Breaking News:

Terkini Daerah

Fakta 4 Ibu-ibu Dilaporkan karena Lempari Pabrik Tembakau di Lombok, Polisi Tidak Lakukan Penahanan

Kasus penahanan empat ibu rumah tangga yang melempar pabrik tembakau di Lombok Tengah viral. Ini fakta selengkapnya.

Editor: Mohamad Yoenus
KOMPAS.com/FITRI R
empat perempuan asal Desa Wajageseng, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, harus mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Praya sejak Rabu (17/2/2021). Dua di antaranya membawa balita ke Rutan Praya karena masih menyusui. 

TRIBUNWOW.COM - Viral kasus penahanan empat ibu rumah tangga yang melempar pabrik tembakau di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Dikutip dari Tribun Lombok, empat ibu rumah tangga yang ditahan di Rutan Praya adalah Nurul Hidayah (38), Martini (22), Fatimah (38), dan Hultiah (40)

Kasus ini berawal saat empat ibu-ibu ini melempari pabrik tembakau.

MEDIASI: Ketua Komisi IV DPRD Lombok Tengah H Supli (pakai songkok sorban) menemui pemilik pabrik dan kepala desa untuk proses mediasi, Jumat (19/2/2021). ()
MEDIASI: Ketua Komisi IV DPRD Lombok Tengah H Supli (pakai songkok sorban) menemui pemilik pabrik dan kepala desa untuk proses mediasi, Jumat (19/2/2021). () (Dok. Komisi IV DPRD Loteng)

Baca juga: Alasan Pemilik Pabrik Tembakau Tetap Penjarakan 4 Ibu-ibu di Lombok Tengah: Bukan Sekali Ini Saja

Akibat aksi tersebut, sang pemilik Pabrik tembakau UD Mawar Putra di Dusun Eat Nyiur, Desa Wajageseng mengaku keberatan dan melaporkan kejadian itu ke aparat penegak hukum.

Masalah ini sebenarnya sudah dimediasi namun menemui jalan buntu.

Ibu-ibu tersebut dijerat Pasal 170 JUHP Ayat 1 dengan ancaman pidana 5 sampai 7 tahun penjara.

Berikut fakta selengkapnya:

1. Reaksi Polda NTB

Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Artanto mengaku tidak ingin kasus tersebut menjadi bola liar.

Ia menjelaskan, pihak Polres Lombok Tengah yang menerima laporan perusakan melakukan proses hukum sesuai prosedur.

Keempat ibu-ibu tersebut disangkakan dengan Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukumannya 5 tahun 6 bulan penara.

“Polres Lombok Tengah melakukan lebih dari dua kali mediasi untuk penyelesaiannya, namun kedua belah pihak tidak menemukan kesepakatan,” kata Kombes Pol Artanto, dalam keterangan pers, Sabtu (20/2/2021).

Kemudian penyidik melanjutkan proses penyidikan sesuai prosedur hukum.

“Selama proses itu (penyelidikan dan penyidikan) polisi tidak melakukan penahanan,” tegasnya.

Sehingga Polres Lombok Tengah melanjutkan laporan menjadi berkas perkara.

Setelah dinyatakan P21 (lengkap) berkas tersebut dilimpahkan penanganannya ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Praya.

“Jadi, saya tegaskan tidak ada penahanan selama proses hukum yang dilakukan Polres Lombok Tengah,” ujarnya.

Baca juga: Gisel Tak Ditahan karena Alasan Kemanusiaan, Anggota DPD RI Bandingkan dengan Nasib Ibu di Lombok

2. Alasan Pemilik Pabrik Laporkan Ibu-ibu ke Polisi

H Ahmad Suardi, pemilik UD Mawar Putra yang dikonfirmasi menjelaskan, aksi pelemparan itu membuat buruh pabrik tidak nyaman dan ketakutan.

Pelemparan batu ke pabrik tidak hanya dilakukan sekali, tetapi sudah sering.

”Bukan sekali ini saja, dia juga sudah mengaku. Kalau dikumpulkan batunya sudah banyak. Tapi saya biarkan saja, serahkan kepada Allah SWT,” kata Ahmad Suardi, yang ditemui di rumahnya, Sabtu (20/2/2021).

Ia selalu mengingatkan karyawannya, meski terus dilempar tidak usah membalas melempar.

”Biarkan saja,” katanya.

Pada satu waktu, terjadi pelemparan pada jam istirahat, sekitar pukul 09.00 Wita.

Suardi yang tidak berada di lokasi pun ditelepon, para karyawan merasa ketakutan.

Was-was batu tersebut menimpa mereka saat bekerja.

Dia sempat melapor polisi, namun disarankan tidak perlu ditanggapi terlebih dahulu.

