Breaking News:

UU Cipta Kerja

Tentang Satu Pasal Bermasalah di UU Cipta Kerja, Bima Arya Ungkap Draf Asli: Asumsikan Ini Final

Wali Kota Bogor Aria Bima menyoroti pasal yang menurutnya bermasalah dalam omnibus law Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Tiffany Marantika Dewi
YouTube Talk Show tvOne
Wali Kota Bogor, Jawa Barat, Bima Arya dalam tayangan YouTube Talk Show tvOne, Minggu (12/4/2020). 

TRIBUNWOW.COM - Wali Kota Bogor Bima Arya menyoroti pasal yang menurutnya bermasalah dalam omnibus law Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

Dilansir TribunWow.com, hal itu terungkap dalam tayangan Kabar Petang di TvOne, Minggu (11/10/2020).

Diketahui undang-undang tersebut menuai penolakan dari masyarakat, aliansi mahasiswa, dan buruh.

Aparat Kepolisian bersitegang dengan pendemo di kawasan Harmoni, Jakarta, Kamis (8/10/2020). Demonstrasi menolak UU Cipta Kerja berlangsung ricuh.
Aparat Kepolisian bersitegang dengan pendemo di kawasan Harmoni, Jakarta, Kamis (8/10/2020). Demonstrasi menolak UU Cipta Kerja berlangsung ricuh. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Baca juga: Singgung UU Cipta Kerja, Hotman Paris Bahas Pesangon Buruh: Dia Tidak Mampu Bayar Pengacara

Selain itu, omnibus law yang disebut hendak menyerderhanakan perizinan itu di sisi lain akan menimbulkan permasalahan baru dengan kepala daerah.

"Sejak awal kepala daerah menyoroti kecenderungan desentralisasi. Artinya kewenangan daerah ditarik ke pusat," papar Bima Arya.

Ia menilai pasal terkait kewenangan kepala daerah ini akan menimbulkan pertentangan pada penerapannya.

"Kami paham bahwa ada semangat untuk mempermudah perizinan, semangat untuk mempercepat layanan publik," komentar Aria.

"Tapi semangat ini enggak boleh, bertentangan dengan konstitusi," tegas Wali Kota Bogor.

Selain itu, ia menyinggung keotonomian daerah yang akan dilanggar dengan menarik kewenangan ke pemerintah pusat.

Bima Arya menegaskan dirinya sebagai kepala daerah menolak UU Cipta Kerja khusus pada bagian tersebut.

"Utamanya adalah semangat otonomi daerah seluas-luasnya berdasarkan konstitusi kita di era reformasi," tegasnya.

Baca juga: Lihat Cara TNI Ungkap Penyusup Demo UU Cipta Kerja: Anda dari Mana? Mahasiswa Bukan?

"Karena itu sedari awal kami mengkritisi ini, khususnya yang terkait penataan tata ruang, perlindungan lingkungan hidup, perizinan, dan pelayanan publik," tambah Bima.

Ia menjelaskan hal itu dapat disimpulkan setelah melihat draf UU Cipta Kerja.

Bima mengaku dirinya sudah mendapat draf final yang disahkan DPR.

Sebagai informasi, draf UU Cipta Kerja yang beredar di masyarakat disebut-sebut belum final dan belum ada rilisan resmi dari DPR.

Berdasarkan 'draf final' tersebut, Bima menilai tidak banyak perubahan yang ia temui sejak awal UU Cipta Kerja dicetuskan.

"Dari draf yang saya pegang, draf ini diberikan oleh teman-teman DPR, ini draf dari Baleg, 5 Oktober kemarin. Jadi saya asumsikan bahwa ini adalah draf final," ungkit Bima.

"Dari draf yang saya pegang, saya melihat tidak ada perubahan berarti sejak pertama kali kami melihat konsep itu," lanjutnya.

"Pertama terlihat jelas bagaimana birokrasi perizinan mencoba disederhanakan, tetpai kemudian kita melihat ada kewenangan daerah yang ditarik ke pusat, seperti Amdal," jelas dia.

