Terkini Nasional
ICW Sebut Deretan Nama yang Harus Dicurigai soal Djoko Tjandra: Yasonna Laoly Harus Didalami Ini
Peneliti ICW Tama S Langkun mengungkapkan sejumlah nama dan institusi yang harus diperiksa terkait lolosnya buron koruptor Djoko Tjandra.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Ananda Putri Octaviani
TRIBUNWOW.COM - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun mengungkapkan sejumlah nama dan institusi yang harus diperiksa terkait lolosnya buron koruptor Djoko Tjandra.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan saat dihubungi dalam tayangan Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Selasa (7/7/2020).
Sebelumnya Djoko Tjandra didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi terkait dengan pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie yang merugikan negara sebesar Rp 940 miliar pada 2000 lalu.

• Kecewa Buron Djoko Tjandra 10 Tahun Melenggang Bebas, ICW: Ada Aset Rp 500 M yang Harus Dikejar
Setelah menjadi buron sejak 2009, Djoko Tjandra kemudian diketahui membuat e-KTP di Kelurahan Grogol Selatan, Jakarta Selatan.
Menanggapi kejadian itu, Tama S Langkun menyoroti kinerja setiap institusi yang tidak sinkron dalam menangkap daftar pencarian orang (DPO), terutama buron kasus korupsi.
"Yang pertama, tim yang mengerjakana harus dimintai keterangan, sejauh mana komitmennya? Kok bisa itu lolos?" tanya Tama S Langkun.
Menurut Tama, data yang dimiliki setiap institusi berbeda-beda dan tidak sesuai.
"Ada yang bilang enggak ada keterangan, DPO-nya dihilangkan atau dicabut," paparnya.
"Itu 'kan menjadi perdebatan yang enggak boleh dibiarkan di ruang publik," lanjut Tama.
Ia menegaskan hal itu harus dirunut penyebabnya, termasuk siapa dalang di balik lolosnya Djoko Tjandra.
"Harus diperiksa siapa yang bertanggung jawab atas hal tersebut sehingga kemudian kita tahu apa yang terjadi," kata Tama.
Ia juga menyinggung peran Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan timnya.
Seperti diketahui, Djoko Tjandra berulang kali keluar masuk Indonesia selama menjadi buron.
• Punya Permintaan ke Jokowi, Novel Baswedan: Apakah Negara Sedang Benci Pemberantasan Korupsi?
"Setelah itu baru kita bicara soal Kementerian Hukum dan HAM. Ini Pak Yasonna juga harus didalami, bagaimana kemudian Imigrasi tiba-tiba meloloskan," ungkit Tama.
Menurut dia, hal itu diungkapkan jika ada kecurigaan konspirasi oknum yang meloloskan Djoko Tjandra.
"Artinya ada kekhawatiran mafia hukum dan segala macam, itu bisa dirunut lewat hal itu," papar Tama.
Ia membenarkan masuknya Djoko Tjandra ke Indonesia seharusnya dapat dideteksi Dirjen Imigrasi dan dilaporkan ke Kejaksaan Agung.
"Itu 'kan sederhana, seharusnya bisa," sindirnya.
Tama menyinggung ada kesan setiap pihak yang bertanggung jawab saling melempar kesalahan.
"Harusnya demikian, karena ini ada informasi yang enggak clear. Setiap pihak membantah," katanya.
"Pihak imigrasi mengatakan (status DPO) dicabut, kuasa hukum tadi bilang," tambah dia.
Tama menegaskan setiap institusi terkait harus diperiksa.
"Ini siapa yang bertanggung jawab mengubah itu tanpa ada keputusan mengubah dan segala macam, sekarang dipasang lagi?" tandasnya.
• Singgung Corona, MAKI Yakini Kematian Harun Masiku: Kalau Ketangkap, Banyak yang Jadi Tersangka
Lihat videonya mulai menit 1:20
Sindiran Novel Baswedan untuk Jokowi: Apakah Negara Sedang Benci Pemberantasan Korupsi?
Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mempertanyakan sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang korupsi.
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam acara Mata Najwa di kanal YouTube Najwa Shihab, Rabu (17/6/2020).
Seperti diketahui, Novel Baswedan menjadi korban penyiraman air keras oleh dua anggota polisi Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis.
• Pakar Hukum UII Bandingkan Kasus Novel dan Wiranto: Dari Dampak Kejahatan Harusnya Lebih Berat
Meskipun begitu, kedua terdakwa dituntut 1 tahun penjara atas perbuatan mereka mengakibatkan kebutaan pada sebelah mata Novel.
Penyidik KPK tersebut lalu mempertanyakan sikap Jokowi terhadap pemberantasan korupsi.
"Negara kita ini negara presidensial. Artinya seluruh aparatur di bawah presiden," kata Novel Baswedan.
Ia menilai sangat relevan jika meminta Jokowi turun tangan dalam kasus tersebut.
Apalagi Novel menduga banyak petinggi yang terlibat.
"Ditambah lagi ini masalah sudah melibatkan orang yang begitu kuatnya. Kalau tidak melibatkan presiden, saya enggak yakin bisa," ungkap Novel.
"Oleh karena itu, wajar saya meminta kepada presiden," tambahnya.
Ia menegaskan tanggapan yang pernah disampaikan tentang kasus tersebut.

Novel mengaku tidak masalah kasus penyerangan dirinya diungkap atau tidak.
"Kembali saya mengulangi lagi apa yang pernah saya katakan setahun yang lalu," papar Novel.
"Secara pribadi, saya terserah. Ini mau diusut mau enggak, saya terserah," tegasnya.
• Novel Baswedan Minta Jokowi Turun Tangan, Masinton Pasaribu: Tidak Bisa Diintervensi Siapapun
Meskipun begitu, Novel menyebutkan banyak kasus penyerangan lain terhadap penyidik KPK yang tidak diketahui publik.
"Cuma saya mau katakan bahwa perkara serangan kepada diri saya ini adalah perkara yang tidak berdiri sendiri," katanya.
"Banyak orang-orang KPK yang diserang. Lebih dari 10 kasus tidak ada satupun yang diungkap," ungkap Novel.
Padahal fakta-fakta penyerangan terhadap para penyidik KPK tersebut sangat jelas.
Ia lalu mempertanyakan sikap negara terhadap pemberantasan korupsi.
"Kalau begitu, sudah terang-terangan, apakah negara ini sedang benci dengan upaya memberantas korupsi?" tanya Novel.
Maka dari itu, Novel meminta Presiden Jokowi dapat memberikan sikap jelas.
"Ini yang luar biasa. Makanya saya meminta kepada Pak Presiden, apabila Pak Presiden bersikap sehingga akan terlihat, 'Benar, Pak Presiden ternyata mendukung pemberantasan korupsi'," papar Novel.
"Tapi kalau Pak Presiden tidak bersikap, akan terlihat seolah-olah Pak Presiden tidak mendukung pemberantasan korupsi," tutupnya. (TribunWow.com/Brigitta Winasis)