Pilkada Serentak 2020
Calonkan Diri di Pilkada 2020, Gibran Justru Disebut 'Overdosis' Pencitraan, Ini Kata Rico Marbun
Direktur Eksekutif Median, Rico Marbun mengimbau putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka untuk tak terlalu berlebihan melakukan pencitraan.
Penulis: Jayanti tri utami
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Direktur Eksekutif Median, Rico Marbun mengimbau putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka untuk tak terlalu berlebihan melakukan pencitraan.
Diketahui, Gibran telah mendaftarkan diri sebagai calon wali kota Solo di Pilkada 2020 mendatang.
Dilansir TribunWow.com, Rico Marbun pun menyebut Gibran banyak mencontoh cara Jokowi untuk memperoleh suara.
Hal itu disampaikannya melalui tayangan YouTube Talk Show tvOne, Senin (16/12/2019).
• Ikuti Pilkada Bukan untuk Bangun Dinasti, Gibran Rakabuming: Dipilih Monggo, Tak Dipilih Silakan
• Gibran Rakabuming Raka, Kalah Popularitas di Solo Menurut Survei Median
Mulanya, Rico Marbun menyebut Gibran dipilih karena faktor emosi.
"Sebagian orang memilih Gibran ini bukan karena faktor rasional, tapi karena faktor emosi," kata Rico Marbun.
"Misalnya alasan nomor satu orang pilih Gibran itu karena dia muda, yang kedua adalah karena anaknya Pak Jokowi," sambung dia.
Lantas, dari segi kompetensi, Gibran disebutnya masih dikenal sebagai seorang pengusaha.
"Sementara masalah kompetensi itu masih nomor tiga, dianggap dia pengusaha," kata dia.
Ia pun membandingkan dengan pamor Wakil Wali Kota Solo yang juga mencalonkan diri di Pilkada 20202, Achmad Purnomo.
Disebutnya, Achmad Purnomo memiliki kompetensi yang jauh lebih baik dibandingkan Gibran.
"Ini berbeda dengan Achmad Purnomo, kompetensi nomor satu," ujar Rico Marbun.
Hal itu pun seusai dengan hasil survei Median yang menunjukkan bahwa Achmad Purnomo lebih populer dibandingkan dengan Gibran.
Lantas, Rico Mabrun menyinggung permasalahan kedua yang dihadapi Gibran.
Ia pun menyinggung soal isu dinasti politik.
"Yang kedua, masalah yang banyak dibahas banyak orang yaitu masalah dinasti politik," ujar dia.
"Masalah dinasti politik ini memang angkanya jauh lebih besar yang menganggap ini bukan dinasti politik."

• Gibran Maju di Pilkada 2020, Adi Prayitno Ungkit Ucapan Jokowi saat Kampanye: Dunia Seakan Runtuh
Menurut Rico Marbun, lebih banyak pihak yang menganggap pencalonan Gibran ini sebagai dinasti politik.
"55 persen lawan 40 persen, tetapi angka 40 persen ini juga tidak bisa dianggap kecil," kata dia.
Ia menjelaskan, anggapan soal bahaya dinasti politik ini dirasakan oleh masyarakat yang berusia di atas 40 tahun.
Sedangkan, sebagian pemilih Gibran berusia di bawah 40 tahun.
"Kalau kita lihat dari sisi elektabilitas, orang yang menganggap dinasti politik ini bermasalah adalah orang di atas 40 tahun," kata dia.
"Sementara pemilih Gibran di angka 40 sampai 60 tahun itu memang lebih rendah, jadi itu dua malasahnya, masalah gagasan tentang kompetensi dan dinasti politik."
Lebih lanjut, Rico Marbun menyatakan, Gibran banyak mencontoh Jokowi dalam menarik suara publik.
"Publik itu harus diyakinkan, jadi saya lihat gini, apa yang dilakukan Gibran dia banyak mencontoh cara yang dilakukan Pak Jokowi," ujar dia.
"Misalnya, dia mau blusukan, sebelum dia mendaftar kemarin kan ada setting acaranya, pencitraannya ada kan."
Lantas, ia menyebut Gibran terlalu berlebihan dalam melakukan pencitraan.
"Kalau menurut saya melihat data-data itu, jangan overdosis framming, jangan overdosis pencitraan," kata Rico Marbun.
"Publik sudah paham, jadi sparkling-nya Gibran itu sudah sama seperti yang orang butuhkan."
Ia pun mempertanyakan kemampuan Gibran jika menjadi wali kota.
"Sekarang orang bertanya, kira-kira kalau Gibran jadi wali kota, apa iya dia bisa lebih baik dari wakil wali kota yang sekarang," ujar Rico Marbun.
"Kalau sama saja ya belum tentu bisa menang."
Simak video berikut ini menit 2.50:
Dunia Seakan Runtuh
Sebelumnya, Direktur Ekesekutif Parameter Politik Adi Prayitno mengungkit pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada banyak kesempatan, termasuk pada kampanye Pilpres 2019.
Dilansir TribunWow.com, Adi Prayitno sempat menyebut Jokowi tak akan melibatkan anggota keluarga dalam urusan politik.
Namun, hal yang terjadi justru sebaliknya.
Mulanya Politisi Partai NasDem, Hillary Brigitta Lasut membantah adanya dinasti politik di pemerintahan Jokowi.
"Coba kita bayangkan, kalau ada petani dengan keluarga petani tidak pernah dibilang pertanian dinasti," kata Hillary dikutip dari YouTube KOMPASTV, Senin (16/12/2019).
"Kalau kita bilang ada dokter, suaminya dokter, anaknya dokter, tidak ada kedokteran dinasti."
"Ada juga polisi yang hebat-hebat, anaknya, cucunya semuanya sama-sama Akpol," sambung dia.
• Tanggapi Pro Kontra Pencalonan Gibran, Relawan Ungkap Poin Plus yang Dimiliki: Jadi Anak Jokowi
Hillary pun menegaskan bahwa istilah dinasti politik itu merupakan bentuk kebencian yang diperhalus.
"Ini sepertinya hanya hate speech yang diperhalus gitu," ujar Hillary.
Ia menambahkan, tak ada satu pun aturan yang melarang pencalonan anggota keluarga politisi atau bahkan presiden.
"Yang dilarang di Indonesia adalah penyalahgunaan kekuasaan, tapi kalau urusan anak dari siapa, keturunan dari siapa kita tidak bisa memilih."
Lantas, ia menganggap istilah politik dinasti itu merupakan bentuk diskriminasi pada mereka yang berasal dari keluarga politisi.
"Menurut saya kalau sampai kita gunakan frasa political dynasty ini untuk menyudutkan pihak-pihak yang lahir dari keluarga berpolitik, menurut saya itulah yang namanya diskriminasi," sambung Hillary.
Namun, anggapan berbeda disampaikan oleh Adi Prayitno.
Ia pun menganggap Jokowi melanggar ucapan yang disampaikan dalam banyak kesempatan.
Termasuk, pada kampanye Pilkada 2019.
"Menurut saya yang bikin dunia ini seakan runtuh karena Jokowi dalam banyak kesempatan dan dalam kampanye menyatakan bahwa tidak akan menyertakan keluarga besarnya dalam politik," kata Adi Prayitno.
"Itu yang menjadi perdebatan kenapa ada Bobby dan Gibran menjadi penting dalam diskursus dinasti politik."
(TribunWow.com/Jayanti Tri Utami)