Vaksin Covid
Intelijen Korea Selatan Beberkan Korea Utara Berusaha Meretas Data Vaksin Covid-19 Pfizer dari AS
Badan intelijen Korea Selatan menuding Korea Utara tengah berupaya meretas teknologi pengobatan dan vaksin Covid-19 dari Pfizer.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Badan intelijen Korea Selatan menuding Korea Utara tengah berupaya meretas teknologi pengobatan dan vaksin Covid-19 dari perusahaan pembuat vaksin asal Amerika Serikat (AS) Pfizer.
Dilansir TribunWow.com dari Aljazeera, diketahui Pfizer menjadi salah satu incaran berbagai negara dunia untuk mengatasi pandemi Covid-19, mengingat efikasinya yang sangat tinggi.
Sementara itu Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengaku tidak ditemukan kasus positif Covid-19 sama sekali, sejak negara tersebut menutup perbatasan pada Januari 2020.

Baca juga: Rebutan Vaksin Covid-19 dengan 215 Negara, Jokowi Ungkap Rencana Produksi Vaksin Dalam Negeri
Hal ini bertentangan dengan penemuan intelijen Korea Selatan, seperti yang disampaikan Badan Nasional Intelijen Seoul Ha Tae Keung.
"(Badan Nasional Intelijen Seoul) memberi informasi bahwa Korea Utara berusaha memperoleh teknologi dalam pengembangan vaksin Covid-19 dan pengobatan melalui peralatan perang dunia maya untuk meretas Pfizer," kata Ha Tae Keung, Selasa (16/2/2021).
Ia tidak menyebutkan secara rinci apakah upaya Korea Utara itu berhasil atau gagal.
Pejabat intelijen Korea Selatan lainnya mengonfirmasi kabar itu, walaupun tidak memberikan rincian lebih lanjut.
Sementara itu perwakilan pihak Pfizer untuk Asia dan Korea Selatan masih bungkam.
Diketahui pada 2020 lalu Korea Utara diduga melakukan upaya yang sama.
Mereka berusaha meretas sistem data di sembilan perusahaan pembuat vaksin dunia, termasuk Johnson & Johnson, Novavax, dan AstraZeneca.
Baca juga: Beda dengan Jokowi, WHO Sebut Vaksin Covid-19 Tak Wajib, Minta Jangan Takut-takuti Masyarakat
Pihak intelijen Korea Selatan mengonfirmasi upaya negara tetangganya itu telah digagalkan, mengingat mereka juga tengah mengembangkan vaksin Virus Corona sendiri.
Diketahui Korea Utara kerap mendapat tudingan memanfaatkan pasukan peretas untuk menyukseskan program senjata nuklir mereka.
Hal itu membuat negara lain hampir tidak mungkin berdagang dengan negara yang dipimpin Kim Jong Un tersebut.
Menurut dugaan, upaya peretasan kali ini mungkin bertujuan menjual data vaksin tersebut daripada mengembangkan vaksin buatan mereka sendiri.
Vaksin Pfizer diketahui merupakan vaksin dengan tingkat efikasi tertinggi di dunia saat ini.
Pfizer dikembangkan bersama dengan perusahaan asal Jerman, BioNTech, dengan menggunakan teknologi canggih.
Pfizer juga sudah memperoleh izin dari berbagai negara sejak 2020 lalu untuk didistribusikan.
WHO Minta Jangan Wajibkan Vaksin Covid, Ajak Negara Lakukan Pendekatan Persuasif
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization atau WHO) meminta negara-negara yang sedang menghadapi pandemi Covid-19 tidak mewajibkan vaksinasi.
Dilansir TribunWow.com, hal itu disampaikan ahli epidemiologi dari Grifith University Australia, Dicky Budiman.
Ia menyoroti adanya denda administratif bagi warga Indonesia yang menolak divaksin.
Baca juga: Kabar Gembira: Kelompok Lansia, Komorbid, Penyintas Covid-19, dan Ibu Menyusui Bisa Mendapat Vaksin
Menurut Dicky, WHO meminta negara-negara mempersuasi masyarakat agar mau divaksin, bukan serta-merta mewajibkan yang nantinya akan terkesan represif.
"WHO tidak dalam merekomendasikan vaksin ini bersifat wajib, jadi direkomendasikan negara-negara itu mempersuasi, memberikan strategi komunikasi resiko yang dibangun dengan kesadaran, ini lebih efektif," kata Dicky Budiman, dikutip dari Kompas.com, Sabtu (13/2/2021).

Dicky menilai hal terpenting yang dapat menyukseskan program vaksinasi adalah strategi komunikasi.
"Karena akan kontradiktif, jadi yang dibangun adalah bahwa manfaatnya besar, karena saya yakin enggak ada yang mau, kalau tahu (manfaatnya), dan cara menyampaikannya juga tepat, ini yang harus dijadikan opsi utama vaksin ini," terang Dicky.
Ia menambahkan, orang yang hendak divaksin harus datang dengan sukarela dan penuh kesadaran akan pentingnya vaksin, bukan karena takut didenda.
"Jadi, ini lebih pada, upaya membangun trust ini dengan strategi komunikasi resikonya yang tepat dari pemerintah. Tidak dengan menakut-nakuti," tutup Dicky.
Baca juga: Jokowi Teken Perpres, Pemerintah Tanggung Biaya Perawatan jika Ada Efek Samping Vaksinasi Covid-19
Dikutip dari Tribunnews.com, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.
Pasal 13A ayat (4) menyebutkan vaksinasi wajib bagi masyarakat yang ditetapkan menerima vaksin.
"Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima Vaksin Covid-19 yang tidak mengikuti Vaksinasi Covid-19 19 dapat dikenakan sanksi administratif."
Masyarakat yang ditetapkan menerima vaksin lalu menolaknya akan mendapat sanksi administratif.
"Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh kementerian, lembaga, pemerintah daerah, atau badan sesuai dengan kewenangannya," demikian isi Pasal 13A ayat (5).
Sanksi tersebut berupa penundaan penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial serta penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan dan/atau denda.
Orang yang menolak vaksinasi juga dapat dikenai sanksi seusai Undang-undang Wabah Penyakit Menular dalam Pasal 13B.
"Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima Vaksin Covid-19, yang tidak mengikuti Vaksinasi Covid-19 sebagaimana dimaksud dalam pasal 13A ayat (2) dan menyebabkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan penyebaran Covid-19, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 13A ayat (a) dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan undang-undang tentang wabah penyakit menular." (TribunWow.com/Brigitta)