Terkini Nasional
Mendikbud Nadiem Makarim Pastikan 2020 Jadi Tahun Terakhir Pelaksanaan UN
Ujian Nasional pada 2020 menjadi tahun terakhir pelaksanaannya, berikut adalah penjelasan Mendikbud Nadiem Makarim.
Penulis: Fransisca Krisdianutami Mawaski
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim akhirnya resmi menetapkan Ujian Nasional (UN) pada 2020 menjadi yang terakhir dilaksanakan.
Hal ini diungkapkan langsung olehnya saat memaparkan program "Merdeka Belajar" di depan kepala dinas pendidikan seluruh Indonesia di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (11/12/2019).
"Pada 2020 UN akan dilaksanakan seperti tahun sebelumnya. Tapi, itu adalah UN terakhir (untuk metode) yang seperti sekarang dilaksanakan," ujar Nadiem Makarim seperti dikutip dari Kompas.com.
• 4 Kebijakan Merdeka Belajar Mendikbud Nadiem Makarim: Penghapusan UN hingga Zonasi Lebih Fleksibel
Nadiem juga memastikan kepada para orangtua untuk tetap mempersiapkan anaknya mengikuti UN tahun depan
"Silakan ya untuk bapak, ibu yang sudah investasi banyak buat anak-anaknya agar belajar untuk dapat angka terbaik di UN, " kata Nadiem Makarim.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pun akan menyiapkan program pengganti UN sebagai syarat kelulusan.
"Diganti menjadi assessment atau penilaian kompetensi minimum dan survei karakter. Nanti akan saya jelaskan, " tuturnya.
Ada sejumlah alasan yang yang membuat Nadiem memutuskan untuk menghapus UN.
Pertama, berdasarkan survei dan diskusi bersama para orangtua, siswa, guru, dan kepala sekolah, materi UN dinilai terlalu berat.
"Materi UN itu yang terlalu padat sehingga cenderung fokusnya adalah mengajarkan materi dan menghafal materi saja bukan menguji kompetensi," paparnya.
Alasan kedua adalah UN dapat menjadi beban yang mengakibatkan stres bagi para siswa dan juga pihak di sekitarnya seperti guru dan orangtua.
"Padahal maksudnya UN adalah untuk penilaian sistem pendidikan. Yakni sekolahnya maupun geografi (lokasi sekolah berada), maupun sistem pendidikannya secara nasional," tutur Nadiem.
"Dan saat ini UN ini hanya menilai satu aspek saja yakni kognitifnya, tetapi tidak semua aspek kognitif kompetensi dites (lewat UN)," tambah dia.
• Laporan PISA 2018 Sebut Indonesia Dapat Rapor Merah, Ini Tanggapan Mendikbud Nadiem Makarim
Program Merdeka Belajar
Selain penghapusan UN, Mendikbud juga paparkan tiga program pembelajaran nasional lain.
Program-program tersebut masuk dalam kebijakan "Merdeka Belajar".
"Program tersebut meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional ( UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi," ujar Nadiem.
Nadiem mengatakan sejumlah program tersebut sesuai dengan arahan dari presiden dan wakil presiden.
Untuk USBN, hanya akan diselenggarakan sendiri oleh sekolahan.
Bentuk ujian dapat dilakukan dengan berbagai macam seperti tes tertulis atau bentuk penilaian lain yang lebih komprehensif seperti portofolio yang dilakukan secara kelompok atau individu.
"Dengan itu, guru dan sekolah lebih merdeka dalam penilaian hasil belajar siswa," ucap Nadiem.
"Anggaran USBN sendiri dapat dialihkan untuk mengembangkan kapasitas guru dan sekolah, guna meningkatkan kualitas pembelajaran," imbuhnya.
Sementara untuk UN sendiri akan dilaksanakan pada siswa yang berada di tengah jenjang sekolah seperti kelas 4 SD, kelas 8 SMP, dan kelas 2 SMA.
Hal tersebut dilakukan agar dapat membantu guru untuk memperbaiki mutu pembelajaran.
Hasil ujian ini juga tidak digunakan untuk seleksi siswa masuk jenjang berikutnya.
"Arah kebijakan ini juga mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti PISA dan TIMSS," kata Nadiem.
• Penjelasan Seto Mulyadi soal Usulan pada Mendikbud Nadiem Makarim terkait Sekolah Tiga Hari
Untuk program RPP, Kemendikbud memangkas menajdi beberapa komponen.
Pada kebijakan baru nanti, guru dapat bebas memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP.
"Penulisan RPP dilakukan dengan efisien dan efektif sehingga guru memiliki lebih banyak waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri. Satu halaman saja cukup," kata Nadiem.
Mengenai program penerimaan peserta didik baru (PPDB), Mendikbud tetap mencanangkan zonasi.
Nadiem berujar melalui zonasi, sekolah dapat menerima siswa maksimal 50 persen.
Komposisi lain berasal melalui jalur prestasi 30 persen, melalui jalur afirmasi 15 persen, dan sisanya adalah perpindahan.
"Daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi," ujar Mendikbud.
Melalui kebijakan ini, Nadiem berharap pemerintah dapat memeratakan akses dan kualitas pendidikan untuk anak Indonesia.
"Pemerataan akses dan kualitas pendidikan perlu diiringi dengan inisiatif lainnya oleh pemerintah daerah, seperti redistribusi guru ke sekolah yang kekurangan guru," tuturnya.
(TribunWow.com/Fransisca Mawaski)