TEMBAKAU: H Ahmad Suardi, pemilik UD Mawar Putra menunjukkan tembakau rajangan kering yang diproduksi dalam bentuk kemasan kecil, Sabtu (20/2/2021).
TEMBAKAU: H Ahmad Suardi, pemilik UD Mawar Putra menunjukkan tembakau rajangan kering yang diproduksi dalam bentuk kemasan kecil, Sabtu (20/2/2021). (TribunLombok.com/Sirtupillaili)

Baca juga: Kejaksaan Jelaskan soal Kabar 2 Balita Ikut Dipenjara di Rutan dengan 4 Ibu karena Lempari Pabrik

Kemudian sore harinya terjadi pelemparan lagi berkali-kali.

Pekerja yang ketakutan ingin membalas dan mendatangi warga, tetapi Suardi mencegahnya.

”Saya bilang jangan. Mereka (pekerja) pun akhirnya pulang dan saya juga rugi hari itu,” katanya.

Itulah yang membuatnya tidak tahan sehingga melaporkan ke kepolisian.

Suardi sendiri menunggu warga datang untuk membicarakan persoalan itu secara baik-baik untuk membuka kemungkinan damai.

”Kita tunggu berbulan-bulan, tidak ada yang datang, mungkin mereka juga merasa benar. Ya kita ikuti saja aturan, makannya dilanjutkan ke kejaksaan,” katanya.

Ia pun mengaku tidak tahu ternyata keempat ibu-ibu tersebut telah ditahan oleh kejaksaan.

”Saya tidak pernah tahu mereka ditahan, cuma itu saja,” katanya.

Akibat pelemparan itu, kata Suardi, beberapa bagian pabrik rusak.

Ada bagian yang bocor tapi sudah diperbaiki. ”Kalau tidak nanti rusak tembakau kita,” katanya.

Kerugian akibat pelemparan itu hanya Rp 4 juta lebih namun bukan nilai kerugian yang dipersoalkan.

”Cuma masalahnya, kenapa saya dihujat terus. Mereka merasa benar, saya juga bekerja sesuai prosedur,” katanya.

Akhirnya permasalahan tersebut diserahkan ke aparat penegak hukum.

3. Mediasi Buntu

Upaya mediasi sebenarnya sudah dilalukan, beberapa kali pertemuan di kantor kepala desa hingga ke kantor polisi.

Tapi menurut Suardi, warga justru tidak mau menunjukkan niat baik menyelesaikan secara damai.

Sekarang, permasalahan tersebut bisa diselesaikan secara damai atau tidak diserahkan ke warga.

”Tergantung mereka, kalau mereka mau bertahan, bagaimana? masa saya sendiri,” katanya.

Baca juga: Empat Ibu dan 2 Balita Ditahan karena Lempari Pabrik Tembakau, Anggota DPD RI Bandingkan Kasus Gisel

Mediasi di DPRD Lombok Tengah pun pernah dilakukan, dia akan sangat senang karena bisa menyelesaikan persoalan itu dengan baik.

Kemudian di kantor Polsek Praya Tengah, saat mediasi, warga hanya meminta perusahaan ditutup.

Tapi permintaan itu terlalu berat bagi dirinya. Karena hanya akan merugikan usahanya.

Padahal yang bekerja di pabrik itu juga sebagian besar merupakan penduduk setempat.

Pabrik Sudah Berizin

Terkait lokasi pabrik yang berdekatan dengan permukiman warga, Suardi menjelaskan, semua izin usaha sudah diurusnya.

Kalau tanpa izin, tidak mungkin dia berani beroperasi,

Pemerintah sudah turun mengecek dan dianggap tidak masalah.

Tembakau yang diproduksi pun sudah punya cukai resmi. ehingga usahanya benar-benar legal dari hulu ke hilir.

”Ini hanya usaha pengolahan tembakau, tidak ada limbahnya, cuma tembakau kering biasa saja yang dibungkus,” katanya.

Karena itu, Suardi sendiri merasa heran kenapa warga akhir-akhir ini memprotes usahanya.

Sejak berdiri tahun 2013, pabriknya tidak pernah mendapat penolakan warga.

”Kok baru sekarang ada komplain tahun 2020,” katanya.

Dia merasa usahanya tidak menimbulkan kerusakan lingkungan atau limbah.

Meski demikian, dia tidak mau membeberkan proses produksi tembaku iris atau rokoknya kepada wartawan.

Menurutnya, hal itu merupakan rahasia dapur perusahaan.

Tembakau-tembakau rajangan kering yang dibeli dari petani diolah dalam bentuk kemasan kecil.

Produk itu kemudian dia kirim ke beberapa daerah seperti Surabaya.

Di luar daerah, tembakau ini dikenal dengan nama tembakau kiss Lombok.

