Breaking News:

Komisioner KPU Terjaring OTT KPK

Mengaku Sedang Diare, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Tak Tahu Stafnya Terjaring OTT Wahyu Setiawan

Kata Hasto dan Djarot Saiful Hidayat soal kader partainya terlibat dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang menjerat Wahyu Setiawan.

Editor: Lailatun Niqmah
Tribunnews.com/ Fransiskus Adhiyuda
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Terbaru, Hasto mengakuu tidak tahu soal 2 stafnya yang turut terjaring OTT KPK yang menyeret Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Kamis (9/1/2020). 

TRIBUNWOW.COM - Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan tak mengetahui keberadaan stafnya yang berinisial D dan S yang diduga terlibat dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang menjaring Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

Hal itu disampaikan Hasto saat ditanya keberadaan stafnya yang diduga terjaring dalam OTT yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Saya tidak mengetahui karena sakit diare tadi. Sehingga dalam konteks seperti ini kami fokus dalam persiapan HUT PDIP ke 47 dan Rakernas yang pertama," kata Hasto di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta, Kamis (9/1/2020).

KPK Bantah Isu Kejar Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto hingga ke PTIK: Ada Kesalahpahaman

Diberitakan sebelumnya, dua staf Hasto itu diduga terjaring dalam OTT KPK tersebut.

Hasto menyatakan belum mengetahui tentang kabar itu.

Hasto kemudian menegaskan bahwa dirinya bertanggung jawab atas semua pembinaan kader PDIP dan selalu menekankan agar semua kader tidak melanggar hukum.

"KPK akan menyampaikan press rilis terkait hal tersebut dan kami menunggu dan untuk itu mari kita lihat bahwa upaya yang dilakukan KPU dan KPK merupakan hal yang positif," ujar Hasto.

"Dan kemudian saya sebagai sekjen tentu saja bertanggung jawab terhadap pembinaan seluruh anggota partai dan kader partai," lanjut dia.

Pernyataan Djarot

Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat membenarkan kader partainya terlibat dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang menjerat Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

Hal itu disampaikan Djarot saat ditanya apakah OTT Wahyu Setiawan melibatkan anggota legislatif PDIP atau tidak.

"Informasinya seperti itu ya," kata Djarot saat ditemui di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta, Kamis (9/1/2020).

Namun, Djarot enggan membeberkan lebih lanjut mengenai informasi yang didapatkannya tersebut.

"Makanya kami lihat dulu seperti apa. Yang jelas berikan kesempatan aparat penegak hukum untuk mengurai kasusnya," lanjut dia.

Saat ditanya apakah ada proses pergantian kader di legislatif lantaran terkait dengan OTT tersebut, Djarot menyatakan, PDIP menyerahkan kasus tersebut pada proses hukum.

Ia memastikan, partainya tidak akan mengintervensi proses hukum apapun yang berkaitan dengan kadernya.

PDIP selalu mendukung setiap upaya pemberantasan korupsi.

"Partai sih tetap sangat mendukung proses pendekatan hukum ini dan kemudian tidak akan melakukan intervensi. Siapapun yang bersalah akan diberikan sanksi tegas," lanjut Djarot.

Djarot sekaligus membenarkan Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partainya sempat akan digeledah Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK).

Namun KPK batal menggeledah karena dinilai kurang memiliki dasar hukum yang kuat.

Saat ditanya apakah PDIP menghalang-halangi penggeledahan itu, Djarot membantah.

"Enggak, informasi yang saya terima bahwa yang bersangkutan tidak ada bukti-bukti yang kuat, surat terus dan sebagainya," kata Djarot di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta, Kamis (9/1/2020).

"Mereka informasinya tidak dilengkapi dengan bukti-bukti yang kuat," lanjut dia.

Wahyu Setiawan Tersangka

Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menetapkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dalam kasus dugaan suap terkait penetapan anggota DPR terpilih periode 2019-2024.

Selain Wahyu, KPK juga menetapkan tiga tersangka lainnya yakni mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, serta dua pihak swasta bernama Harun Masiku dan Saeful.

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan, kasus ini bermula pada Juli 2019 ketika seorang pengurus DPP PDIP meminta seorang advokat bernama Doni mengajukan gugatan terhadap Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019.

