Viral Medsos
Viral Gilang 'Bungkus', Psikolog Ragukan Kelainan Fetish: Ada yang Dibungkus, Ada yang Dilakban
Psikolog Klinis Forensik A Kasandra Putranto membahas viral kasus Gilang 'Bungkus' yang disebut memiliki fetish terhadap kain jarik.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
TRIBUNWOW.COM - Psikolog Klinis Forensik A Kasandra Putranto membahas viral kasus Gilang 'Bungkus' yang disebut memiliki fetish terhadap kain jarik.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam Kabar Petang di TvOne, Jumat (31/7/2020).
Diketahui sebelumnya mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Gilang Aprilian Nugraha Pratama atau Gilang Ezian menjadi viral di media sosial.

• Viral Perilaku Seksual Menyimpang Bungkus Korban dengan Kain, Psikolog: Mungkin Trauma Masa Lalu
Ia diduga melakukan pelecehan seksual kepada sejumlah mahasiswa dengan meminta mereka membungkus diri menggunakan kain jarik layaknya jenazah.
Kasandra menilai hal tersebut belum tentu dapat disebut sebagai ketertarikan seksual (fetish) yang menyimpang.
"Fetish itu adalah gangguan atau penyimpangan seksual di mana seseorang mencari kepuasan dari benda-benda yang mati dan bagian tubuh yang non-alat reproduksi," papar Kasandra Putranto.
"Bisa jadi bagian tubuh itu kaki, tangan, kuku, jempol, tapi bukan bagian biasanya dan wajarnya orang-orang normal," jelasnya.
Ia menyebutkan fetish juga dapat terjadi pada benda mati yang identik dengan seseorang, seperti pakaian, sandal, sepatu, dan baju dalam.
Kasandra mengungkap keraguan jika kasus Gilang dapat dikategorikan sebagai fetish.
"Pertanyaannya apakah kasus ini adalah kasus fetish? Menurut saya justru diragukan karena belum memeriksa yang bersangkutan," ungkapnya.
Ia menilai tuduhan fetish tersebut masih berupa dugaan yang belum dapat dibuktikan.
Menurut Kasandra, hal itu harus dipastikan dengan memeriksa korban.

• Viral Perilaku Seksual Menyimpang Gilang Bungkus, UNAIR Benarkan Status Mahasiswa: Semester 10
"Korban ini yang harus kita lihat, apa saja sih yang sudah pernah dilakukan terhadap korban? Karena mungkin misalnya ada foto, dibungkus, dilakban, diikat, tapi ada juga yang melaporkan pernah disentuh," paparnya.
Kasandra mengungkit ada pula korban yang hanya diintimidasi oleh pelaku.
Meskipun ada dugaan motif kasus tersebut adalah karena fetish, Kasandra menilai tindakan Gilang lebih dapat diproses dengan alasan pencabulan.
"Dugaan pencabulan sudah hampir pasti bisa diterima," jelas psikolog tersebut.
Dengan alasan tersebut, kasus Gilang sudah dapat dibawa ke ranah hukum.
Ia menyinggung tetap ada kemungkinan Gilang memiliki gangguan seksual.
Meskipun begitu, ada banyak kategori penyimpangan seksual.
Kasandra menilai kasus Gilang belum dapat dikategorikan sebagai fetish karena perlakuannya terhadap korban tidak konsisten.
"Konon katanya ada yang fotonya saja, ada yang dibungkus lalu diikat dan dilakban, ada yang bahkan tidak pakai jarik. Jadi ini 'kan tidak konsisten antara satu dengan yang lainnya," jelasnya.
Lihat videonya mulai menit 3:40
Kesaksian Korban
Kasus fetish kain jarik yang dilakukan oleh G (Gilang) baru-baru ini menjadi sorotan publik, dimana para korbannya dibungkus menggunakan kain hingga menyerupai pocong atau jenazah.
Berdasarkan pengakuan SW yang merupakan rekan seangkatan pelaku, G disebut sudah melakukan aksi penyimpangan sejak masih menjadi mahasiswa baru (maba) di Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur.
Selain merupakan rekan satu angkatan, SW sendiri juga pernah menjadi korban penyimpangan G.
• Terungkap Modus Lain Gilang Fetish Kain Jarik, Korban: Pas Melek Sudah Ditutup Selimut
Dikutip dari TribunJatim.com, Jumat (31/7/2020), SW mengatakan pengalaman pahit yang menimpa dirinya terjadi pada tahun 2015 silam.
Awalnya ia tak menyangka rekan seangkatannya sendiri akan melakukan hal tak lazim kepadanya.
"Saat acara penerimaan mahasiswa baru kampus saya bareng sama Gilang. Sama sekali nggak ada yang aneh sama dia. Perilaku dan yang dia omongin nggak mencurigakan," kata SW.
SW bercerita dirinya menjadi korban pelecehan G di indekos tempat pelaku tinggal.
"Sehari setelah acara, lupa tanggal berapa. Pokoknya pulang dari situ, saya nginep di kosnya, kejadiannya dini hari," katanya.
SW mengatakan aksi G diduga terjadi saat ia tertidur.

