UU Cipta Kerja
Di Mata Najwa, Benny K Harman Ungkap UU Cipta Kerja Harusnya Batal: Kita Menyetujui RUU Hantu
Anggota Badan Legislasi (Baleg) Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman mengungkapkan alasannya menyebut omnibus law UU Cipta Kerja layaknya 'hantu'.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Anggota Badan Legislasi (Baleg) Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman mengungkapkan alasannya menyebut omnibus law UU Cipta Kerja layaknya 'hantu'.
Ia menyebut fakta selama ini tidak pernah ada draf resmi yang dibagikan kepada anggota Baleg.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan Mata Najwa di kanal YouTube Najwa Shihab, Rabu (14/10/2020).

Baca juga: Jokowi Klarifikasi Hoaks UU Cipta Kerja, Refly Harun Singgung Tak Ada Draf Resmi: Dasarnya Apa?
Diketahui Benny termasuk yang mendebat panitia kerja saat rapat pengesahan UU Cipta Kerja serta memimpin walkout Partai Demokrat dan PKS dari ruang rapat.
Presenter Najwa Shihab lalu menanyakan maksud Benny menyebut UU Cipta Kerja sebagai 'undang-undang hantu'.
"Kita tidak bisa membandingkan mana yang asli, mana yang hoaks," ungkap Benny K Harman.
"Faktanya sejak mulai dari timsit, timus, sampai dengan rapat kerja pengambilan keputusan tingkat I, memang tidak ada naskahnya," paparnya.
Ia menilai hal ini melanggar aturan dalam Undang-undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3).
Anggota Komisi II DPR ini menerangkan pada saat rapat pengambilan keputusan tingkat I, wajib untuk membacakan rancangan undang-undang.
"Kedua, wajib juga hukumnya untuk semua fraksi, melalui wakilnya untuk memberikan paraf dan tanda tangan," lanjut politisi asal Flores, NTT ini.
Namun pada prakteknya kedua langkah itu tidak dilakukan saat rapat pengambilan keputusan.
Begitu pula pada rapat pengambilan keputusan tingkat II.
Baca juga: Hotman Paris Sebut UU Cipta Kerja Sangat Untungkan Buruh: Majikan Bakal Buru-buru Bayar Pesangon
"Kalau pun ada perbedaan opsi-opsi, tetap dibiarkan opsi perbedaan-perbedaannya untuk diputuskan nanti di rapat paripurna pengambilan keputusan tingkat II," paparnya.
Ia menyebutkan saat itu kembali ada pelanggaran.
"Faktanya tidak ada naskah yang final yang diajukan, yang dibagikan kepada semua anggota dewan yang mengikuti rapat paripurna tanggal 5 Oktober," kata Benny.
"Lalu bagaimana kita mengatakan ini yang hoaks, ini yang benar atau apa," tambahnya.
Pada saat kedua rapat rancangan undang-undang, tidak ada draf yang dibacakan atau dibagikan.
Ia menilai bahkan UU Cipta Kerja seharusnya dibatalkan.
"Makanya sebetulnya kita menyetujui rancangan undang-undang 'hantu', enggak ada undang-undangnya, enggak ada rancangannya. Apa yang mau dibahas, apa yang mau disetujui?" simpul Benny.
"Kalau proses itu tidak dipenuhi, maka rancangan undang-undang ini batal, tidak boleh diproses. Dipaksakan itu 'kan enggak boleh," tandasnya.
Lihat videonya mulai menit 9.00:
Refly Harun Pertanyakan Tidak Ada Draf Resmi UU Cipta Kerja
Pakar hukum tata negara Refly Harun menyoroti masih simpang-siurnya kejelasan omnibus law Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan melalui kanal YouTube Refly Harun, diunggah Kamis (15/10/2020).
Saat itu Refly mengundang Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Gatot Nurmantyo untuk membahas UU Cipta Kerja.
Baca juga: Sederet Alasan Polisi Tangkap Aktivis KAMI, Tuding Dalang Kerusuhan hingga Hoaks UU Cipta Kerja
Gatot membenarkan jika undang-undang tersebut menuai kontroversi karena pengerjaannya tidak transparan dan terkesan dikebut oleh DPR.
"Rakyat ini hanya memerlukan informasi yang jelas," komentar Gatot Nurmantyo.
Ia mengaku KAMI memang mendukung secara moral gerakan mahasiswa dan buruh untuk menolak UU Cipta Kerja.
Menurut Gatot, penting bagi kalangan mahasiswa tersebut mengkritisi UU ini karena akan berpengaruh ke pekerjaan mereka di masa depan.
"Mahasiswa ini, kenapa didukung oleh KAMI, karena mahasiswa berdemonstrasi berdasarkan koridor hukum untuk menyampaikan pendapat, kalau bisa berdialog," papar Gatot.

"Mereka melihat, untuk apa saya kuliah? Begitu saya lulus, jadi dokter, bekerja di rumah sakit, 'kan jadi buruh juga, pekerja juga," lanjutnya.
Diketahui poin yang paling banyak disorot oleh masyarakat adalah klaster ketenagakerjaan yang mengatur upah minimum, pesangon, dan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Baca juga: Kecam UU Cipta Kerja, Fahri Hamzah Sebut Serampangan Ubah Aturan: Saya Yakin Presiden Tidak Paham
"Kejelasan ini yang harusnya ada penjelasan-penjelasan terbuka," singgung Gatot.
"Mas Gatot ingin mengatakan bahwa baik pihak pemerintah maupun pihak buruh itu bukan hanya soal komunikasi saja, tapi belum memiliki dasar yang final untuk berdialog," sahut Refly.
Selain itu, Gatot menyoroti tidak adanya naskah resmi UU Cipta Kerja yang dipublikasikan oleh DPR atau pemerintah.
"Sebenarnya yang membuat tidak final ini, presiden juga baru menerima draf yang diketok juga hari ini, terus mau bicara apa?" ungkit mantan Panglima TNI itu.
Refly mengungkit sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat membuat klarifikasi dan menyebut informasi yang beredar di masyarakat tentang UU Cipta Kerja sebagai hoaks.
Namun ia menyoroti tidak ada draf final yang dapat dibaca rakyat, sehingga pernyataan Jokowi dapat dipertanyakan.
"Jadi kemarin waktu presiden mengatakan, 'Enggak benar ini', dia dasarnya apa? Enggak jelas juga," komentar pakar hukum tersebut. (TribunWow.com/Brigitta)