Usahanya cukup lancar karena tembakau kiss Lombok sangat diminati di pasaran.

4. Penyebab Warga Lakukan Pelemparan

Pelemparan dipicu kekesalan mereka atas aktivitas pabrik yang dianggap mengganggu kesehatan warga.

Sejumlah warga yang ditemui TribunLombok.com, di dusun tersebut mengeluhkan hal sama.

Mereka sudah tidak tahan karena setiap hari harus menghirup bau menyengat dari pabrik tembakau UD Mawar, di perkampungan mereka.

"Saya batuk dan sesak pak gara-gara tembakau ini," kata Jumenah (50), warga Dusun Eat Nyiur, Desa Wajageseng yang tinggal di sekitar lokasi pabrik, Sabtu (20/2/2021).

Saat subuh, warga mulai mencium bau menyengat dari aktivitas pabrik yang menyatu dengan permukiman warga itu.

"Tenggorokan terasa kering, batuk dan dada saya sakit," keluhnya, sembari menggendong cucunya.

Cucunya Maulida Nurbaiti (8), juga mengalami sakit sesak napas, tenggorokan kering, disertai sakit dada.

"Kalau dimasukkan air minum atau nasi, dadanya terasa sakit. Batuk dan sakit di tenggorokan," katanya.

Sudah hampir dua bulan dia mengalami sakit seperti itu, tapi tidak kunjung selesai.

Kondisinya kini semakin parah, bahkan tubuh sang bocah semakin lemas tidak berdaya.

Dua kakinya tampak layu dan terlihat sangat kurus.

Maulida Nurbaiti seperti nyaris lumpuh.

Dia tidak bisa berjalan atau bermain seperti temannya.

Kondisinya saat ini jauh berbeda dengan sebelumnya.

Dulu dia gemuk dan ceria seperti anak lainnya.

Meski belum bisa dipastikan secara medis sesak dan nyaris lumpuh karena aktivitas pabrik, sang nenek yakin cucunya menjadi seperti itu karena setiap hari menghirup bau tembakau.

"Gara-gara tembakau ini," kata Jumenah, sembari menunjukkan pabrik di samping rumah cucunya.

Bau menyengat tembakau masuk sampai ke dalam kamar karena rumah Maulida tepat di samping pabrik.

Kondisi itulah yang membuat Fatimah (40), ibu dari Maulida kesal dan melempar pabrik tersebut bersama ibu-ibu lainnya.

Tapi kini justru sang ibu yang dipenjara.

Menurutnya, warga yang mengalami sesak di kampung itu tidak hanya Maulida dan dirinya.

Tapi juga banyak anak-anak lain, rata-rata mengalami sesak napas.

Bahkan salah satu saudara Maulida mengalami muntah darah.

"Banyak, anak-anak itu sesak napas semua," katanya, sembari menunjuk ke arah anak-anak yang sedang bermain.

Asmayadi, bapak dari Maulida Nurbaiti mengatakan, tidak hanya Maulida, anaknya yang lain juga kerap muntah darah karena sesak.

Ia pernah membawa anaknya ke dokter, gejalanya memang sesak dan diminta menjauhkan anak dari rokok.

"Katanya (dokter) jauhkan dari orang yang merokok," katanya.

Tapi dia tidak menjelaskan ke dokter bahwa di rumah ada pabrik tembakau.

Karena khawatir dengan kesehatan putrinya, Asmayadi pun menitipkan ke rumah nenek agar tidak terus menerus hirup bau tembakau.

"Karena bau tembakau di sini agak kuat makanya kita pindahkan," jelasnya.

Asmayadi tidak berani memastikan anaknya sakit karena tembakau.

Tetapi dari ciri-cirinya anak tersebut sudah tidak tahan dengan bau tembakau.

"Makanya saya tidak berani anak main di sini karena keras baunya," katanya.

Kondisi Maulida mulai parah sebulan belakangan, sakitnya semakin parah dan nyaris lumpuh.

Kini, selain memikirkan sang istri yang ditahan, Asmayadi juga harus menjaga anak yang sakit. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunlombok.com dengan judul VIRAL 4 Ibu-ibu Dipenjara karena Lempar Pabrik, Polda NTB: Polisi Tidak Lakukan Penahanan; Pabrik Tidak Rusak Parah, Ini Alasan Pemilik UD Mawar Penjarakan 4 Ibu-ibu di Lombok Tengah; dan Penyebab Ibu-ibu di Lombok Lempar Pabrik Tembakau: Kesal Anak Sesak Napas, Satu Bocah Nyaris Lumpuh

Sumber: Tribun Lombok
Tags:
Lombok TengahNusa Tenggara Barat (NTB)IbuBalitaPenjara
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved