Banjir di Jakarta
Tak Setuju Anies Baswedan Digugat akibat Banjir, Anggota TGUPP Muslim Muin: Harusnya Dihargai
Anggota TGUPP DKI Jakarta Muslim Muin berpendapat harusnya hasil kerja Anies Baswedan dihargai.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta, Muslim Muin, menyampaikan pendapat soal gugatan yang baru-baru ini diajukan untuk Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Diketahui sebanyak 243 warga Jakarta mendaftarkan gugatan class action (gugatan kelompok) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Mereka menilai Anies Baswedan kurang tanggap dalam menghadapi bencana banjir.
• Soal Toa Rp 4 M untuk Banjir, PSI Sindir Prioritas Anies Baswedan: Pencegahan Dulu Diselesaikan
Dilansir oleh TribunWow.com, awalnya Muslim Muin menjelaskan kejadian banjir di Jakarta pada awal tahun diakibatkan curah hujan yang luar biasa.
"Saya sebut banjir kemarin bencana karena ini curah hujan tertinggi yang pernah ada. Kalau kata Bappenas, 1000 tahunan. Luar biasa," kata Muslim dalam tayangan Rosi di KompasTV, Kamis (16/1/2020).
"Kita lihat sekarang. Luas genangan sepertiga dari yang pernah ada. Pengungsi hanya sepersepuluh dari yang pernah ada. Jadi layakkah kita mem-punish (Gubernur DKI Jakarta)?" lanjut Muslim.
Muslim berpendapat seharusnya seluruh pihak menghargai hasil kerja Anies.
"Tidak hanya Pak Anies yang harus dihargai. Kita hargai juga pasukan biru yang kerja keras, pasukan orange," katanya.
"Kalau kita mau class action, betapa sakit hatinya pasukan biru ini yang sudah membersihkan gorong-gorong," lanjut Muslim.
Ia berpendapat gugatan tersebut tidak menghargai kerja keras pasukan biru.
• Survei Populi Center soal Banjir Jakarta: Naturalisasi Anies Lebih Baik daripada Normalisasi Ahok
Gugatan Korban Banjir
Menanggapi hal itu, Tim Advokasi Korban Banjir Jakarta, Azas Tigor Nainggolan berpendapat lain.
Awalnya ia menyoroti janji kampanye tiap calon gubernur DKI Jakarta yang selalu mengangkat isu banjir.
"Semua gubernur DKI Jakarta tahu kalau Jakarta itu daerah yang rawan banjir. Artinya itu juga kampanye mereka 'kan ketika Pilkada," kata Tigor dalam tayangan yang sama.
Tigor berpendapat harusnya setiap gubernur sudah mempersiapkan cara untuk menghadapi banjir Jakarta.
"Ini persoalannya. Persiapan ini tidak ada," lanjut Tigor.
Tigor melanjutkan gugatan yang diajukan merupakan bentuk apresiasi kepada Anies, yakni agar dapat melakukan tugasnya lebih baik.
Ia menggarisbawahi kelalaian Anies dalam memberi peringatan dini bagi warga Jakarta.
"Yang digugat oleh warga, itu bukan menanggulangi banjir secara teknis, tapi dia lalai mempersiapkan warganya," katanya.
"'Kan dia baru ribut sekarang, mau pasang TOA, kentongan. Zaman seperti ini? Kacau juga," kata Tigor sambil menggelengkan kepala.
Ia membandingkan dengan kerja gubernur sebelumnya yang melakukan persiapan sejak awal musim hujan.
"Kalau gubernur-gubernur sebelumnya, November itu sudah ada persiapan. Ada latihan di Ciliwung. Sudah diatur di mana titik evakuasi. Sudah dibangun sistem aparat," jelasnya.
"Early warning system dan emergency response tidak dilakukan," tegas Tigor.
Menurutnya, apabila kedua hal tersebut dilakukan, warga akan lebih siap menghadapi curah hujan tinggi yang menyebabkan banjir tersebut.
• Pro Kontra Massa Pascabanjir di Jakarta: Demo Dukung Anies Baswedan hingga Gugat Rp 42,3 Miliar
Penjelasan Eks Gubernur
Dikutip dari Kompas.com, salah satu tokoh yang pernah membahas persoalan banjir di Jakarta adalah mantan Gubernur DKI Jakarta Wiyogo Atmodarminto.
Dalam bukunya Catatan Seorang Gubernur, ia menyebutkan rendahnya topografi Jakarta membuat air dari Jawa Barat mengalir ke Jakarta untuk bermuara di Laut Jawa.
"Sebab, banjir antara lain karena topografi wilayah DKI lebih rendah dari wilayah Jawa Barat. Akibatnya, sungai-sungai yang berhulu di Jawa Barat mengalir ke DKI untuk membuang airnya ke laut Jawa," tulis Wiyogo dalam buku tersebut.
Menurut Wiyogo, permukaan Jakarta seharusnya berada tujuh meter di atas permukaan laut.
Meskipun demikian, seiring pembangunan yang terus dilakukan permukaan Jakarta menjadi semakin rendah.
Penurunan permukaan tanah antara lain disebabkan oleh air tanah yang terus disedot sehingga menimbulkan rongga pada tanah.
"Karena air resapan dari selatan belum masuk, dan air laut dari utara juga belum masuk, maka terjadi kekosongan," jelas Wiyogo.
"Rongganya tidak bisa menanggung beban. Terjadilah penurunan tanah. Akibat penurunan ini, sistem pencegahan banjir menjadi kacau," lanjutnya.
Akibatnya, air laut dapat meresap masuk untuk mengisi rongga tersebut.
"Akibat negatif lainnya, air laut akan meresap masuk dan merusak komposisi tanah," terang Wiyogo.
Menurut penjelasan Wiyogo, di era kepemimpinnya pada 1987-1992 telah diterbitkan sejumlah aturan untuk mengatasi penurunan permukaan tanah.
Antara lain adalah Surat Keputusan Nomor 17 tahun 1991 yang mewajibkan warga di selatan Jakarta membuat sumur resapan.
"Air hujan yang turun dari genteng harus masuk kembali ke dalam tanah. Ini untuk mengisi air tanah dangkal," katanya.
Untuk mengatasi persoalan banjir, pemerintah kemudian membangun Banjir Kanal Timur dan Barat.
Banjir Kanal tersebut dapat menampung luapang air sungai di Jakarta, termasuk air yang dikirim dari wilayah hulu di Jawa Barat.
Lihat videonya dari menit 3:00
• Jubir Korban Banjir Azas Tigor Jawab Kenapa Hanya Gugat Anies Baswedan: Bukan Masalah Penyebab
(TribunWow.com/Brigitta Winasis)