Terkini Nasional
Penjelasan Refly Harun soal Tim Kampanye Prabowo-Sandi yang Gugat Peraturan KPU melalui MA
Pakar hukum tata negara Refly Harun menjelaskan gugatan yang diajukan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pada 13 Mei 2019.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Claudia Noventa
TRIBUNWOW.COM - Pakar hukum tata negara, Refly Harun, menjelaskan gugatan yang diajukan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pada 13 Mei 2019.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia bahas dalam kanal YouTube Refly Harun, yang diunggah Rabu (8/7/2020).
Diketahui sebelumnya Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan Wakil Ketua BPN Rachmawati Soekarnoputri dan enam orang lainnya.

• MA Kabulkan Gugatan soal Pilpres, KPU: Pemenang, Jokowi-Amin Sudah Sesuai dengan Ketentuan
Gugatan itu diajukan terhadap Pasal 3 Ayat (7) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 5 Tahun 2019 Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum.
Refly Harun kemudian menyoroti latar belakang yang membuat tim kampanye Prabowo-Sandiaga mengajukan gugatan.
Awalnya, ia menyinggung situasi pemilihan presiden (pilpres) saat itu hanya diikuti dua pasangan calon (paslon), yakni Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Yang menjadi polemik adalah bagaimana kalau calonnya cuma dua seperti Pemilu 2014 dan Pemilu 2019," papar Refly Harun.
"Pada tahun 2014 ada permohonan judicial review (uji materi) terhadap Undang-undang Nomor 42 tahun 2008 yang menjadi landasan pelaksanaan pilpres, baik Pilpres 2009 maupun Pilpres 2014," jelasnya.
Ia memaparkan saat itu uji materi diajukan terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) agar dapat diputuskan bagaimana syarat pemenangan pasangan calon.
Menurut Refly, saat itu kemenangan hanya ditentukan berdasarkan suara terbanyak tanpa menghitung persebaran di tiap provinsi.
Ia memberi contoh dengan menyebutkan jumlah suara dari Pulau Jawa yang padat penduduk.
"Sebagai contoh ekstremnya, karena penduduk Indonesia di Pulau Jawa, hanya ada dua calon," kata Refly.
"Maka 60 persen orang memilih pasangan A, menang, tapi sesungguhnya suara dia hanya di Pulau Jawa saja," lanjutnya.
• Prabowo Subianto Unggul di Survei Pilpres 2024, Sandiaga Uno: Terlalu Dini untuk Jajak Pendapat
Refly menjelaskan jumlah suara dari Pulau Jawa hanya merepresentasikan enam provinsi, sedangkan Indonesia seluruhnya memiliki 34 provinsi.
"Pulau Jawa itu jumlah provinsinya cuma enam, Banten, DKI, Jawa Barat, DIY, Jawa Tengah, dan Jawa Timur," papar Refly.
Ia menyinggung adanya aturan yang menetapkan perolehan suara di tiap provinsi harus mencapai minimal 20 persen.
"Jadi walaupun secara suara dia menang, karena persebarannya tidak merata dan tidak 20 persen, maka dia tidak bisa memenangkan," katanya.
"Oleh KPU tidak peduli, asalkan dia unggul dari calonnya maka dia terpilih," ungkap pakar hukum tersebut.
Refly menduga hal itulah yang menjadi keberatan oleh tim kampanye Prabowo-Sandiaga.
"Rupanya norma ini dimintakan judicial review oleh Rachmawati dan kawan-kawan," kata Refly Harun.
• Buat Sandiaga Uno Terbahak, Helmy Yahya Singgung Sikap TVRI di Pilpres: Ada Rakyat 01 Rakyat 02
Lihat videonya mulai menit ke-15.00:
Prediksi Pilpres 2024
Indikator Politik Indonesia merilis sebuah survei calon presiden 2024 di mana Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menduduki peringkat paling atas, disusul Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, lalu Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Mantan calon wakil presiden RI Sandiaga Uno menilai saat ini masih terlalu dini untuk membuat survei terkait Pilpres 2024.
Pernyataan itu ia sampaikan saat menghadiri acara talkshow Hot Indonesia, Sabtu (27/6/2020).
• Sebut sebagai Risiko, M Qodari Prediksi Prabowo akan Ditinggal PA 212 di Pilpres 2024: Harus Bersiap
Sandi mengatakan fokus masyarakat saat ini bukanlah urusan politik.
Kini masyarakat masih berfokus pada urusan pandemi Covid-19 yang membawa dampak besar terhadap kehidupan warga Indonesia.
"Ini masih sangat terlalu dini untuk melakukan jajak pendapat dalam bentuk apapun," kata Sandi.
"Tetapi apa yang ada dalam pemikiran pemilih sekarang ini bukan tentang keputusan politik yang harus mereka lakukan."
"Tetapi lebih tentang masalah pandemi ini," sambungnya.

Sandi lalu memaparkan sejumlah masalah yang timbul akibat adanya pandemi Covid-19.
Masalah-masalah itu di antaranya adalah masalah ekonomi seperti kehilangan pekerjaan hingga pendapatan yang menurun.
"Hal yang menyebabkan meningkatnya pengangguran, harga dan survei yang sama," ujar Sandi.
"Anda dapat melihat kecemasan dalam hal pemulihan ekonomi, seperti masyarakat kehilangan pekerjaan, pendapatan mereka turun secara dramatis."
Sandi menambahkan kebijakan terkait pembatasan wilayah juga menjadi hal yang menyita fokus masyarakat.
"Harga barang, biaya hidup dan kecamatan karantina beberapa wilayah sangat mengganggu pemikiran masyarakat."
"Serta tentang menurunnya penanganan pemerintah untuk masalah pandemi ini," lanjutnya.
Meskipun Sandi mengatakan masih terlalu dini untuk melakukan survei, dirinya tidak menampik bahwa survei memang dilakukan berdasarkan data yang kredibel.
"Tapi Anda benar, survei tetaplah survei, Anda harus menerimanya karena ini sebuah data," terang dia.
Bagi Sandi survei tersebut akan menjadi topik pembicaraan di kalangan tertentu.
"Saya rasa untuk masalah siapa pemimpin dan siapa yang tidak akan menjadi pembicaraan di antara para elit," ujarnya.
Soal Prabowo yang menduduki posisi puncak dalam survei Pilpres 2024, Sandi mengatakan dirinya tertarik mendengar pendapat dari Wimar Witoelar yang merupakan mantan juru bicara kepresidenan Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
"Mungkin dia akan berikan komentar yang lebih tepat tentang hal ini," ungkap Sandi. (TribunWow.com/Brigitta Winasis/Anung)