Breaking News:

Terkini Nasional

Gamblang Akui Bersedia Jadi Capres 2024, Refly Harun Ungkit Pilpres 2019 Lalu: Enggak Usah Mimpi

Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun gamblang mengaku bersedia maju di Pilpres 2024 mendatang.

Penulis: Jayanti tri utami
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
YouTube Refly Harun
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun gamblang mengaku bersedia maju di Pilpres 2024 mendatang. 

TRIBUNWOW.COM - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun gamblang mengaku bersedia maju di Pilpres 2024 mendatang.

Dilansir TribunWow.com, menurut Refly Harun, dirinya bisa maju di Pilpres 2024 mendatang jika berada di puncak survei calon presiden.

Jika tidak, ia menilai peluangnya di Pilpres 2024 hanyalah mimpi.

Bupati Boltim Balas Bupati Lumajang Mengapa Marah pada Mensos: Saya Mencak-mencak Itu Ada 2 Hal

Hal itu disampaikannya melalui kanal YouTube Refly Harun, Senin (11/5/2020).

"Jawabannya bersedia (maju di Pilpres 2024)," ucapnya tertawa.

Meskipun berminat, Refly mengaku cukup tahu diri.

Menurut Refly, mustahil bisa maju di Pilpres 2024 jika tak banyak orang yang menjagokannya.

"Bersedia kalau survei saya tertinggi, kalau enggak ada pendukungnya masa saya nekat, tahu diri ya," jelas Refly.

"Kalau surveinya rangking satu ya mau, tapi kalau disebut saja enggak kita harus tahu diri."

Lantas, ia pun kembali mengungkit Pilpres 2014 dan 2019 yang hanya mengajukan dua calon presiden.

Rocky Gerung Ungkap Pilihan Figur di Pilpres 2024, Sebut Hanya Oligarki Partai yang Bisa Memimpin

Rocky Gerung Sebut Ridwan Kamil dan Ganjar akan Jadi Penantang Anies serta AHY di Pilpres 2024

Refly mengatakan, minimnya calon presiden itu merupakan dampak dari penerapan presidential threshold.

"Apalagi presidential threshold kan membatasi betul jumlah calon presiden dan wakil presiden," terang Refly.

"Yang dalam perhelatan 2014, 2019 cuma dua calon saja."

Karena adanya pembatasan calon presiden, Refly berharap presidential threshold segera dihapus dari kebijakan di Indonesia.

Meskipun menganggap presidential threshold bertentangan dengan konstitusi, Refly menyebut hal itu tak seiring dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Saya menginginkan presidential threshold ini hilang, hapus, nol persen jadi bukan lagi diturunkan tapi nol persen," ungkap Refly.

"Karena saya masih beranggapan presidential threshold ini bertentangan dengan konstitusi walaupun MK bilang tidak bertentangan dengan konstitusi."

Secara gamblang, Refly bahkan menyebut banyak sejumlah keputusan MK yang berpihak pada politik.

"Tapi jangan lupa, keputusan MK itu aroma politiknya lebih tinggi daripada aroma konstitusional," kata Refly.

Karena itu, ia berharap bisa memenangkan survei agar bisa mencalonkan diri sebagai calon presiden 2024.

Refly pun meminta doa masyarakat agar dilancarkan jalan menunju gerbang Pilpres 2024 mendatang.

"Jadi doakan saja saya rangking pertama surveinya, tapi kalau tidak rangking pertama ya enggak usah mimpi," ucap Refly.

"Banyak orang merasa paling pantas jadi pemimpin, padahal di surveinya saja disebut enggak," tandasnya.

Blak-blakan, Rocky Gerung Yakin Anies Baswedan Bakal Maju Pilpres 2024: Namanya Enggak Bisa Dihapus

Simak video berikut ini menit ke-15.05:

Singgung Pemberhentian Presiden

Pada kesempatan itu, Refly Harun juga membahas proses pemberhentian presiden.

Menurut Refly Harun, proses pemberhentian presiden saat ini tidak semudah dulu dan harus melalui mekanisme yang panjang.

Awalnya, ia membahas Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 Pasal 169 huruf (J) yang membahas perbuatan tercela.

Pembahasan itu muncul saat ada yang menanyakan tentang asas pemberhentian presiden melalui beberapa alasan, termasuk melakukan perbuatan tercela.

 Disindir 3 Menteri Termasuk Sri Mulyani soal Bansos, Anies: Dari Awal Ngaku Tak 100 Persen Sempurna

"Perbuatan tercela itu melakukan perbuatan yang melanggar norma susila, norma adat, dan norma agama. Banyak sekali normanya," jawab Refly Harun.

"Seperti contohnya judi, mabuk, zina. Ini tidak limitatif sesungguhnya," lanjut dia.

Ia melanjutkan penjelasan tentang perbuatan tercela yang dapat menjadi alasan untuk menjatuhkan presiden.

"Jadi lebih kepada soal kepantasan. Sejauh mana perbuatan tercela itu dianggap tidak pantas sehingga presiden bisa dijatuhkan," papar Refly Harun.

Menurut dia, kebohongan yang dilakukan pemimpin juga dapat menjadi faktor presiden diberhentikan, tetapi harus dilihat alasannya.

"Berbohong apakah bisa menjatuhkan presiden? Bisa saja, tapi lihat konteks berbohongnya seperti apa," kata Refly Harun.

"Misalnya, konteks berbohongnya itu adalah konspirasi untuk menggelontorkan keuangan negara tanpa sebuah proses good governance, bisa saja kemudian," lanjutnya.

"Memang celah ini adalah celah yang sangat dinamis," jelas Refly.

Menurut dia, pada masa pemerintahan sebelumnya pemberhentian presiden sangat mudah dilakukan.

 Sering Kritik Jokowi, Rocky Gerung Tetap Pilih Jadi Oposisi: Artinya Saya Ingin Dia Jadi Otoriter

"Tapi jangan lupa, pemberhentian presiden tidak semudah pada era sebelumnya, pada era Bung Karno tahun 1967 dan era Abdurrahman Wahid tahun 2001," katanya memberi contoh.

Penyebabnya adalah saat itu belum dibentuk Mahkamah Konstitusi.

Refly Harun kemudian menjelaskan proses pemberhentian presiden saat ini.

"Kalau sekarang, DPR menginisiasi, lalu ke MK, balik ke DPR, lalu ke MPR, baru bisa presiden jatuh," papar ahli hukum tata negara ini.

"Di MK sendiri harus sidang pembuktian selama 90 hari," lanjutnya.

Meskipun begitu, ia berharap proses tersebut tidak perlu terjadi.

"Mudah-mudahan kita tidak mengalami proses penjatuhan presiden di tengah jalan," ungkap Refly Harun.

"Proses yang berjalan mudah-mudahan konstitusional dan presiden yang berkuasa tetap didukung, mengambil kebijakan yang berpihak kepada masyarakat," tambah dia. (TribunWow.com)

Tags:
Refly HarunPilpres 2024Pilpres 2019
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved