Banjir di Jakarta
Debat dengan Azas Tigor, Haji Lulung Tanyakan Tujuan Warga Jakarta Gugat Anies: Politik atau Hukum?
Haji Lulung menyebut gugatan yang diajukan terhadap Anies Baswedan sarat dengan muatan politis.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Ananda Putri Octaviani
TRIBUNWOW.COM - Sejumlah pihak menduga gugatan yang disampaikan warga Jakarta terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memiliki muatan politik.
Gugatan tersebut disampaikan atas dasar adanya anggapan Anies Baswedan telah lalai mempersiapkan warganya menghadapi bencana banjir yang terjadi pada awal tahun 2020.
Awalnya, Ketua Umum Bamus Betawi, Abraham Lunggana yang akrab dikenal Haji Lulung, menyebutkan kinerja pemerintah sudah terintegrasi.
• Gugat Anies Baswedan, Tim Advokasi Korban Banjir DKI Singgung Kampanye Pilkada: Harusnya Sudah Fasih
"Kerja pemerintah itu terintegrasi," kata Haji Lulung dalam tayangan Rosi di KompasTV, Kamis (16/1/2020).
Oleh karena ada beberapa lembaga pemerintahan yang berkoordinasi menangani banjir, Haji Lulung berpendapat tidak adil jika hanya menggugat Anies Baswedan.
Menanggapi pernyataan Haji Lulung, Tim Advokasi Korban Banjir Jakarta Azas Tigor Nainggolan menegaskan Gubernur DKI Jakarta lalai dalam mempersiapkan warganya.
"Yang kami gugat memang hanya Gubernur DKI Jakarta karena konteks harusnya dia mempersiapkan di daerahnya. Warganya supaya punya kesempatan mempersiapkan menghadapi (banjir)," kata Tigor dalam tayangan yang sama.
Ketika diminta menanggapi pernyataan Haji Lulung, Tigor menyebutkan koordinasi antarlembaga hanyalah persoalan teknis.
"Itu beda. Itu persoalan teknis. Kami bersama warga korban lebih mempersoalkan mana tanggung jawab mempersiapkan kami supaya kami lebih terlindungi," jelas Tigor.
"Saya setuju itu. Tapi yang digugat siapa?" tanya Haji Lulung.
"Kalau gubernur sendiri, aneh jadinya. Jadi ada sentimen, kemudian ada persoalan politik," lanjut Haji Lulung.
"Memang hanya (Anies Baswedan). Karena penanggung jawab wilayah siapa? Ini 'kan masalah pertanggungjawaban kerja di wilayah DKI Jakarta," jawab Tigor.
"Dalam konteks banjir 1 Januari kemarin, Gubernur Anies Baswedan tidak kerja. Kalau dia kerja melakukan early warning system, warga punya kesempatan mempersiapkan," tegas Tigor.
Haji Lulung menyanggah argumen tersebut dengan menyebutkan sejumlah data tentang persiapan yang sudah dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Ia mengatakan pemprov sudah menyiapkan 470 pompa air.
"Tapi yang menyala cuma satu ketika disidak oleh presiden," kata Tigor.
"Presiden di mana? Itu salah sebenarnya tempatnya," jawab Haji Lulung.
Haji Lulung melanjutkan data dengan menyebutkan pompa terpasang di 117 titik lokasi rawan banjir dan 120 pompa mobil telah disebar ke daerah rawan banjir.
"Kalau saya jadi Pak Tigor, sekarang kita bukan konsentrasi pada banjir. Banjir sudah selesai. Makanya ada pertanyaan di sini, politik atau hukum?" tanya Haji Lulung.
"Banjir sudah selesai, tapi bagaimana kerugian warga korban?" kata Tigor menanggapi.
• Tak Setuju Anies Baswedan Digugat akibat Banjir, Anggota TGUPP Muslim Muin: Harusnya Dihargai
Tak Ada Muatan Politis
Dikutip dari Kompas.com, sebelumnya Tigor telah menegaskan tidak ada unsur politis dalam gugatan tersebut.
"Tidak, tidak ada unsur politis," kata Tigor, Senin (13/1/2020).
Ia juga menyayangkan banyak pihak yang beranggapan gugatan itu bersifat politis.
"Jadi gini, Anies itu sudah sering digugat. Kenapa ada orang berpikiran seperti itu dan kenapa juga dihitung sebagai sikap politik? Ini kan sebetulnya hak sikap warga negara sebetulnya. Hak orang yang tinggal di Jakarta," jelasnya.
Diketahui sebanyak 243 orang mengajukan gugatan class action (gugatan kelompok) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Gugatan itu didaftarkan dengan nomor 27/Pdt.GS/Class Action/2020/PN.Jkt.Pst.
Anies digugat karena dinilai telah melanggar Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
Ia diharapkan mengganti kerugian warga dengan nilai Rp 42 miliar.
Selain itu Pemprov DKI Jakarta diharapkan dapat membuat peta daerah rawan banjir.
• Bahas Toa Rp 4 M, PSI Duga Ada Pengaburan Isu Pencegahan Banjir: Formula E Rp 300 M Sudah Cair
Tuntutan Penyewa Mal
Selain warga sipil, tuntutan ganti rugi juga diajukan oleh Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo).
Menurut Ketua Hippindo Iduansjah, para pelaku usaha mal merugi sampai Rp 30 miliar.
"Omzet penjualan tenant pakai perhitungan sebulan Rp 1 juta sampai Rp 2 juta per meter persegi. Mal Taman Anggrek kira-kira 30.000 meter persegi, kalau tutup dua minggu, bisa hilang omzet Rp 30 miliar kira-kira," kata Iduansjah, dikutip dari Kompas.com.
Hippindo kemudian mengajukan tuntutan agar Anies membahas kompensasi kerugian akibat banjir.
Sebagai kompensasi atas kerugian banjir, Hippindo meminta agar pajak reklame dibebaskan.
Iduansjah menyebutkan selama ini ada pajak tambahan yang diminta petugas Pemprov DKI Jakarta dari menu makanan dan promosi.
"Misal di dalam toko, di rak, atau di kasir kami, naruh promosi beli satu dapat satu, ada logonya kami, di-charge. Jangan dipajakin yang begitu-begitu. Kalau di luar ruangan, enggak apa-apa (dikenai pajak)," kata Iduansjah.
Meskipun kompensasi tersebut tidak berkaitan langsung dengan banjir, kompensasi itu diminta karena kondisi ekonomi para pengusaha menjadi lesu pascabanjir.
Lihat videonya dari menit 2:00
• Kritisi Toa Banjir Anies Baswedan, Azas Tigor Bandingkan dengan Gubernur DKI Sebelumnya: Kacau Betul
(TribunWow.com/Brigitta Winasis)