yang dikepalai oleh Ngadiono (52) itu terpaksa tinggal di kandang sapi.
Total jumlah orang dalam keluarga Ngadiono ada lima orang, ia, sang istri, Sumini, dan tiga anak mereka.
Baca juga: Fakta Viral Pemuda di Kolong Jembatan Diberi Uang oleh Polisi Polda Jatim, Ini Kisah di Baliknya
Ngadiono terpaksa hidup dalam keprihatinan setelah terjerat utang pada rentenir, yang membuat kehidupan mereka menjadi kacau.
Simak kisah selengkapnya berikut ini:
Berbagi Tempat dengan Sapi dan Kambing di Kandang
Mereka sekeluarga pun harus "berbagi" tempat dengan sapi dan kambing yang menempati kandang tersebut.
Adapun bangunan kandang berada di tepi Sungai Oya.
Berawal dari Utang ke Rentenir
Ngadiono menuturkan, dulunya ia memiliki rumah sendiri.
Pria ini awalnya bekerja sebagai tukang sablon, sedangkan istrinya menjadi pedagang sayur.
Keberadaan utang jadi bibit awal permasalahan yang dialami keluarganya.
"Karena operasionalnya kurang bagus, saya sekeluarga terjerat utang rentenir sampai puluhan juta, belum lagi utang dari bank," tuturnya ditemui wartawan pada Selasa (31/08/2021) lalu.
Akibatnya, Ngadiono harus rela kehilangan rumah yang sempat rusak akibat gempa bumi 2006 tersebut.
Rumah yang kembali dibangun dengan bantuan donatur beserta tanahnya itu dijual ke adik kandungnya sendiri.
Baca juga: Kisah Pilu Bocah di Tangsel Jadi Yatim Piatu karena Covid-19, Kakek Nenek Sempat Bingung Menafkahi
Merantau ke Pulau Bangka
Bertekad melunasi utang-utangnya, ia akhirnya memilih merantau ke Pulau Bangka di 2012, bekerja di perkebunan sawit.
Setahun berikutnya, istri dan dua anaknya menyusul.
Sumini (44), istri Ngadiono mengungkapkan penghasilan sebagai buruh harian di kebun sawit tidaklah besar.
Namun ia dan suami seakan tak ada pilihan lain, demi melunasi sisa utang yang ada.
"Per hari suami dibayar Rp 50 ribu, saya Rp 40 ribu.
Kami lalu memutuskan kembali lagi ke kampung karena hasil yang didapat terlalu kecil," tuturnya.
Baca juga: Kisah Sedih Nenek Rosmawati, Hidup Sendirian di Gubuk, Kaki Nyaris Lumpuh, Tak Pernah Dijenguk Anak
Tinggal di Gubuk di Tengah Hutan
Tahun 2018, mereka sempat menempati gubuk di tengah hutan.
Barulah sekitar 4 bulan terakhir ini, Ngadiono dan Sumini menempati kandang tersebut, keduanya kini mencari penghasilan sebagai petani penggarap.
Adapun pasangan suami-istri ini memiliki 4 anak.
Anak nomor 2 kini menetap bersama kerabat Sumini di Semanu.
Anak pertama tinggal di rumah neneknya yang tak jauh dari kediaman orang tuanya saat ini, namun terkadang ikut tinggal bersama.
Demikian pula dua anak lainnya, di mana satu di antaranya masih harus menjalani pembelajaran virtual.
Ngadiono mengatakan anaknya tersebut hanya mengandalkan perangkat komunikasi sederhana agar tetap bisa mengikuti pembelajaran.
"Tapi kadang sulit dipakai, kalau sudah begitu terpaksa pinjam ponsel milik saudara," ungkapnya.
Kerja Garap Lahan Palawija
Ngadiono kini tetap berupaya menyisihkan uang hasil panen yang didapatnya untuk kebutuhan sehari-hari.
Ia menggarap lahan palawija milik Perhutani, sedangkan ternak yang tinggal bersamanya sebagian milik saudara.
Reaksi Kepala Dukuh
Dukuh Kedungranti Tukiyarno mengatakan keluarga tersebut sejak awal terdaftar sebagai warganya.
Adapun kandang yang mereka tempati didirikan sendiri oleh Ngadiono dengan hasil panennya.
"Sebenarnya dilarang mendirikan kandang ternak di situ, tapi mungkin agar memudahkan pekerjaannya juga," jelas Tukiyarno.
Ia mengatakan upaya bantuan sudah coba dilakukan, antara lain mendirikan rumah bagi keluarga Ngadiono.
Namun karena tidak ada tanah, maka upaya tersebut mandek di tempat.
Meski begitu, Tukiyarno mengatakan pihaknya berencana mendirikan rumah semi permanen.
Adapun rumah tersebut akan dibangun di tanah kas kalurahan, tidak lagi di pinggir Sungai Oya.
"Sebab di sana rawan banjir dan pernah terjadi, jadi kami berencana memindahkan mereka ke tanah kas kalurahan dulu," katanya. (Tribun Jogja/Alexander Aprita)
Berita terkait Peristiwa di Gunungkidul Lainnya
Artikel ini telah tayang di TribunJogja.com dengan judul Terlilit Utang, Satu Keluarga di Gunungkidul Terpaksa Tinggal di Kandang Sapi