Lihat videonya mulai menit 2.00:

Jokowi Sebut Banyak Hoaks soal UU Cipta Kerja

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan tanggapan terkait gelombang penolakan terhadap Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

Dilansir TribunWow.com, hal itu disampaikan melalui tayangan di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (9/10/2020).

Diketahui demonstrasi bermunculkan di berbagai wilayah setelah UU Cipta Kerja disahkan DPR pada Senin (5/10/2020) lalu.

Baca juga: Sanggah UU Cipta Kerja Merugikan, Jokowi: Jutaan Pekerja Bisa Perbaiki Kehidupannya dan Keluarga

Undang-undang ini dianggap tidak berpihak kepada kalangan pekerja.

Jokowi lalu menanggapi sejumlah unjuk rasa yang berujung kericuhan di berbagai kota.

Menurut Kepala Negara, munculnya gelombang protes tersebut adalah karena ada kesalahpahaman tentang isi UU Cipta Kerja.

Jokowi bahkan misinformasi tersebut adalah penyebab munculnya hoaks (kabar bohong).

"Saya melihat adanya unjuk rasa penolakan Undang-Undang Cipta Kerja yang pada dasarnya dilatarbelakangi oleh disinformasi mengenai substansi dari undang-undang ini dan hoaks di media sosial," kata Jokowi.

Presiden RI Joko Widodo memberikan Keterangan Pers Presiden RI Terkait Undang-Undang Cipta Kerja, Istana Bogor, 9 Oktober 2020.
Presiden RI Joko Widodo memberikan Keterangan Pers Presiden RI Terkait Undang-Undang Cipta Kerja, Istana Bogor, 9 Oktober 2020. (YouTube Sekretariat Presiden)

Ia memberi contoh pada munculnya informasi terkait upah minimum pekerja.

Jokowi menegaskan tetap ada regulasi terkait upah minimum regional (UMR) yang berlaku.

"Saya ambil contoh ada informasi yang menyebut penghapusan UMP (Upah Minimun Provinsi), UMK (Upah Minimum Kota/Kabupaten), UMSP (Upah Minimum Sektoral Provinsi)," ungkapnya.

"Hal ini tidak benar karena faktanya upah minimum regional (UMR) tetap ada," lanjut mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.

Persoalan lain mengenai pengupahan adalah muncul informasi terkait upah minimum berdasarkan jam kerja.

Jokowi membantah hal ini.

Baca juga: Tangkap 1.000 Anarko saat Rusuh Demo Tolak UU Cipta Kerja, Polisi: Kita Rapid 34 Reaktif Covid

"Ada juga yang menyebutkan, upah minimum dihitung per jam. Ini juga tidak benar, tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang," sanggah Jokowi.

Dalam kesempatan yang sama, sebelumnya Jokowi menuturkan ada 11 klaster yang mengalami reformasi struktural.

Ia menegaskan hal itu perlu dilakukan demi perkembangan ekonomi yang tengah jatuh akibat situasi pandemi Covid-19.

Sebelas klaster itu terdiri dari perizinan, syarat investasi, ketenagakerjaan, pengadaan lahan, dan kemudahan membuka usaha.

Setelah itu terkait riset, administrasi pemerintah, pemberian sanksi, perlindungan terhadap UMKM, serta investasi, perizinan, syarat investasi tenaga kerja pengadan lahan, kemudahan berusaha, investasi dan proyek pemerintah, serta urusan kawasan ekonomi.

Jokowi memaparkan alasan perlunya UU Cipta Kerja diberlakukan.

"Setiap tahun ada sekitar 2,9 juta penduduk usia kerja baru, anak muda yang masuk ke pasar kerja. Sehingga kebutuhan atas lapangan kerja baru sangat, sangat mendesak," terangnya. (TribunWow.com/Brigitta)

Sumber: TribunWow.com
Tags:
UU Cipta KerjaBima AryaBogorOmnibus LawJokowi
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved