Virus Corona
Panti Pijat di Malang Nekat Buka selama Pandemi Covid-19, Pengelola: Disuruh Bos Mangkat Ya Mangkat
Sejumlah tempat di Malang, Jawa Timur masih nekat beroperasi di tengah pandemi Virus Corona (covid-19), contohnya adalah beberapa panti pijat.
Penulis: Khistian Tauqid Ramadhaniswara
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Sejumlah tempat di Malang, Jawa Timur masih nekat beroperasi di tengah pandemi Virus Corona (covid-19).
Padahal Pemerintah Provinsi Jawa Timur sedang melakukan berbagai cara demi menekan penyebaran Covid-19.
Apalagi Jawa Timur kini menempati urutan kedua terbanyak pasien yang terpapar Virus Corona.

• Kabar Baik, BIN dan Unair Klaim 5 Kombinasi Obat yang Efektif Tangani Virus Corona di Indonesia
Satu diantara cara pemerintah menekan penyebaran Covid-19 adalah dengan menertibkan tempat-tempat yang dinilai mudah menyebarkan Virus Corona.
Contohnya adalah beberapa panti pijat di Malang, Jawa Timur yang masih membandel dan beroperasi.
Melalui kanal YouTube KOMPASTV pada Jumat (12/6/2020), Kasatpol PP Kota Malang Priyadi mengungkapkan hal serupa.
Priyadi menegaskan bahwa pihaknya sudah meminta panti pijat tersebut untuk segera tutup.
Pasalnya, panti pijat tersebut melanggar aturan yang sudah berlaku tentang kewajiban menutup sementara tempat pariwisata, terutama tempat karaoke.
Selain itu, Priyadi juga mengatakan bahwa pihaknya tak segan menutup usaha lain yang masih membandel.
• Angka Reproduksi Virus Corona di Jawa Barat Naik, Ridwan Kamil Berikan Lampu Kuning
"Jadi mulai dari Sawojajar sampai terakhir tadi di panti pijat ini ternyata masih buka semuanya," ujar Priyadi.
"Berarti ini kan tidak mematuhi Perwali No.19 tahun 2020, tentang pariwisata termasuk karaoke, panti pijat, ini harus tutup dulu," imbuhnya.
Pengelola panti pijat bernama Pini pun menjelaskan bahwa ia hanya mematuhi perintah bosnya.
Pini hanya mengetahui bahwa Jawa Timur sedang masa transisi menjuju normal baru atau new normal Virus Corona.
Sedangkan panti pijat tersebut sudah tutup selama dua bulan sebelum adanya masa transisi new normal Virus Corona.
"Disuruh bos e mangkat ya mangkat. Belum tahu, tutup selama 2 bulan lebih," kata Pini.
Lihat videonya
• Apakah Bisa Tertular Virus Corona dari Nyamuk yang Gigit Pasien Covid-19? Ini Penjelasan Dokter
Marak Jenazah Covid-19 Diambil Paksa Keluarga
Sosiolog Imam Prasodjo mengungkapkan dugaannya terhadap penyebab maraknya peristiwa pengambilan paksa jenazah yang diduga terinfeksi Virus Corona (Covid-19).
Seperti diketahui, beberapa peristiwa pengambilan paksa jenazah pasien dalam pengawasan (PDP) atau pasien positif terjadi di sejumlah daerah.
Tidak hanya itu, terdapat beberapa peristiwa keluarga yang menolak jenazah dimakamkan dengan protap penanganan Covid-19.
Dilansir TribunWow.com, Imam Prasodjo menjelaskan kemungkinan penyebab hal itu dapat terjadi.
Awalnya, ia menyoroti adanya kesenjangan pengetahuan masyarakat.
"Saya melihat di sini ada pergulatan," kata Imam Prasodjo, dalam tayangan Kompas TV, Rabu (10/6/2020).
"Pertama adalah public knowledge, pengetahuan yang dipahami masyarakat dari mana pun itu sumbernya," jelasnya.
Imam menyinggung adanya tradisi masyarakat yang mengharuskan untuk memperlakukan jenazah dengan tata cara tertentu.
Ia menyebutkan tradisi keagamaan atau adat ini dapat bertentangan dengan fakta ilmiah tentang cara penularan Covid-19.
"Ada juga mungkin kendala karena ada protokol atau kebiasaan keagamaan misalnya tentang bagaimana memperlakukan jenazah," kata Imam.
"Di satu sisi ada scientific knowledge, pengetahuan berdasarkan ilmu pengetahuan, sains. Misalnya dengan Covid ini yang punya daya tular dan bahaya yang berbeda dengan penyakit lain," jelasnya.
Ia menyebutkan perbedaan pengetahuan tersebut sebagai kesenjangan.
"Nah, ini ada gap. Ada kesenjangan sehingga terjadilah itu, pergulatan," ungkapnya.

• Viral Pasien Tumor Disebut Covid-19, Keluarga Curiga RS Jual Organ Jenazah: Ini Mayat Bukan Kucing
Imam lalu menduga protokol penanganan jenazah Covid-19 dapat terasa merepotkan bagi masyarakat yang tidak paham.
Selain itu, ia menduga ada ketidakpercayaan masyarakat terhadap bahaya Virus Corona.
"Yang satu tidak percaya, atau bahkan menganggap kalau sudah dinyatakan ada Covid-nya itu akan merepotkan sekali keluarga," kata Imam.
"Pada saat yang sama, bisa jadi mereka tidak memahami persis tentang dampak seandainya pasien yang terinfeksi Covid ini dilakukan pemakamannya secara biasa," lanjutnya.
Ia menambahkan perlu ada sosialisasi tentang potensi penularan virus dari jenazah yang terinfeksi Covid-19.
"Ini ada yang perlu dilakukan supaya gap-nya tidak terjadi," ungkap Imam.
"Public trust juga bisa jadi bagian dari masalah," tambahnya.
Imam menyebutkan tanggung jawab sosialisasi itu tidak perlu sepenuhnya dibebankan kepada rumah sakit.
"Rumah sakit bisa jadi belum efektif untuk menjelaskan kepada pasiennya," terang Imam.
"Oleh karena itu, materi tentang pembelajaran atau pemahaman kepada pasien itu perlu dibuat. Jangan dibiarkan masing-masing perawat atau dokter menjelaskan secara sendiri-sendiri," tegasnya.
(TribunWow.com/Khistian TR/Brigitta)