Breaking News:

Virus Corona

Sebut Perppu Corona Melegitimasi Cari Utang, Refly Harun: Jangan Heran kalau Sri Mulyani Raja Utang

Pakar Tata Hukum Negara, Refly Harun memberikan sorotan soal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang penanganan Virus Corona.

Penulis: Elfan Fajar Nugroho
Editor: Ananda Putri Octaviani
Youtube/Refly Harun
Pakar Tata Hukum Negara, Refly Harun memberikan sorotan soal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang penanganan Virus Corona. 

TRIBUNWOW.COM - Pakar Tata Hukum Negara, Refly Harun memberikan sorotan soal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang penanganan Virus Corona.

Dilansir TribunWow.com, Refli Harun menyebut Perppu Virus Corona seakan-akan seperti melegitimasi pemerintah untuk mencari utang.

Dirinya mengatakan bahwa dalam Perppu tersebut, yakni pada Pasal 2 yakni membahas tentang kebijakan keuangan negara, khususnya selama masa penanganan Virus Corona.

Pakar Tata Hukum Negara, Refly Harun mewanti-wanti terkait dengan implementasi dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) soal penanganan Virus Corona.
Pakar Tata Hukum Negara, Refly Harun mewanti-wanti terkait dengan implementasi dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) soal penanganan Virus Corona. (Youtube/Refly Harun)

 

Refly Harun Ungkit Sumbangan Besar untuk Negara pada Pilpres 2009, Singgung Nama Mahfud MD

Dalam pasal tersebut dijelaskan tentang kemungkinan terjadinya defisit negara yang diakibatkan oleh Virus Corona.

Bahkan dalam kasus ini pemerintah berhak untuk menetapkan defisit negara melebihi 3 persen yang merupakan batas yang telah disepakati bersama DPR.

Maka dari itu, jika defisit anggaran negara melebihi 3 persen, secara otomatis pemerintah harus melakukan utang.

Itu artinya, Refly Harun menyimpulkan bahwa Perppu tersebut memang membebaskan pemerintah untuk berutang.

Atas dasar itu, Refly Harun meminta semua pihak tidak heran ketika banyak kritik yang ditujukan kepada Menteri keuangan, Sri Mulyani.

Meski begitu, dirinya mengaku tidak ikut campur terkait permasalahan tersebut, karena hal itu di luar kompetensinya sebagai pakar tata negara.

"Jadi Perppu ini seperti Perppu yang melegitimasi untuk mencari utang ke mana-mana," ujar Refly Harun.

"Jangan heran kemudian banyak komponen society yang mengritik kalau Menteri Keuangan Sri Mulyani raja utang," jelasnya.

"Saya enggak ikut-ikutan, karena saya orang tata negara, saya akan membahasan ini dari sudut pandang hukum tata negara, kalau soal ekonomi serahkanlah pada ahlinya," pungkasnya.

Perppu Corona Berlaku sampai 2022, Refly Harun; Jangan-jangan Tinggalkan Bom di Presiden Berikutnya

Simak videonya mulai menit ke-3.57

Refly Harun: Ada Impunity terkait Penggunaan Uang Negara

Pakar Tata Hukum Negara, Refly Harun mewanti-wanti terkait dengan implementasi dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) soal penanganan Virus Corona.

Dilansir TribunWow.com, dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yaitu membahas tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Poin yang menjadi sorotan Refly Harun adalah bunyi dari Pasal 27 Ayat 3.

Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun dalam kanal YouTube Talk Show tvOne, Rabu (8/4/2020).
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun dalam kanal YouTube Talk Show tvOne, Rabu (8/4/2020). (YouTube Talk Show tvOne)

 Di ILC, Fuad Bawazier Blak-blakan Kritik Cara Pemerintah Atasi Corona: Jadi Bahan Olok-olok

Dalam pasal tersebut dijelaskan segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Perppu ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara.

Dalam tayangan YouTube pribadinya Refly Harun, Rabu (22/4/2020), ia menyimpulkan bahwa dalam Perppu tersebut seakan memberikan adanya impunity atau pengampunan terhadap segala bentuk kesalahan.

Bentuk kesalahan di sini yang dimaksud adalah menyangkut dengan penggunaan keuangan negara.

"Hanya yang perlu kita wanti, soal yang sifatnya bahwa Perppu ini memberikan impunity kepada mereka yang terkait dengan penggunaan keuangan negara," ujar Refly Harun.

"Bagaimana mungkin segala biaya yang terkait Perppu ini dianggap bukan kerugian negara," jelasnya.

Refly Harun mengaku tidak mempermasalahkan jika memang penggunaan keuangan negara dilakukan dengan baik.

Namun yang ditakutkan adalah ketika terjadi adanya penyelahgunaan keuangan.

Dirinya kemudian mempertanyakan bagaimana dengan proses peradilannya.

Sedangkan dalam Perppu tersebut dijelaskan bahwa semua keputusan tidak bisa digugat ke dalam hukum, baik secara perdata maupun pidana.

 Bandingkan dengan Gus Dur, Rizal Ramli Kritik Jokowi di ILC: Memerintah Pakai Aturan, Bukan Imbauan

"Ya kalau memang tidak ada korupsinya, bagaimana jika ada korupsinya, kalau ada korupsi tentu ada kerugian negara," kata Refly Harun.

"Karena kerugian negara itu yang menentukan adalah BPK, BPKP, Penyidik, jadi bukan pemerintah sendiri."

"Selanjutnya adalah tidak bisa dituntut, baik secara perdata maupun pidana."

"Mereka yang menjalankan kekuasaannya dengan niat baik, dengan tata aturan perundang-undangan tentu tidak bisa digugat baik secara perdata maupun pidana."

"Tetapi dengan memasukkan ketentuan itu, seolah-olah ingin dikatakan segala tindakan itu tidak bisa digugat, baik secara perdata maupun pidana," sambungnya.

Namun, Refly Harun mengingatkan kembali dengan Undang-Undang tentang korupsi.

Pria berusia 50 tahun itu mengatakan penyalagunaan keuangan dalam situasi darurat bencana, hukumannya tidak tanggung-tanggung, yakni bisa terancam hukuman mati.

"Padahal tergantung, kalau niatnya korupsi, saya katakan dalam kondisi darurat bencana sekarang malah ancamannya hukumannya mati menurut Undang-Undang Korupsi kita," terang Refly Harun(TribunWow/Elfan Fajar Nugroho)

Tags:
Virus CoronaCovid-19Refly HarunSri Mulyani
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved