Virus Corona
Sering Dapat Arahan Tak Jelas soal Covid-19, Pakar Epidemiologi Akui Bingung: Saya Harus Bagaimana?
Pakar Epidemiologi dr Bonny W Lestari menyebutkan pemerintah pusat sering menyampaikan kebijakan yang tidak sinkron terkait penanganan Covid-19.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
TRIBUNWOW.COM - Pakar Epidemiologi Universitas Padjajaran (Unpad) dr Bonny W Lestari menyebutkan pemerintah pusat sering menyampaikan kebijakan yang tidak sinkron terkait penanganan Covid-19.
Sebagai tenaga medis, ia mengaku sering mendapat surat edaran yang bertentangan satu sama lain.
Dokter Bonny menilai seharusnya ada komunikasi yang lebih baik sebelum kebijakan tersebut diedarkan ke daerah-daerah.

• Kritik New Normal Terlalu Cepat, Pengamat Trubus Sebut PSBB Jadi Rancu: Tidak Bisa Ujug-ujug
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam acara Dua Arah di Kompas TV, Senin (8/6/2020).
Awalnya, ia menyebutkan koordinasi beberapa lembaga di pemerintah pusat tampak tidak sinkron.
"Sebetulnya sudah disiapkan rambu-rambunya oleh Gugus Tugas. Hanya saya lihat koordinasi di pusat sendiri tidak sinergi," ungkap dr Bonny W Lestari.
Ia menyebutkan sering mendapat surat edaran yang isinya berbeda-beda.
Sebagai contoh tentang pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
"Kami di daerah sering dapat edaran-edaran. Jadi penentuan pelonggaran itu berbeda," ungkap dr Bonny.
"Gugus Tugas mengeluarkan, Bappenas mengeluarkan, Kemendagri sempat mengeluarkan tapi kemudian ditarik lagi," paparnya.
Ia mengakui kebijakan yang berbeda-beda itu menimbulkan kebingungan.
Pasalnya dari pemerintah provinsi edaran akan kembali diteruskan ke pemerintah daerah.
"Ini membingungkan sebetulnya. Kami 'kan harus komunikasi juga dengan kabupaten kota," jelas dr Bonny.
"Jadi kalau dari pusatnya belum fiks terus disebarluaskan, provinsi 'kan memahaminya berbeda, kabupaten kota berbeda," lanjutnya.
dr Bonny menyebutkan hal itu menimbulkan misinformasi dari pemerintah pusat.
• Survei Kepuasan Jokowi Turun, Burhanuddin Muhtadi Singgung Blunder Menteri: Santai Saja soal Virus
Ia juga menyinggung kebijakan new normal yang imbauannya berbeda-beda.
"Jadi ada distorsi informasi dari pusat sampai ke daerah. Ini memengaruhi juga pemahaman daerah bagaimana menyikapi si new normal ini," katanya.
"Jadi mereka bingung di daerah ini saya harus bagaimana? Karena banyak sekali kriteria," lanjut dr Bonny.
Ia memberi contoh lain tentang status zona daerah yang memiliki kasus pasien Corona (Covid-19).
Menurut dr Bonny, kriteria yang disampaikan berbeda-beda sehingga pemerintah daerah kebingungan bagaimana menetapkan status new normal dan melonggarkan PSBB.
"Kayak sekarang misalnya Gugus Tugas mengeluarkan zona, lalu pemerintah provinsi mengeluarkan juga zona kewaspadaan," papar dr Bonny.
"Ini yang mana yang harus kita gunakan? Karena kriteria-kriteria itu yang harus menjadi rambu-rambu kapan mereka bisa melonggarkan atau tidak," tutupnya.
• Diminta Berdamai dengan Corona, Gus Miftah Blak-blakan Tolak Imbauan Jokowi: Ambigu Bahasa Ini
Lihat videonya mulai menit 38:00
Survei Kepuasan Kinerja Jokowi Turun selama Pandemi
Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi mengungkapkan survei kepuasan masyarakat terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) menurun selama masa pandemi Virus Corona (Covid-19).
Ia memaparkan kepuasan masyarakat terhadap pemerintah pusat saat ini hanya 56 persen dan kepuasan terhadap sosok Jokowi sendiri 66 persen.
Menurut dia, angka tersebut turun cukup jauh dari survei yang diadakan bulan Februari 2020.
• Survei Indikator: Elektabilitas Prabowo dan Jokowi Menurun, Ganjar dan Ridwan Kamil Makin Meningkat
Burhanuddin menilai perbedaan angka antara kepuasan terhadap Jokowi dengan pemerintah secara keseluruhan tampak signifikan.
Dilansir TribunWow.com, rincian survei itu ia sampaikan dalam tayangan Kompas TV, Senin (8/6/2020).
"Pertanyaan umum, tapi kita menanyakan variabel lain berkaitan dengan Covid-19," kata Burhanuddin Muhtadi.
Ia memberi contoh kejadian bantuan sosial (bansos) yang diterima tidak tepat sasaran di beberapa daerah.
Kesalahan penerima bansos tersebut terjadi akibat perbedaan data dengan kenyataan di lapangan.
"Misalnya yang kita tanyakan dan itu terlihat betul responsnya sangat negatif adalah bansos," kata Burhanuddin.
"Jadi penyaluran bansos lebih banyak yang mengatakan salah sasaran ketimbang yang tepat sasaran," lanjutnya.
Ia memberi contoh lain yang membuat kepuasan masyarakat semakin menurun.
Sebelumnya terdapat wacana untuk mengizinkan tenaga kerja asing (TKA) bekerja di Indonesia pada masa pandemi Virus Corona.
Seperti diketahui, beberapa negara sudah sangat membatasi akses keluar-masuk batas negaranya untuk mencegah penularan virus.
"Kemudian juga kita tanyakan hal-hal yang berkaitan dengan TKA, misalnya," ungkap Burhanuddin.

• Mahfud MD Cerita Dipanggil Jokowi Bersama 3 Menko Bahas Corona: Dikurung Terus, Orang Bisa Frustasi
"Ada beberapa statement dari menteri yang mengatakan enggak apa-apa tenaga kerja asing masuk di saat pandemi karena SDM kita dianggap kurang berkualitas," lanjutnya.
Dari peristiwa tersebut, Burhanuddin menilai ada perbedaan harapan masyarakat dengan keputusan pemerintah.
"Data kami di bulan Mei 60 persen meminta agar TKA dilarang sama sekali di masa sekarang," katanya.
"Artinya ada perbedaan ekspektasi publik dengan sebagian menteri yang itu sepertinya tidak sesuai dengan harapan publik," jelas Burhanuddin.
Burhanuddin lalu menyinggung pernyataan beberapa menteri pada masa awal pandemi yang dianggap kurang sensitif dengan situasi.
Ia bahkan menyebut beberapa pernyataan para menteri tersebut yang terkesan meremehkan pandemi.
"Termasuk misalnya saat kita bandingkan dengan respons awal saat pandemi, itu banyak statement dari menteri yang menurut saya tidak responsif," papar Burhanuddin.
"Misalnya mengatakan birokrasi di Indonesia terlalu rumit sehingga wabah Virus Corona tidak akan dapat izin masuk ke Indonesia," lanjut dia.
"Kemudian ada juga pernyataan sebagian menteri yang mengatakan lebih baik kita santai saja terkait dengan virus karena virus ini bisa sembuh sendiri," kata Burhanuddin.
Burhanuddin menilai pernyataan para pejabat negara tersebut dapat berpengaruh pada sikap masyarakatnya dalam menghadapi Covid-19 .
"Ada banyak pernyataan meng-underestimate Virus Corona yang kemudian masuk ke dalam alam bawah sadar rakyat," jelasnya.
Ia menambahkan survei kepuasan masyarakat terhadap pemerintah berkurang dari angka 71 persen menjadi 66 persen. (TribunWow.com/Brigitta Winasis)