Terkini Nasional
Telpon Presiden Prancis, Putra Mahkota Abu Dhabi: Nabi Muhammad Tak Ada Hubungan dengan Kekerasan
Putra Mahkota Abu Dhabi Uni Emirat Arab (UEA) Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan mengecam kekerasan terkait isu agama yang terjadi di Prancis.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Ananda Putri Octaviani
TRIBUNWOW.COM - Putra Mahkota Abu Dhabi Uni Emirat Arab (UEA) Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan mengecam kekerasan terkait isu agama yang baru-baru ini terjadi di Prancis.
Dilansir TribunWow.com, hal itu disampaikannya melalui sambungan telepon kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Diketahui sebelumnya pernyataan Macron menuai sorotan dari masyarakat Islam dunia karena dinilai telah menyinggung Nabi Muhammad.

Baca juga: 20 Organisasi Islam Dunia Peringatkan Presiden Prancis, Tulis Petisi: Macron Nodai Warganya Sendiri
Pernyataan tersebut sebagai tanggapan atas dua insiden penyerangan yang diduga terkait isu agama dalam kurun waktu sebulan terakhir di Prancis.
Dalam sambungan telepon dengan Macron, Sheikh Mohamed mengutuk aksi terorisme tersebut di Prancis.
Ia menyampaikan belasungkawa terhadap korban jiwa dalam penyerangan itu dan berharap korban-korban luka segera diberikan kesembuhan.
"Aksi kekerasan yang kejam ini tidak sesuai dengan ajaran dan prinsip-prinsip yang diajarkan semua agama, yang selalu menjunjung tinggi perdamaian, toleransi, cinta kasih, dan kemanusiaan," tegas Sheikh Mohammed, dikutip dari situs kantor berita UEA WAM, Minggu (1/11/2020).
Selain itu, Sheikh Mohamed menekankan penolakan terhadap ujaran kebencian.
"(Ujaran kebencian) menimbulkan dampak negatif dan berbahaya dalam relasi antarumat manusia di berbagai negara dan kepercayaan, dan hanya memberikan keuntungan pada mereka yang ekstremis," jelas sang putra mahkota.
Baca juga: Angkat Bicara soal Presiden Prancis, PM Kanada Sentil Macron: Kebebasan Berpendapat Ada Batasnya
Sheikh Mohamed turut angkat bicara tentang insiden kekerasan berbasis agama yang terjadi di Prancis.
"Nabi Muhammad merepresentasikan kesucian bagi seluruh umat Muslim, dan tidak ada kondisi apapun yang dapat membuat Nabi Muhammad dihubungkan dengan kekerasan atau politisasi," tegas Deputi Komandan Tertinggi Angkatan Bersenjata UEA ini.
Sebagai perwakilan dari negara dengan mayoritas pemeluk Islam, Sheikh Mohamed menjelaskan pentingnya toleransi dan kerja sama di komunitas dunia.
Selain itu, Sheikh Mohamed juga menyampaikan persahabatan yang erat tetap terjalin di antara kedua belah negara.
Diketahui sebelumnya terjadi pemenggalan seorang guru sejarah di Prancis, Samuel Paty.
Pemenggalan itu terjadi tidak lama setelah ia menunjukkan karikatur Nabi Muhammad di kelas yang membahas materi kebebasan berpendapat.
Selain itu, ada pula penyerangan di sebuah gereja di Nice, Prancis yang menimbulkan tiga korban jiwa.
Macron juga sempat menyampaikan pernyataan kontroversial untuk menanggapi dua insiden yang diduga terkait isu sensitif rasisme dan agama tersebut.
Presiden Prancis Sebut Ucapannya Diputarbalikkan: Kebohongan
Presiden Prancis Emmanuel Macron menanggapi kecaman tokoh umat Islam dunia dan para petinggi negara dengan mayoritas agama Islam.
Dilansir TribunWow.com dari Aljazeera.com, sebelumnya Macron menyampaikan pidato yang dianggap tidak menghormati masyarakat Islam, yakni terkait karikatur Nabi Muhammad.
Diketahui kasus berawal saat seorang guru sejarah SMA di Prancis, Samuel Paty, menunjukkan karikatur Nabi Muhammad kepada murid-muridnya dalam diskusi dengan materi kebebasan berpendapat.
Baca juga: Presiden Prancis Akui Paham Kemarahan Umat Islam: Saya Akan Tetap Membela Kebebasan Berpendapat
Pada 16 Oktober 2020 lalu, Paty dipenggal oleh seorang remaja Abdoullakh Abouyedovich Anzorov, akibat kontroversi karikatur nabi tersebut.
Menanggapi kasus itu, Macron menyebut pembunuhan Paty serangan teroris dan mengaitkannya dengan agama Islam.
Selain itu ia menegaskan negara harus melindungi sikap sekularisme yang dijunjung Prancis, terutama terkait perlindungan kebebasan berpendapat pada masyarakat beragama dan non-beragama.
Setelah muncul reaksi keras dari umat Islam di seluruh dunia, Macron menilai ucapannya telah diputarbalikkan (distorsi).

"Saya pikir reaksi yang muncul adalah akibat kebohongan dan distorsi dari ucapan saya, karena orang-orang berpikir saya mendukung kartun ini," ungkap Emmanuel Macron, Sabtu (31/10/2020).
"Karikatur tersebut bukan buatan pemerintah, tetapi muncul dari surat kabar yang bebas dan independen, serta tidak terafiliasi dengan pemerintah," tegasnya.
Diketahui sebelumnya pernyataan kontroversial Macron muncul akibat serangkaian kejadian teror yang menimbulkan korban jiwa di Nice dan Paris, Prancis.
Baca juga: Kronologi Teror Penusukan di Gereja Prancis, 3 Orang Dibunuh secara Brutal sebelum Misa Pagi
Seorang pria Tunisia menikam tiga orang yang tengah berada di sebuah gereja di Nice, Prancis.
Pada hari yang sama, seorang pria asal Arab Saudi terluka akibat ditikam petugas keamanan di Konsulat Prancis di Jeddah, Arab Saudi.
Insiden terakhir yang memicu pernyataan Macron adalah seorang pendeta Orthodox-Yunani ditembak di Lyon oleh pria tidak dikenal yang tidak diketahui motifnya.
Setelah sebelumnya Prancis menuai keprihatinan atas insiden-insiden yang terjadi, pernyataan Macron justru memicu kontroversi.
Dikutip dari Kompas.com, terjadi penolakan di sejumlah negara seperti Bangladesh, Pakistan, Afghanistan, Turki, dan India.
Sejumlah pejabat tinggi negara-negara tersebut mengecam pidato Macron dengan menyebutnya sebagai penghinaan.
Seperti di Bangladesh, pemimpin senior Islami Andolan, Gazi Ataur Rahman, mengkritik keras ucapan Macron.
"Perancis menghina dua miliar umat Islam di dunia. Presiden Macron harus meminta maaf atas kejahatannya," tegas Gazi Ataur Rahman.
Tidak hanya itu, massa berkumpul untuk menyerukan boikot terhadap produk-produk Prancis sejak Jumat (30/10/2020) lalu. (TribunWow.com/Brigitta)