Terkini Nasional
Achmad Baidowi Tantang Mahfud MD Tunjukkan Bukti Perdagangan Pasal: Kalau Tidak Publik akan Curiga
Baidowi mengatakan, sebaiknya Mahfud menyampaikan bukti-bukti undang-undang dan peraturan daerah (Perda) mana yang dibuat atas pesanan atau dibeli.
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Wakil Ketua Badan Legislasi ( Baleg) DPR RI Achmad Baidowi mengingatkan, Menko Polhukam Mahfud MD tidak sembarangan menuding bahwa ada pasal-pasal pesanan yang sengaja dibeli untuk kepentingan pihak tertentu dalam proses legislasi.
Baidowi mengatakan, sebaiknya Mahfud menyampaikan bukti-bukti undang-undang dan peraturan daerah (Perda) mana yang dibuat atas pesanan atau dibeli.
"Lebih baik tunjukkan saja bukti-bukti UU ataupun perda yang lahir akibat pesanan seseorang ataupun kelompok," kata Baidowi saat dihubungi Kompas.com, Jumat (20/12/2019).
"Jika tidak bisa ditunjukkan, maka publik juga akan curiga jangan-jangan RUU yang diajukan pemerintah juga pesenan," lanjut dia.
• Soal Dewan Pengawas KPK, Mahfud MD: Kalau Orangnya Sudah Berintegritas, UU KPK akan Lebih Baik
Baidowi mengatakan, pernyataan Mahfud itu sangat liar sehingga dapat menimbulkan terganggunya hubungan antarlembaga negara.
Baidowi menjelaskan, yang memiliki hak untuk mengajukan rancangan undang-undang (RUU) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) adalah DPR, pemerintah dan DPD.
Oleh karena itu, ia mempertanyakan siapa dari tiga lembaga negara itu yang berani melakukan transaksi pasal dalam proses legislasi.
"Sebagaimana ketentuan UU tentang PPP bahwa yang berhak mengajukan dan membahas Prolegnas itu ada DPR, pemerintah dan DPD."
"Nah, yang mana yang dianggap pesanan?" ujar dia. Selama menjadi wakil rakyat, Baidowi sendiri mengaku belum pernah menemukan praktik seperti itu dalam pembuatan sebuah legislasi.
"Kalau pesanan rakyat ya memang seharusnya, tapi tidak ada (indikasi pasal-pasal pesanan) saya belum nemukan," pungkas Baidowi.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, pembuatan peraturan hukum di Indonesia kerap kali kacau balau.
Menurut Mahfud, tak jarang ada pasal-pasal "pesanan" atau aturan hukum yang dibeli untuk kepentingan tertentu dalam proses legislasi sebuah peraturan perundang-undangan.
"Problem kita itu sekarang dalam membuat aturan hukum itu sering kacau balau, ada hukum yang dibeli, pasal-pasalnya dibuat karena pesanan itu ada," kata Mahfud dalam acara 'Temu Kebangsaan: Merawat Semangat Hidup Bersama' di Hotel Aryaduta, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/2019).
Pasal-pasal pesanan itu, kata Mahfud, tidak hanya muncul dalam undang-undang, tetapi juga peraturan daerah.
"Disponsori oleh orang-orang tertentu agar ada aturan tertentu," ujarnya.
Di samping itu, masih banyak peraturan yang tumpang tindih.
Mulai dari bidang perpajakan, hingga perizinan.
Oleh sebab itu, Mahfud mengatakan, Presiden Joko Widodo bakal memprioritaskan pembuatan omnibus law, untuk menyelaraskan ratusan peraturan yang berbeda-beda dan tumpang tindih menjadi satu peraturan perundang-undangan.
Mahfud menambahkan, persoalan hukum lainnya yang ada di Indonesia adalah bidang penegakkan.
Ia menyebut, saat ini tak jarang rasa keadilan ditabrak oleh formalitas-formalitas hukum hingga otoritas-otoritas pihak tertentu.
Di situlah, kata dia, hukum harus benar-benar ditegakkan.
"Rasa keadilan sering ditabrak oleh formalitas-formalitas hukum, oleh otoritas-otoritas yang mengatakan 'kamu berpendapat begitu, kami kan yang memutuskan' misalnya. Lalu timbul lah rasa ketidakdilan," kata Mahfud.
• Bahas Nama-nama Dewan Pengawas KPK Pilihan Jokowi, Mahfud MD: Wow
Optimalkan Pengawasan
Mahfud MD mengatakan bahwa bagian pengawasan di masing-masing institusi penegak hukum harus dioptimalkan untuk mengatasi fenomena "industri hukum".
Fenomena "industri hukum" sendiri, menurut Mahfud, adalah ketika hukum disalahgunakan untuk kepentingan seseorang.
"Kan ada semua. Tinggal itu (bagian pengawasan) difungsikan. Kalau instrumen-instrumen strukturalnya sudah ada," ungkap Mahfud dalam wawancara khusus dengan Kompas.com, Kamis (5/2/2019).
Ia mengatakan, kepolisian memiliki Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam).
Sementara itu, kejaksaan memiliki Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan.
Kendati demikian, ia tak memungkiri perihal praktik titip jabatan bagi posisi di bagian pengawasan tersebut.
Hal itu, menurutnya, termasuk bagian dari praktik mafia hukum.
"Tapi bagaimana orang-orang di situ.
Kadang kala di berbagai tempat itu, terjadi rebutan di tempat itu, karena orang disponsori orang.
Kamu di situ, nanti saya begini.
Ya sama di pilkada begitu, pileg begitu. Sama di penegak hukum juga," ungkapnya.
"Iya bagian di situ. Industri hukum itu bagian dari mafia hukum. Mekanisme dari mafia hukum adalah industri hukum," tutur dia.
• Di ILC, Haikal Hassan Ungkap Pesan untuk Mahfud MD, Singgung soal Kekuasaan: Watak Aslinya Muncul
Secara keseluruhan, ia berpandangan bahwa untuk menangani fenomena tersebut harus dimulai dari pimpinan kementerian/lembaga hingga kepala daerah.
Namun, Mahfud juga mengingatkan bahwa proses penanganannya membutuhkan waktu jangka panjang.
"Mulai dari atas. Yang atas itu harus berani, tetapi jangan berharap selesai dalam waktu pendek, karena sudah sampai ke daerah-daerah," ujar Mahfud.
(Kompas.com/Haryanti Puspa Sari/Fitria Chusna Farisa/Devina Halim)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Baleg Tantang Mahfud Buktikan soal Perdagangan Legislasi", "Mahfud MD: Ada Pasal yang Dipesan dan Dibeli dalam Proses Legislasi ", dan "Soal "Industri Hukum", Mahfud Sebut Perlu Optimalkan Fungsi Pengawasan di Polri dan Kejaksaan"