Pilkada Serentak 2020
Dicecar ICW sampai Pengamat Politik soal Gibran Maju Pilkada Solo, Pro-Jokowi: Itu Kan Sinis
Ketua organisasi Pro-Jokowi (Projo) Budi Arie Setiadi menjawab pertanyaan Koordinator ICW Donal Fariz dan pengamat politik Hurriyah.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
TRIBUNWOW.COM - Ketua organisasi Pro-Jokowi (Projo) Budi Arie Setiadi menjawab pertanyaan Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz dan pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Hurriyah.
Budi Arie menilai banyak yang bersikap pesimis dengan majunya Gibran Rakabuming Raka dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Solo 2020.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan saat diundang dalam acara Rosi di Kompas TV, Kamis (23/7/2020).

• Ragukan Jokowi Tak Cawe-cawe soal Gibran, ICW Ungkit Pemanggilan Purnomo: Sisi Gelap Dinasti
Diketahui sebelumnya putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, mengajukan diri dalam Pilkada 2020 berdampingan dengan Teguh Prakosa.
Menanggapi hal itu, awalnya Donal Fariz menjelaskan alasan sejumlah partai di Solo memilih mendukung Gibran.
Diketahui Gibran sudah mengantongi dukungan dari PDIP, Gerindra, PAN, Golkar, dan PSI.
"Kenapa itu terjadi? Karena Pak Jokowi," jelas Donal Fariz.
Menurut Donal, partai-partai mengajukan dukungan karena faktor Jokowi sebagai orang nomor satu Indonesia yang juga mengepalai ketua-ketua umum partai koalisi.
"Karena faktor Pak Jokowi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, di mana para menteri-menterinya adalah ketua umum partai dan pemerintahan, ngikut semua jadinya," paparnya.
"Di situlah unfair battle-nya (pertarungan tidak adil)," jelas Donal.
Menanggapi hal itu, Budi meminta jangan langsung bersikap pesimis dengan kemampuan Gibran.
"Gini, lho. Kita harus optimis dengan demokrasi. Demokrasi itu 'kan achievement," sahut Budi Arie Setiadi.
Ia bahkan mengungkit kemampuan Gibran memimpin selama dua periode.
"Nanti kalau Gibran teruji memimpin Solo selama 10 tahun lebih baik, 'kan kita enggak bisa halangi dia untuk kepemimpinan berikutnya," katanya.

• Meski Siap Membantu, Purnomo Mengaku Gibran Belum Memintanya: Saya Sudah Bilang Bapaknya Siap
Wakil Direktur Pusat Kajian Politik UI Hurriyah segera menanggapi pernyataan Budi.
Menurut dia, tidak masalah jika Gibran baru mengajukan diri dalam politik setelah Jokowi selesai memimpin demi menghindari isu dinasti politik.
"Mungkin kalau pakai logika itu, pertanyaannya kenapa harus sekarang? Kenapa enggak nunggu Pak Jokowi selesai 2024?" tanya Hurriyah.
Budi beralasan saat ini momentum yang baik bagi Gibran jika ingin terlibat dalam politik.
Ia juga menyinggung usia Gibran yang masih muda dibandingkan tokoh-tokoh politik pada umumnya, yakni 32 tahun.
"Kenapa sekarang? Politik itu momentum, dalam pengertian ketika terjadi kerinduan terhadap anak muda untuk memimpin Kota Solo, 'kan mesti tanya warga Solo," jelas Budi.
Mendengar hal itu, baik Donal Fariz maupun Hurriyah tertawa.
Budi meminta agar masyarakat memberi kesempatan kepada Gibran untuk membuktikan diri.
"Atau bisa juga momentumnya mumpung ayah lagi berkuasa?" tanya presenter Rosiana Silalahi.
Budi segera memprotes pernyataan tersebut.
"Itu 'kan cynical (sinis)," sahut Budi.
Lihat videonya mulai menit 10:30
Refly Harun: Siapapun yang Lawan Klan Jokowi akan Kalah
Pakar hukum tata negara Refly Harun menyoroti majunya putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) Gibran Rakabuming Raka dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kota Solo 2020.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam kanal YouTube Refly Harun, diunggah Selasa (21/7/2020).
• Pesan Ganjar Pranowo untuk Gibran Rakabuming: Soliditas Partai Paling Nomor Satu, Dikumpulkan Lagi
Pasangan Gibran-Teguh Prakosa berpotensi menjadi calon tunggal di Kota Solo karena satu-satunya oposisi, PKS, tidak cukup memiliki kursi di DPRD untuk mengusung calon.
Menanggapi hal itu, Refly menyoroti kemungkinan Gibran bersaing melawan 'kotak kosong'.
Ia menilai kini sulit bagi PKS untuk mengajukan calon wali kota.
"Kalau semua partai mendukung Gibran, PKS ya mendukung GIbran juga. Kalau pengertian suara umat adalah suara rakyat, maka semuanya mencalonkan Gibran," komentar Refly Harun.
Ia menyebutnya sebagai paradoks kontes pemilihan umum di Indonesia.
"Bagaimana mungkin ada pemilihan langsung tapi calonnya cuma satu?" tanya Refly.
Refly kemudian menyamakan kondisi tersebut dengan pemilihan umum selama masa pemerintahan Soeharto.
Seperti diketahui, selama bertahun-tahun Soeharto terpilih sebagai calon tunggal dalam Sidang Umum MPR.
"Seperti pemilihan Presiden Soeharto di setiap Sidang Umum MPR saja. Mulai MPR tahun 1973, 1978, 1988, kemudian 1993, 1998, akhirnya mengundurkan diri selalu dengan mekanisme calon tunggal," katanya.
• TOP 5 BERITA POPULER: Kronologi Penemuan Bocah di Tandon Air hingga Refly Harun Tanggapi Gibran
"Bahkan ketika menggantikan Presiden Soekarno tahun 1967 dalam Sidang Istimewa, juga calon tunggal," lanjut Refly.
Ia menilai fenomena itu terjadi karena citra Jokowi di mata masyarakat Solo masih tinggi.
Menurut Refly, masyarakat Solo menilai Jokowi adalah mantan wali kota yang berhasil.
Efek tersebut menimbulkan dampak positif terhadap elektabilitas Gibran sebagai putra sulung Jokowi.
Selain itu, dampaknya adalah calon kepala daerah lainnya enggan melawan sosok yang erat berkaitan dengan Jokowi.
"Saya sudah menduga siapa pun yang akan melawan klan Jokowi di Solo, pasti akan kalah," ungkap Refly. (TribunWow.com/Brigitta Winasis)