Ketika terbangun SW saat itu mendapati kondisi tubuhnya telah ditutupi selimut.
"Pas dini hari saya bangun. Gilang melakukan aksinya. Tapi enggak sampai ditutup rapat, ditali, seperti yang viral ini, cuman ditutup selimut. Anehnya, waktu itu saya nggak bisa berkutik, nggak bisa ngapa-ngapain, buat melek aja susah," katanya.
Ketika kejadian terjadi, SW sempat tertidur hingga dua kali karena merasa kelelahan.
"Baru benar-benar bangun pas pagi hari. Jadi saya nggak tahu aksinya berapa lama. Pas melek, sudah ditutup selimut," katanya.
Korban menduga pelaku secara diam-diam menyelipkan obat yang membuatnya tak berdaya.
"Menurut saya, minumannya sudah dikasih obat. Soalnya setelah itu saya benar-benar nggak berdaya. Sampai kos langsung capek dan mengantuk. Saat aksinya, saya nggak bisa memberontak sama sekali. Bisa jadi karena faktor capek, di-support sama obat tidurnya," kata SW.
Berselang beberapa hari setelah kejadian terjadi, SW mengaku dirinya baru berani bercerita kepada teman-temannya yang lain.
Kala itu SW mengaku pernah dimintai maaf oleh pelaku.
"Suatu ketika baru saya berani cerita ke beberapa teman. Akhirnya, saya dan Gilang sama-sama didudukkan. Waktu itu Gilang ngaku dan minta maaf," katanya.
"Dulu saya menganggap ini sebagai kecelakaan, walaupun memang sebenarnya disengaja. Saat minta maaf, Gilang juga kelihatan nyesek. Tapi saya sudah nggak peduli," katanya.
Akibat pengalaman buruk itu, SW menjadi trauma lantaran mau tidak mau ia harus bertemu Gilang terus-terusan karena sama-sama mahasiswa seangkatan.
"Sempat sedih, down. Apalagi sehari dua hari setelah kejadian, pasti ingat. Apalagi kami satu angkatan, tiap hari ketemu. Menjelang ospek jurusan, otomatis mau nggak mau ketemu soalnya kumpul satu angkatan," katanya.
Setelah kasus ini menjadi ramai dan disorot publik, SW menegaskan dirinya bersedia dipanggil sebagai saksi maupun korban.
"Karena udah banyak banget yang speak up (bicara). Saya merasa ini sudah waktunya untuk dimajukan ke jalur hukum. Saya juga bakal kooperatif, baik sebagai saksi maupun korban," katanya.
"Soalnya saya pernah baca bahwa korban bisa kemungkinan menjadi pelaku untuk melampiaskan kekesalan. Jadi, para korban butuh difasilitasi dan diakomodasi," sambungnya. (TribunWow.com/Brigitta Winasis/Anung)