Terkini Daerah
Penjual Ayam Geprek Nyambi Jadi PSK, Penghasilan Tak Tentu Tarif Masih Ditawar hingga Rp 100 Ribu
organisasi pemerhati pekerja seks memperkirakan lebih dari 277.000 orang yang berkecimpung dalam profesi ini di Indonesia kehilangan pendapatan 70%
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Dampak pandemi Virus Corona, sebuah organisasi pemerhati pekerja seks memperkirakan lebih dari 277.000 orang yang berkecimpung dalam profesi ini di Indonesia kehilangan pendapatan hingga 70%.
Hal ini membuat sejumlah PSK beralih profesi demi bertahan hidup, termasuk berbisnis kuliner.
Wartawan BBC News Indonesia, Muhammad Irham, menemui salah seorang PSK yang berjualan ayam geprek.
Baca juga: Sebelum Dibunuh Suami Sirinya, Hilda Hidayah Sempat Curhat di Buku Diari, Polisi: Merasa Dipelet

Kawasan padat penduduk itu tak jauh dari bekas lokalisasi di ibu kota Jakarta. Lorong-lorong dengan lebar dua bahu orang dewasa terkurung tembok-tembok rumah kontrakan.
Pada saat pejalan kaki berpapasan sepeda motor yang melintas, maka dia harus merapatkan tubuh ke tembok.
Gang-gangnya seperti labirin, bisa menyesatkan siapa saja yang baru pertama kali ke sana. Banyak dari gang-gang tersebut berujung buntu.
Di salah satu kuldesak itulah, Maya bermukim. Maya—bukan nama sebenarnya—adalah seorang perempuan yang menjadi pekerja seks selama 16 tahun.
Baca juga: Buktikan Pernikahannya dengan Lidi Brugman Sah Secara Negara & Agama, Lucky Perdana Pamer Buku Nikah
Rumah yang disewa perempuan 32 tahun ini sedikit lebih besar dari rumah lainnya karena memiliki dua ruangan dan dapur di belakang.
Di depan pintu terdapat etalase kecil yang terisi dagangan makanan ringan.
"Yang tinggal di (daerah) sini hampir semuanya PS (pekerja seks), ada yang sudah punya anak, ada juga yang tua tapi kerjanya sekarang sebagai penghubung saja," katanya saat ditemui BBC News Indonesia.
Di rumahnya, Maya tinggal bersama kekasihnya yang bekerja sebagai agen judi togel. Mereka saling tahu profesi masing-masing.
'Colong-colongan dengan Razia'
Sejak memasuki masa pandemi, tamu yang biasa kencan dengan Maya berkurang drastis. Sebelumnya, ia bisa berkencan dengan empat laki-laki dalam satu malam dan mengantongi uang hingga Rp1 juta.
"Pas pandemi ini, satu juga kadang-kadang enggak [ada]. Tamu kan jarang datang ke sini, terus menawar juga agak murah-murah sekarang."
"Kadang-kadang Rp150.000, kadang-kadang Rp100.000, buat [sewa] kamar juga Rp40.000. Kita kebagian berapa kalau Rp100.000?" tanya Maya dengan nada retoris.
Untuk bertahan hidup, Maya kadang nekad mencari tamu hingga ke pinggiran jalan dengan cara duduk di warung kelontong yang masih buka.
Bermain petak umpet dan adu lari dengan pasukan Satpol PP adalah tantangannya.
Baca juga: Kuasa Hukum Akhirnya Buka Suara soal Gisella Anastasia Akui Pemeran Video Syur hingga Jadi Tersangka
"Kita colong-colongan sama razia… Saat pandemi, razia dua-tiga kali datangnya dalam semalam," kata Maya.
Bukan hanya itu, kebutuhan hidup yang terus berjalan juga disiasati dengan utang dari warung ke warung.
"Dari warung sini, warung sana. Kalau punya uang kita bayar. Kalau enggak ya utang lagi, dimaki-maki sedikit sih, tapi enggak apa-apa yang penting bisa hidup dulu," cerita Maya.
Berusaha Ganti Profesi
Namun, sebulan terakhir ini Maya merintis usaha kuliner.
"Ayam geprek, terus lumpia basah, seblak, es krim buat anak-anak, pangsit dibungkus-bungkus."
Modalnya ia pinjam dari teman dan anak kekasihnya.
"Aku juga bersyukur bisa makan di sini, bisa makan di usaha ini. Biar pun usaha masih kecil-kecilan kadang-kadang hari ini sepi, besok enggak tahu, namanya jualan ada sepinya ada enggaknya," katanya.
Selama berjualan, ia mulai jarang untuk mencari tamu, kecuali dagangannya sedang sepi pembeli.
"Kita masih ke depan (jalan) juga, tapi jarang. Seminggu itu aku bisa satu kali," kata Maya.
Baca juga: Rekam Jejak Kedekatan Gisel dan MYD Terjadi 10 Tahun Lalu, Cerita ke Teman Sudah Punya Nomor Gisel
Pilihan menjadi Pekerja Seks
Maya mengaku menjadi pekerja seks sejak usia 15 tahun.
Saat itu, perempuan sal Jawa Barat ini diiming-imingi seorang teman bekerja di sebuah restoran di Jakarta.
Keterangan gambar,Maya seorang pekerja seks yang berusaha beralih profesi menjadi penjual makanan
Tapi yang dia hadapi justru melayani tamu-tamu di warung remang-remang. Awalnya ia menolak, tapi lama kelamaan diteruskan karena uang mudah didapat.
Dari sini ia bisa rutin mengirim uang ke kampung halaman dan membeli rumah untuk keluarganya.
"Akhirnya perjuanganku sebagai kakak enggak sia-sia. Aku bisa beli rumah buat orang tua. Biar pun aku SD doang, tapi adik-adik aku pada tinggi-tinggi sekolahnya. Gara-gara cari uang di sini," tutur Maya diselingi derai air mata.
Baca juga: Sebelum Dibunuh Suami Sirinya, Hilda Hidayah Sempat Curhat di Buku Diari, Polisi: Merasa Dipelet
Ia menceritakan kehidupan keluarganya, sebelum bekerja sebagai pekerja seks.
Hidup di pinggiran kampung di Jawa Barat dengan rumah sewa satu ruangan yang digunakan untuk tidur bersama-sama.
"Adik-adik pada digigitin tikus kakinya," katanya.
"Sekarang alhamdulilah adikku pada nyaman tidur. Ketawanya pada lepas, enggak kayak dulu-dulu. Dulu juga beli es krim pada enggak bisa," lanjut Maya.
Kemunculan Pekerja Seks Baru
Maya yang belasan tahun berkecimpung sebagai pekerja seks berusaha untuk alih profesi menjadi pedagangan makanan.
Namun, kata dia, tak sedikit perempuan dari luar Jakarta mencoba mengadu nasib menjadi pekerja seks di ibu kota pada masa pandemi.
Kepada BBC News Indonesia, seorang pekerja seks yang baru sebulan tinggal di daerah ini, Rere—bukan nama sebenarnya—mengatakan, "Mau tidak mau, saya tidak ada uang untuk makan".
Rere mengaku diajak teman dari kampungnya di Jawa Tengah untuk bekerja di Jakarta sebagai pemasar produk (SPG).
"Enggak tahunya sampai sini, SPG juga bisa, plus-plus juga bisa," kata ibu satu anak ini sambil menutup wajahnya tertawa geli.
Saat ini Rere mengalami kesulitan karena uang hasil kerja malamnya dibawa kabur temannya itu.
Sementara, warung tempat ia mencari tamu tak bisa dibuka hingga pagi hari karena aturan pembatasan sosial.
"Kemarin kan saya coba di situ, tutup satu Minggu lebih, makanya bingung. Kerja malam saja susah setengah mati," kata Rere yang kini menumpang tinggal di antara rumah kontrakan. (*)
Artikel ini telah tayang di BBC Indonesia dengan judul "PSK ganti profesi menjadi penjual ayam geprek, bertahan hidup di masa pandemi."