"Pengajuan gugatan materi ini terkait dengan meninggalnya Caleg Terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas pada Maret 2019," kata Lili dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (9/1/2020).

Gugatan ini kemudian dikabulkan Mahkamah Agung pada 19 Juli 2019. MA menetapkan partai adalah penentu suara dan pengganti antar waktu.

"Penetapan MA ini kemudian menjadi dasar PDIP berkirim surat kepada KPU untuk menetapkan HAR (Harun Masiku) sebagai pengganti caleg yang meninggal tersebut," ujar Lili.

Namun, pada 31 Agustus 2019 KPU menggelar rapat pleno dan menetapkan Riezky Aprilia sebagai caleg terpilih menggantikan Nazarudin.

Kemudian, pada tanggal 13 September 2019, PDIP kembali mengajukan permohonan fatwa MA dan pada 23 September mengirimkan surat berisi penetapan caleg.

Saeful, disebut KPK sebagai pihak swasta, menghubungi Agustiani dan melakukan lobi untuk mengabulkan Harun sebagai PAW (pergantian antarwaktu).

"Selanjutnya, ATF (Agustiani) mengirimkan dokumen dan fatwa MA yang didapat dari SAE (Saeful) kepada WSE (Wahyu) ntuk membantu proses penetapan HAR dan WSE menyanggupi membantu dengan membalas:

“Siap, mainkan!”," kata Lili.

OTT KPK Komisioner KPU Wahyu Setiawan Seret Kader PDIP, Yasonna Laoly: Saya Tidak Tahu

Lili menyebut, Wahyu meminta uang sebesar Rp 900 juta untuk dana operasional. Uang tersebut, kata Lili, diberikan kepada Wahyu lewat dua tahap.

Pertama, pada pertengahan Desember 2019, salah satu sumber dana yang masih didalami KPK memberikan uang Rp 400 juta kepada Agustiani, Doni, dan Saeful untuk kemudian diberikan kepada Wahyu.

"WSE menerima uang dari dari ATF sebesar Rp 200 juta di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan," ucap Lili.

Lalu, pada akhir Desember 2019, Harun memberikan uang Rp 850 juta kepasa Saeful melalui salah seorang staf di DPP PDIP.

Saeful kemudian memberikan Rp 150 juta kepada Doni.

"Sisanya Rp 700 juta yang masih di SAE dibagi menjadi Rp 450 juta pada ATF, Rp 250 juta untuk operasional. Dari Rp 450 juta yang diterima ATF, sejumlah Rp 400 juta merupakan suap yang ditujukan untuk WSE, Komisioner KPU. Uang masih disimpan oleh ATF," kata Lili.

Pada 7 Januari 2020, KPU kembali menggelar rapat pleno dan memutuskan menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun sebagai PAW pengganti Riezky.

"Setelah gagal di Rapat Pleno KPU, WSE kemudian menghubungi DON menyampaikan telah menerima uang dan akan mengupayakan kembali agar HAR menjadi PAW," ujar Lili.

Sehari kemudian, tanggal 8 Januari 2020, Wahyu meminta sebagian uangnya yang dikelola oleh Agustiani.

Pada saat itulah KPK mencokok Wahyu dan Agustiani dalam operasi tangkap tangan.

"Tim menemukan dan mengamankan barang bukti uang Rp 400 juta yang berada di tangan ATF dalam bentuk Dollar Singapura," kata Lili.

Dalam kasus ini, Wahyu dan Agustiani ditetapkan sebagai tersangka penerima suap.

Sedangkan, Harun dan Saeful ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Para tersangka penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan, para tersangka pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

(Kompas.com/Rakhmat Nur Hakim/Ardito Ramadhan)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Stafnya Diduga Terjaring OTT KPK, Hasto: Saya Tak Tahu karena Sedang Diare""Djarot Akui Ada Kader PDIP Ikut Terjerat OTT Wahyu Setiawan", dan "Komisioner KPU Wahyu Setiawan Tersangka KPK, Ini Konstruksi Perkaranya"

Sumber: Kompas.com
Tags:
Hasto KristiyantoPartai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)PDIPWahyu SetiawanKasus Korupsi
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved